Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
sehingga menyebabkan rumah saya mengalami kehancuran.<br />
Anak saya sendirilah yang harus membuangnya.” Maka ia pun<br />
memanggil putranya dan menceritakan seluruh kejadian itu,<br />
kemudian memintanya membuang pakaian tersebut dengan<br />
sebuah tongkat, tanpa menyentuhnya dengan tangan, dan<br />
melemparkannya di tanah pemakaman. Ia juga harus<br />
membersihkan dirinya sebelum kembali ke rumah. Pada waktu<br />
fajar, saat Sang Guru mengamati sekelilingnya dan melihat<br />
apakah ada orang yang dapat dibimbing menuju kebenaran,<br />
Beliau mengetahui bahwa telah tiba saatnya bagi ayah dan anak<br />
tersebut untuk mencapai pembebasan. Maka Beliau pergi dalam<br />
samaran sebagai seorang pemburu yang hendak pergi berburu,<br />
dan duduk di pintu gerbang tanah pemakaman tersebut dengan<br />
memancarkan sinar enam warna yang merupakan ciri seorang<br />
Buddha. Dalam waktu yang tidak lama, brahmana muda itu pun<br />
tiba di tempat tersebut, sesuai dengan perintah ayahnya, dengan<br />
hati-hati ia membawa pakaian itu di ujung tongkat, — seakanakan<br />
ia sedang membawa seekor ular.<br />
“Apa yang engkau lakukan, Brahmana muda?” tanya<br />
Sang Guru.<br />
“Gotama yang baik 169 ,” jawabnya, “setelan ini telah<br />
digerogoti oleh tikus, hal ini melambangkan kesialan, dan sangat<br />
berbahaya bagaikan direndam dalam racun yang mematikan;<br />
ayah saya merasa khawatir para pelayan akan menginginkan<br />
dan menyimpan pakaian ini, jadi beliau mengutus saya untuk<br />
membuangnya. Saya berjanji membuang pakaian tersebut dan<br />
169<br />
Dalam Bahasa Pali bho Gotama, adalah suatu bentuk sapaan yang akrab. Brahmana<br />
selalu menunjukkan kelancangan dengan memanggil bho pada Buddha.<br />
503<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
membersihkan diri seusai melakukannya; pesan tersebutlah yang<br />
menyebabkan saya berada di sini.” “Kalau begitu, buang saja<br />
pakaian itu,” kata Sang Guru; brahmana muda tersebut<br />
melakukannya. “Pakaian ini cocok untuk saya,” kata Sang Guru,<br />
sambil memungut baju yang penuh kesialan itu di depan mata<br />
brahmana muda itu. Tanpa menghiraukan peringatan dari<br />
brahmana muda itu, yang bertubi-tubi memohon dengan sangat<br />
kepada Beliau agar tidak mengambil pakaian tersebut; Beliau<br />
segera berangkat menuju ke Weluwana.<br />
Dengan terburu-buru brahmana muda itu berlari pulang,<br />
memberi tahu ayahnya bagaimana Guru Gotama menyatakan<br />
bahwa pakaian itu cocok untuk-Nya, mengabaikan semua<br />
peringatannya dan bersikeras membawa pakaian tersebut<br />
menuju ke Weluwana. “Pakaian tersebut,” pikir brahmana itu,<br />
“mempesona dan terkutuk. Bahkan Guru Gotama tidak dapat<br />
memakainya tanpa ditimpa bencana; hal itu akan merusak nama<br />
baik saya. Saya akan memberikan Guru tersebut pakaian lain<br />
dalam jumlah banyak dan memintanya membuang pakaian<br />
tersebut.” Maka dengan ditemani oleh anaknya, ia membawa<br />
sejumlah besar jubah dan memulai perjalanan menuju ke<br />
Weluwana. Saat tiba di hadapan Sang Guru, ia berdiri dengan<br />
penuh hormat di satu sisi dan berkata, “Benarkah, apa yang saya<br />
dengar, bahwa engkau, Gotama yang baik, [373] memungut satu<br />
setel pakaian di tanah pemakaman?” “Benar sekali, Brahmana.”<br />
“Gotama yang baik, setelan itu membawa kutukan; jika engkau<br />
memakainya, kehancuran akan menghampiri-Mu. Jika engkau<br />
membutuhkan pakaian, ambillah ini dan buang pakaian itu.”<br />
“Brahmana,” jawab Sang Guru, “melalui pernyataan terbuka saya<br />
504