22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

tangan terulur untuk menerima Bodhisatta, [136] namun ia tidak<br />

turun kepada orang lain melainkan ke pelukan raja dan duduk di<br />

pangkuan raja tersebut. Kemudian raja mengangkat anak itu<br />

menjadi raja muda, sedangkan ibunya menjadi permaisuri.<br />

Setelah raja wafat, ia dinobatkan menjadi raja dengan gelar Raja<br />

Kaṭṭhavāhana – pemungut kayu bakar – semasa hidupnya, dan<br />

setelah memerintah kerajaannya dengan adil, Beliau meninggal<br />

dan terlahir kembali di alam sesuai dengan apa yang telah ia<br />

perbuat.<br />

____________________<br />

Uraian Dhamma yang disampaikan kepada Raja Kosala<br />

itu pun berakhir, kedua kisah telah diceritakan pula. Sang Guru<br />

kemudian mempertautkan kedua kisah itu, dan memperkenalkan<br />

kelahiran tersebut dengan mengatakan, “Mahāmāyā adalah<br />

wanita yang menjadi ibu di masa itu, Raja Suddhodana adalah<br />

ayah anak tersebut dan Saya sendiri adalah Raja Kaṭṭhavāhana.<br />

[Catatan : Bandingkan dengan Dhammapada, hal.218; Jātaka<br />

No.465 dan Buddhaghosha’s Parables karya Rogers. Lihat juga ikhtiar di<br />

Ceylon R.A.S.Journal, tahun 1884, untuk menelusuri Jātaka ini kembali<br />

pada cerita Dushyanta and Cakuntalā dalam kisah Mahābhārata dan<br />

drama Kālidāsa berjudul Lost Ring]<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

No.8.<br />

GĀMANI-JĀTAKA<br />

“Keinginan hati mereka,” dan seterusnya. Kisah<br />

mengenai seorang bhikkhu yang menyerah dalam daya upaya<br />

pelatihan dirinya ini, disampaikan oleh Sang Guru ketika berada<br />

di Jetawana. Dalam Jātaka ini, baik cerita pembuka maupun<br />

kisah kelahiran lampau akan ditampilkan pada Buku Kesebelas,<br />

ditautkan dengan Samvara-Jātaka 30 ; — menceritakan kejadian<br />

yang sama, baik kisah <strong>Jataka</strong> itu maupun yang ini, hanya<br />

syairnya saja yang berbeda.<br />

Saat Bodhisatta berdiam diri dengan bijaknya, Pangeran<br />

Gāmani yang menyadari dirinya, — yang termuda di antara<br />

seratus bhikkhu yang ada — dikelilingi oleh rombongan seratus<br />

bhikkhu tersebut, duduk di bawah tenda kerajaan yang putih<br />

bersih, sedang merenungkan keagungannya, dan berpikir, “Saya<br />

berhutang pada Guru atas semua keagungan ini.” Rasa bahagia<br />

yang memenuhi hati sanubarinya mendorongnya mengucapkan<br />

syair berikut ini:<br />

Keinginan hati 31 mereka telah mereka capai,<br />

30<br />

No.462.<br />

31<br />

Pilihan terjemahan yang dapat digunakan (“phalāsā ti āsāphalam,” yakni, “ ‘keinginan yang<br />

muncul dari hasil (phala)’ mengandung arti ‘hasil dari keinginan’ ”) menurut Professor Künte<br />

(Jurnal Ceylon dari Royal Asiatic Society, 1884) — “pembalikan kata membutuhkan<br />

pengetahuan tata bahasa metafisika, yang belum dikembangkan di India sebelum abad<br />

Keenam... Terjemahan itu ditulis berkisar masa bangkitnya kaum Brahmana dan munculnya<br />

kaum Jina (jain) .”<br />

67<br />

68

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!