14.01.2013 Views

Islam dan Negara - Democracy Project

Islam dan Negara - Democracy Project

Islam dan Negara - Democracy Project

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

D e m o c r a c y P r o j e c t<br />

juga dakwaan terhadap para pemimpinnya, khususnya Mohammad<br />

Natsir. 36<br />

Keterangan penting yang mungkin dapat menjelaskan masalah<br />

ini terletak pada cara kedua belah pihak meman<strong>dan</strong>g diskursus<br />

<strong>Islam</strong> politik—khususnya Masyumi—dalam Majelis Konstituante.<br />

Tidak sebagaimana para tokoh gerakan pembaruan teologis/religius<br />

ini, yang membaca kiprah <strong>Islam</strong> politik yang memperjuangkan<br />

negara <strong>Islam</strong> (atau <strong>Islam</strong> sebagai dasar ideologi negara)<br />

sebagai suatu “kecelakaan sejarah,” 37 para kritikus mereka<br />

cenderung melihatnya sebagai suatu “keharusan sejarah.” Dalam<br />

pan<strong>dan</strong>gan mereka, pergulatan demi <strong>Islam</strong> sebagai ideologi nega-<br />

36 Hingga tingkat tertentu, kritik-kritik yang dikemukakan para tokoh pembaruan<br />

teologis/religius ini terhadap idealisme <strong>dan</strong> aktivisme <strong>Islam</strong> politik yang lebih<br />

awal memang keras. Untuk paparan yang lebih lengkap, lihat esai Nurcholish Madjid,<br />

“The Issue of Modernization among Muslims in Indonesia: From a Participant’s<br />

Point of View,” Ahmad Ibrahim, Sharon Siddioue, Yasmin Hussain (eds.), Readings<br />

on <strong>Islam</strong> in Southeast Asia, Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 1985, h.<br />

383. Lihat juga Djohan Effendi <strong>dan</strong> Ismed Natsir (eds.), Pergolakan Pemikiran <strong>Islam</strong>:<br />

Catatan Harian Ahmad Wahib, Jakarta: LP3ES, 1981, hh. 144-174.<br />

37 Dengan mempertimbangkan fungsi historis Majelis Konstituante, orangorang<br />

seperti M. Dawam Rahardjo <strong>dan</strong> Nurcholish Madjid sepenuhnya mengakui<br />

legalitas <strong>dan</strong> konstitusionalitas diskursus politik semacam itu. Dalam hal ini, mereka<br />

sekadar mempertanyakan apa pertimbangan di balik pengusulan <strong>Islam</strong> sebagai dasar<br />

negara, <strong>dan</strong> kalkulasi politik para pendukungnya, mengingat bahwa perjuangan<br />

mereka itu — jika dilihat bahwa anggota-anggota yang “Muslim” jumlahnya hanya<br />

mencapai 43,5% — akan menemui kegagalan. Dalam pan<strong>dan</strong>gan mereka, secara<br />

politis akan lebih bijaksana seandainya saja para pemimpin <strong>Islam</strong> politik, khususnya<br />

mereka yang memimpin Masyumi, mengupayakan pelembagaan lebih jauh gagasan-gagasan<br />

demokrasi — suatu upaya politik yang mereka (bekerjasama dengan kelompok-kelompok<br />

politik progresif lainnya seperti PSI, Parkindo <strong>dan</strong> Partindo) pernah<br />

upayakan pada awal dekade 1950-an. Wawancara dengan M. Dawam Rahardjo<br />

di Jakarta, 20 Agustus 1991. Wawancara dengan Nurcholish Madjid di Montreal,<br />

3 November 1991. Lihat juga “Tidak Usah Munafik,” Matra, Desember 1992, hh.<br />

13-23.<br />

0 — <strong>Islam</strong> <strong>dan</strong> <strong>Negara</strong>

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!