Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
rombongannya, meninggalkan Bodhisatta di dalam kota. Raja<br />
mengirimkan seorang kurir di akhir setiap yojana untuk<br />
memberitahukan keadaannya kepada ratu dan menanyakan<br />
bagaimana keadaan ratu. Pada setiap lelaki yang datang, ratu<br />
menanyakan apa yang membawanya kembali, dan menerima<br />
jawaban bahwa ia kembali untuk mengetahui bagaimana kondisi<br />
perkembangannya. Ratu memberi isyarat pada sang kurir dan<br />
berbuat zina dengannya. Saat itu, raja telah melakukan<br />
perjalanan sejauh tiga puluh dua yojana dan telah mengirim tiga<br />
puluh dua kurir [438], dan ratu berbuat zina dengan mereka<br />
semua. Setelah mengamankan garis depan, dalam kegembiraan<br />
rakyatnya, raja memulai perjalanan kembali, mengirim rangkaian<br />
kedua dari tiga puluh dua kurir. Dan ratu melakukan hal yang<br />
sama dengan masing-masing dari mereka, sama seperti<br />
sebelumnya. Setelah menghentikan pasukan yang membawa<br />
kemenangan di dekat kota, raja mengirim sepucuk surat kepada<br />
Bodhisatta agar mempersiapkan kota untuk menyambut<br />
kedatangannya. Setelah kota dipersiapkan, Bodhisatta<br />
mempersiapkan istana untuk menyambut kedatangan raja,<br />
sampai akhirnya tiba di tempat kediaman ratu. Melihat<br />
ketampanannya, ratu memintanya untuk memuaskan hasrat ratu.<br />
Namun Bodhisatta memohon kepada ratu, dengan menyinggung<br />
tentang kehormatan raja, dan mengatakan bahwa ia telah<br />
menjauhkan diri dari segala nafsu dan tidak akan melakukan apa<br />
yang diinginkan oleh ratu. “Keenam puluh empat kurir itu tidak<br />
memikirkan tentang raja,” katanya, “apakah kamu takut<br />
melakukan permintaan saya karena mengingat raja?”<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
Bodhisatta berkata, “Jika saja kurir-kurir itu memiliki<br />
pemikiran yang sama seperti diriku, mereka tidak akan<br />
melakukan hal tersebut. Dan bagi saya yang mengetahui apa<br />
yang benar, saya tidak akan melakukan kesalahan.”<br />
“Jangan mengucapkan omong kosong,” kata ratu, “jika<br />
engkau menolak, saya akan membuat kepalamu dipenggal.”<br />
“Lakukanlah hal tersebut. Penggallah kepala saya dalam<br />
kelahiran ini maupun dalam seratus ribu kali kelahiran; saya tetap<br />
tidak akan melakukan permintaanmu.”<br />
“Baik, kita akan lihat nanti,” kata ratu penuh ancaman.<br />
Dan setelah masuk kembali ke kamarnya, ia mencakar dirinya<br />
sendiri, menaruh minyak di lengan dan tungkainya, memakai<br />
pakaian yang kotor dan berpura-pura sakit. Kemudian ia<br />
memanggil pelayannya dan meminta mereka memberi tahu raja,<br />
jika raja menanyakan dirinya, bahwa ia sedang sakit.<br />
Pada saat yang sama Bodhisatta pergi untuk menemui<br />
raja, yang setelah mengelilingi kota dengan prosesi yang<br />
khidmat, masuk ke dalam istana. Tidak melihat ratu, ia<br />
menanyakan keberadaan ratu, dan diberitahu bahwa ratu sedang<br />
sakit. Masuk ke dalam kamar tidur kerajaan, raja memeluk dan<br />
membelai ratu, dan menanyakan apa yang membuat ia sakit.<br />
Ratu tidak memberi jawaban, namun saat pertanyaan itu diulangi<br />
raja sebanyak tiga kali, ia menatap raja dan berkata, “Walaupun<br />
Tuanku masih hidup, wanita yang malang seperti saya ini harus<br />
mempunyai seorang majikan.”<br />
“Apa maksud perkataanmu?”<br />
“Pendeta kerajaan, yang Anda serahkan tugas untuk<br />
menjaga kota, datang kemari berpura-pura untuk mengurus<br />
613<br />
614