21.04.2023 Views

Kerukunan Global

Oleh karena itu, tidak mungkin ada pemerintahan Kristen bersama di seluruh dunia, atau bahkan di satu negara atau sejumlah besar orang. karena orang jahat selalu lebih banyak daripada orang baik. Oleh karena itu, seorang pria yang berani memerintah seluruh negara atau dunia dengan Injil akan menjadi seperti seorang gembala yang harus disatukan dalam satu kandang - serigala, singa, elang, dan domba, memungkinkan mereka untuk berbaur dengan bebas satu sama lain, mengatakan , “Layani dirimu sendiri, dan bersikap baik dan damai satu sama lain. Lipatannya terbuka, ada banyak makanan. Anda tidak perlu takut pada anjing dan tongkat.” Tidak diragukan lagi, domba-domba akan memelihara kedamaian dan membiarkan diri mereka diberi makan dan diatur dengan damai, tetapi mereka tidak akan berumur panjang. Satu binatang tidak akan bertahan hidup yang lain...

Oleh karena itu, tidak mungkin ada pemerintahan Kristen bersama di seluruh dunia, atau bahkan di satu negara atau sejumlah besar orang. karena orang jahat selalu lebih banyak daripada orang baik. Oleh karena itu, seorang pria yang berani memerintah seluruh negara atau dunia dengan Injil akan menjadi seperti seorang gembala yang harus disatukan dalam satu kandang - serigala, singa, elang, dan domba, memungkinkan mereka untuk berbaur dengan bebas satu sama lain, mengatakan , “Layani dirimu sendiri, dan bersikap baik dan damai satu sama lain. Lipatannya terbuka, ada banyak makanan. Anda tidak perlu takut pada anjing dan tongkat.” Tidak diragukan lagi, domba-domba akan memelihara kedamaian dan membiarkan diri mereka diberi makan dan diatur dengan damai, tetapi mereka tidak akan berumur panjang. Satu binatang tidak akan bertahan hidup yang lain...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>Kerukunan</strong> <strong>Global</strong><br />

keputusan untuk menghapuskan semua percetakan di seluruh Perancis. Francis I<br />

memberikan salah satu dari sekian banyak contoh catatan yang menunjukkan bahwa<br />

kebudayaan intelektual bukanlah jaminan yang aman bagi perlawanan terhadap sikap tidak<br />

toleran beragama dan penganiayaan.<br />

Perancis merencanakan akan mengadakan satu upacara umum yang khidmat untuk<br />

membulatkan tekad melenyapkan Protestantisme sepenuh-nya. Imam-imam menuntut,<br />

penghinaan yang dilontarkan kepada surga Yang Mahatinggi dengan mengutuk upacara<br />

misa, agar ditebus dengan darah, dan agar raja, atas nama paus, memberikan sanksinya<br />

secara terbuka kepada pekerjaan yang menakutkan itu. Maka ditentukanlah tanggai 21<br />

Januari 1535 tanggai penyelenggaraan upacara itu. Rasa rakut akan ketakhyulan dan<br />

dendam kesumat seluruh bangsa itu telah dibangkitkan. Kota Paris dipadati orang-orang<br />

negeri sekitarnya memenuhi jalan-jalannya. Datangnya hari itu disambut dengan sebuah<br />

arak-arakan besar yang menakjubkan. “Dari rumah yang ada di se-panjang jalan yang dilalui<br />

barisan arak-arakan bergelantungan kain lambang kedukaan, dan mezbah-mezbah dibangun<br />

berselang-seling.” Di depan setiap pintu ditempatkan sebuah obor yang sedang menyala<br />

sebagai tanda penghormatan kepada “upacara kudus” itu. Sebelum matahari terbit, arakarakan<br />

itu telah disiapkan di istana raja. “Di baris depan terdapat bendera-bendera dan salibsalib<br />

dari beberapa gereja, kemudian nampak ponduduk yang berjalan berdua-dua sambil<br />

membawa obor.” Kemudian menyusul keempat ordo biarawan, masing-masing dengan<br />

pakaian mereka yang khas. Lalu menyusul koleksi benda-benda peninggalan masa lalu.<br />

Sesudah ini menyusul rohaniwan dengan jubah merah dan ungu dengan perhiasan permata<br />

yang berkilau-kilauan.<br />

“Roti ekaristi dibawa oleh uskup Paris yang ditutupi dengan tudung yang megah,...<br />

ditopang oleh empat orang pangeran Di belakang roti itu berjalan raja .... Francis I pada<br />

hari itu tidak mengenakan mahkota, atau jubah kenegaraan.” Dengan “kepala yang terbuka,<br />

matanya melihat ke tanah, dan tangannya memegang lilin yang sedang menyala,” raja<br />

Perancis itu tampak “seperti seorang berdosa yang bertobat ” —Wylie, b. 13, psl. 21. Di<br />

setiap mezbah ia tunduk merendahkan diri, bukan bagi dosa-dosanya yang mencemarkan<br />

jiwanya atau darah orang-orang yang tidak bersalah yang mengotori tangannya, tetapi bagi<br />

dosa rakyatnya yang berani mencela upacara misa. Di belakangnya menyusul ratu dan<br />

pejabat-pejabat tinggi negara, yang berjalan berdua-dua, masing-masing membawa obor<br />

yang menyala.<br />

Sebagai bagian dari upacara hari itu, raja sendiri memberi amanat kepada pejabat-pejabat<br />

tinggi kerajaan di ruangan besar istana keuskupan. Dengan muka sedih ia tampil di depan<br />

mereka, dan dengan kata-kata yang lancar ia meratap, “kejahatan, penghujatan, hari<br />

kedukaan dan memalu-kan,” telah datang menimpa bangsa ini. Dan ia mengimbau semua<br />

rakyat yang setia untuk membantu membasmi bidat yang mengancam kehancur-an Perancis.<br />

“Tuan-tuan, sebagaimana sebenarnya saya adalah rajamu,” katanya, “jikalau saya tahu salah<br />

satu anggota tubuhku diketahui ternoda atau terinfeksi dengan kebusukan, saya akan<br />

161

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!