Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
itu, ada kebiasaan untuk memberikan persembahan berupa sapi<br />
kepada para brahmana. Brahmana itu memberi nama Nandi-<br />
Visāla (Kebahagiaan Besar) kepadanya, ia memperlakukan anak<br />
sapi itu seperti anaknya sendiri, memberinya makanan berupa<br />
bubur beras dan nasi. Setelah dewasa, Bodhisatta berpikir,<br />
“Saya telah dibesarkan oleh brahmana ini dengan penuh usaha;<br />
saat ini di seluruh India tidak ada orang yang bisa menunjukkan<br />
sapi dengan kemampuan menarik barang seperti yang saya<br />
miliki. Bagaimana jika saya membalas jasa brahmana yang telah<br />
memelihara saya dengan cara membuktikan kekuatan saya?”<br />
Karena itu, suatu hari ia berkata kepada brahmana tersebut,<br />
“Brahmana, pergilah ke tempat beberapa orang saudagar yang<br />
kaya akan kawanan ternak, dan bertaruhlah seribu keping uang<br />
bahwa sapimu mampu menarik seratus buah gerobak beserta<br />
muatannya.”<br />
Brahmana itu mencari seorang saudagar dan terlibat<br />
pembicaraan tentang sapi siapakah yang paling kuat di kota itu.<br />
“Oh, sapi milik dia, atau sapi milik dia,” jawab saudagar itu.<br />
“Namun,” brahmana itu menambahkan, “tidak ada seekor sapi<br />
pun di kota ini yang dapat menandingi kekuatan sapi jantanku.”<br />
Ia berkata, “Saya mempunyai seekor sapi jantan yang dapat<br />
menarik seratus buah gerobak beserta isinya.” “Di mana sapi<br />
seperti itu dapat ditemukan?” saudagar itu tertawa. “Saya<br />
memilikinya di rumah,” jawab brahmana itu. “Mari kita bertaruh!”<br />
“Baik,” jawab brahmana itu, dan bertaruh [192] sebesar seribu<br />
keping. Kemudian ia mengisi seratus buah gerobak dengan<br />
pasir, kerikil dan bebatuan, lalu mengikat gerobak-gerobak itu<br />
menjadi satu kesatuan, dengan satu gerobak di belakang<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
gerobak yang lain. Ia mengikatkan kawat pada as roda gerobak<br />
yang berada di depan dengan bagian palang roda cadangannya.<br />
Setelah selesai, ia memandikan Nandi-Visāla, memberikan satu<br />
takaran beras wangi kepadanya, menggantungkan untaian<br />
bunga di lehernya, dan mengikatkannya pada gerobak pertama<br />
dari rangkaian gerobak tersebut. Brahmana itu sendiri duduk di<br />
atas sebatang galah, melambaikan sebatang tongkat ke udara<br />
dan berteriak, “Sekarang, Sapi yang jahat! Tarik mereka, Sapi<br />
yang jahat!”<br />
“Saya bukan sapi yang jahat seperti yang dipanggilnya,”<br />
pikir Bodhisatta; ia membenamkan keempat kakinya seperti<br />
tonggak yang dipancangkan, dan tidak mau bergerak sedikit pun.<br />
Saat itu juga, saudagar itu membuat brahmana tersebut<br />
membayar seribu keping. Setelah kehilangan uangnya, ia<br />
melepaskan sapi itu dari gerobak dan pulang ke rumah, ia<br />
berbaring di tempat tidurnya dengan penuh kesedihan. Saat<br />
Nandi-Visāla berjalan masuk dan melihat brahmana itu disiksa<br />
oleh rasa sedih, ia berjalan ke arahnya dan bertanya apakah<br />
brahmana itu sedang tidur siang. “Bagaimana bisa saya tidur<br />
sementara seribu keping uang saya telah dimenangkan orang?”<br />
“Brahmana, sepanjang saya tinggal di rumahmu, pernahkah saya<br />
memecahkan pot, atau memeras orang, atau membuat<br />
kekacauan?” “Tidak pernah, Anakku.” “Kalau begitu, mengapa<br />
engkau memanggil saya seekor sapi yang jahat? Engkau<br />
seharusnya menyalahkan dirimu sendiri, bukan menyalahkan<br />
saya. Pergi dan bertaruhlah dua ribu keping uang kali ini. Hanya<br />
ingat untuk tidak salah menyebutku sebagai sapi yang jahat lagi.”<br />
Mendengar kata-kata itu, sang brahmana pergi mencari<br />
163<br />
164