29.01.2015 Views

SEMNAS Hortikultura Buku 2 - Departemen Pertanian

SEMNAS Hortikultura Buku 2 - Departemen Pertanian

SEMNAS Hortikultura Buku 2 - Departemen Pertanian

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Studi Pengendalian Hayati Penyakit Layu (Fusarium oxysporum Schlecht) pada Caisin (Brassica campestris var. chinensis)<br />

dengan Kombinasi Trichoderma harzianum dan Gliocladium virens<br />

Fuadi, I 1) dan Yusuf, R 2)<br />

Tabel 3. Persentase benih terserang setelah muncul ke permukaan tanah (Post-emergence damping off)<br />

yang diaplikasi dengan berbagai jenis agens hayati dan kombinasinya (%)<br />

Perlakuan<br />

Post emergence damping<br />

off (%)<br />

D (Kontrol) 7,63 a<br />

B (Aplikasi Gliocladium virens GR01) 4,51 b<br />

A (Aplikasi Trichoderma harzianum TR01) 4,25 b<br />

C (Aplikasi T. harzianum TR01+ G.virens GR01) 4,24 b<br />

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa Aplikasi agens hayati secara tunggal maupun yang<br />

dikombinasikan dapat menekan tingkat serangan cendawan F.oxyporum setelah muncul ke permukaan<br />

tanah (post emergence damping off) dan berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol.<br />

Namun demikian perlakuan terbaik dalam menekan tingkat serangan cendawan F.oxyporum pada<br />

tanaman caisin setelah muncul ke permukaan tanah (post emergence damping off) adalah perlakuan C<br />

yaitu dengan persentase serangan 4,24 %, dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan A dan B.<br />

Sementara persentase serangan tertinggi terlihat pada perlakuan D yaitu 7,63 %. Pemberian perlakuan<br />

dengan kombinasi antara agens antagonis menunjukkan hasil yang lebih baik secara angka-angka<br />

dalam menekan tingkat serangan cendawan F.oxyporum pada benih setelah muncul ke permukaan<br />

tanah jika dibandingkan dengan pemberian secara tunggal maupun kontrol.<br />

Secara umum pemberian perlakuan berbagai jenis agens hayati dapat menurunkan persentase<br />

benih terserang setelah tumbuh ke permukaan tanah jika dibandingkan dengan tanpa pemberian<br />

perlakuan. Dari data diatas terlihat bahwa kedua jenis agens hayati yaitu T.harzianum TR01 dan<br />

G.virens GR01 dapat menurunkan persentase kematian tanaman setelah muncul ke permukaan tanah,<br />

baik secara individu maupun dikombinasikan. Dimana dengan adanya pemberian agens anatgonis<br />

akan menurunkan tingkat kevirulenan cendawan F.oxysporum melalui mekanisme antagonis yang<br />

dimiliki masing-masing agens antagonis.<br />

Dimana penurunan kematian semai kemungkinan disebabkan karena kemampuan<br />

T.harzianum TR01, G.virens GR01 dapat membelit hifa cendawan patogen dan mengeluarkan<br />

antibiotik sehingga pertumbuhan cendawan patogen terhambat. Hal ini didukung oleh hasil penelitian<br />

Widyastuti et al. (2004) bahwa hasil uji anatgonis R.solani dan Fusarium sp menunjukkan adanya<br />

penghambatan pertumbuhan oleh Trichoderma dengan persentase penghambatan pertumbuhan<br />

R.solani sebesar 64,5 % dan Fusarium sp sebesar 71,2 % pada hari ke 5 dimana Trichoderma adalah<br />

jenis yang banyak dilaporkan menjadi agen biokontrol yang sangat effektif mengendalikan sejumlah<br />

cendawan patogen penyebab penyakit tanaman (Lewis et al. 1998) sedangkan menurut Chat dalam<br />

Harman et al, (2004), Trichoderma memiliki kemampuan bersaing menghasilkan senyawa antibiotik<br />

dan bersifat mikoparasit dalam menghambat pertumbuhan cendawan patogen.<br />

Gliocladium virens memproduksi sejumlah agens anticendawan seperti Gliovirin dan<br />

Gliotoxin, juga kompetisi dan parasitisme merupakan mekanisme antagonis yang utama dengan<br />

miselium yang efektif. Pada pengendalian hayati, perkecambahan konidia atau klamidospora akan<br />

memudahkan agensia hayati seperti Gliocladium virens untuk menyerang miselium F. oxysporum<br />

(Baker & Cook, 1983). G. virens juga dapat menghambat penyebab penyakit lainnya seperti<br />

Rhizoctonia spp., Pythium spp., dan Sclerotium rolfsii penyebab damping-off dan penyebab penyakit<br />

akar, diduga enzimnya beta glucanase. G. virens mampu menekan Sclerotium rolfsii sampai 85%<br />

secara in-vitro (Winarsih, 2007). Ditambahkan oleh Jeffries & Young (1994) bahwa G. virens dapat<br />

mengeluarkan antibiotik gliotoksin, glioviridin dan viridin yang bersifat fungistatik. Gliotoksin dapat<br />

menghambat cendawan dan bakteri.<br />

Prosiding SeminarNasional Pekan Inovasi Teknologi <strong>Hortikultura</strong> Nasional: Penerapan Inovasi Teknologi <strong>Hortikultura</strong><br />

dalam Mendukung Pembangunan <strong>Hortikultura</strong> yang Berdaya Saing dan Berbasis Sumberdaya Genetik Lokal,<br />

Lembang, 5 Juli 2012<br />

│293

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!