Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
bersenang-senang bersama?” Akhirnya teman-temannya<br />
memilih seorang gadis yang cantik dan mendandaninya,<br />
kemudian meninggalkannya di rumah pemuda tersebut setelah<br />
memberi petunjuk pada gadis itu untuk pergi ke kamar anak<br />
muda itu. Namun saat tiba di kamar anak muda itu, tidak selintas<br />
pun ia ditatap maupun sepatah kata terucap dari mulut saudagar<br />
muda itu. Kesal karena kecantikannya diremehkan, ia<br />
memperlihatkan semua keanggunan dan rayuan dengan<br />
gemulai, tersenyum untuk menunjukkan keindahan giginya.<br />
Pandangan pada giginya memberi kesan akan tulang padanya,<br />
dan benak saudagar muda ini dipenuhi pemikiran akan tulang<br />
belulang, sehingga keseluruhan tubuh gadis ini terlihat bagaikan<br />
rangkaian tulang semata baginya. Ia memberi uang pada gadis<br />
itu dan memintanya pergi.<br />
Setelah perayaan yang berlangsung selama tujuh hari itu<br />
berakhir, ibu gadis tersebut, melihat anaknya masih belum<br />
pulang juga, pergi ke rumah teman-teman saudagar muda itu<br />
dan menanyakan keberadaan anaknya; dan mereka kemudian<br />
menanyakan itu kepada saudagar muda tersebut. Ia mengatakan<br />
bahwa ia telah memberikan uang padanya dan memintanya pergi<br />
begitu mereka berjumpa.<br />
Ibu gadis tersebut berkeras agar gadis itu dikembalikan<br />
kepadanya, dan membawa pemuda tersebut menghadap raja,<br />
yang memeriksa masalah itu lebih lanjut. Dalam menjawab<br />
pertanyaan raja, pemuda itu mengakui bahwa gadis tersebut<br />
diserahkan kepadanya, namun berkata ia tidak mengetahui<br />
keberadaan gadis tersebut, dan tidak bisa mengembalikannya.<br />
Raja berkata, “Jika tidak bisa mengembalikan gadis itu, hukum<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
mati dia!” Maka pemuda itu dibawa dengan tangan terikat di<br />
punggung untuk dieksekusi. Seisi kota digemparkan oleh berita<br />
ini. Dengan tangan menekan dada, orang-orang mengikutinya<br />
sambil meratap, “Apa maksud ini, Tuan? Engkau menderita<br />
karena ketidakadilan.”<br />
Pemuda ini berpikir [434] “Semua penderitaan ini saya<br />
alami karena saya menjalani hidup sebagai perumah tangga.<br />
Jika saya bisa terlepas dari bahaya ini, saya akan melepaskan<br />
hidup keduniawian dengan bergabung dalam Sanggha yang<br />
dipimpin oleh Gotama yang Agung, yang telah mencapai<br />
penerangan sempurna.”<br />
Gadis tersebut mendengar kegemparan itu dan<br />
menanyakan apa yang terjadi. Mendengar kejadian itu, ia segera<br />
berlari pergi, berseru, “Pinggir, Tuan-Tuan! Biarkan saya lewat!<br />
Biarkan orang-orang raja bertemu dengan saya.” Begitu<br />
menunjukkan diri, ia segera dibawa ke tempat ibunya oleh anak<br />
buah raja, yang kemudian membebaskan pemuda tersebut dan<br />
melanjutkan perjalanan mereka ke istana.<br />
Dikelilingi oleh teman-temannya, putra saudagar kaya itu<br />
turun ke sungai dan mandi. Kembali ke rumahnya, ia menyantap<br />
sarapannya dan menyampaikan keputusannya untuk<br />
meninggalkan keduniawian kepada kedua orang tuanya.<br />
Kemudian ia memakai jubah petapa, diikuti oleh rombongan<br />
besar, mencari Sang Guru, dan dengan penuh hormat ia<br />
menanyakan apakah ia bisa diterima dalam Sanggha. Mula-mula<br />
sebagai samanera, setelah itu menjadi bhikkhu. Ia melakukan<br />
meditasi dengan objek pengendalian diri hingga mencapai jhana,<br />
dan tak lama kemudian mencapai tingkat kesucian Arahat.<br />
605<br />
606