Pendapatan NegaraBab IIITabel III. 4Perkembangan Penerimaan PPN Dalam Negeri, 2005 - 2007 *)(triliun rupiah)Sektor Ekonomi 2005 2006 2007*Pertumbuhan (%)2006 2007Pertanian, Peternakan, Kehutanan, <strong>dan</strong> Perikanan 1,6 1,8 2,0 9,8 11,1Pertambangan Migas 2,9 16,8 28,3 479,3 68,5Pertambangan Bukan Migas 0,7 1,1 1,2 57,1 9,1Penggalian 0,1 0,3 0,4 200,0 33,3Industri Pengolahan 18,5 22,3 25,0 20,5 12,1Listrik, Gas, <strong>dan</strong> Air Bersih 0,4 0,6 0,7 50,0 14,7Konstruksi 4,3 6,2 7,2 44,2 16,1Perdagangan, Hotel, <strong>dan</strong> Restoran 10,6 12,7 14,1 19,8 11,0Pengangkutan <strong>dan</strong> Komunikasi 6,1 6,6 7,4 8,2 12,1<strong>Keuangan</strong>, Real Estate, <strong>dan</strong> Jasa Perusahaan 7,7 8,4 14,1 9,1 67,7Jasa Lainnya 1,3 1,6 1,9 23,1 18,8Kegiatan yang belum jelas batasannya 2,0 2,4 1,6 20,0 -33,3Total 56,4 80,8 103,9 43,7 28,6*) termasuk PPnBMSumber: Departemen <strong>Keuangan</strong> (diolah)Penerimaan PPN dalam negeri lain yang cukup besar porsinya dalam tahun 2006 adalahsektor pertambangan migas. Sektor ini semakin besar peranannya terutama setelah terjadikenaikan harga minyak mentah internasional yang cukup tinggi dalam tahun 2005 <strong>dan</strong>masih berlanjut dalam tahun 2006. Dalam tahun 2006, penerimaan PPN dalam negeridari sektor pertambangan migas mencapai Rp16,8 triliun, meningkat tajam dibandingkantahun 2005 sebesar Rp2,9 triliun. Dalam tahun 2007, penerimaan PPN dalam negeridari sektor pertambangan migas diperkirakan meningkat 1,8 persen mencapai sebesarRp28,3 triliun. Kenaikan PPN migas dalam tahun 2005-2007 terutama disebabkan olehkenaikan harga minyak mentah.Sementara itu, dalam periode tahun 2005-2006, sektor industri pengolahan <strong>dan</strong>pertambangan migas berkontribusi cukup besar terhadap penerimaan PPN impor. Dalamkurun waktu tersebut, kontribusi PPN impor dari sektor industri pengolahan <strong>dan</strong>pertambangan migas mencapai di atas 70,0 persen. Dalam tahun 2007, sumbangankedua sektor tersebut diperkirakan tumbuh lebih tinggi dari tahun sebelumnya, yaitumencapai Rp33,3 triliun atau 69,1 persen dari total penerimaan PPN impor. Secara total,penerimaan PPN impor dalam tahun 2007 diperkirakan meningkat 14,3 persen dibandingtahun 2006, yaitu dari Rp42,2 triliun menjadi Rp48,2 triliun. Meningkatnya perkiraankontribusi penerimaan PPN impor tersebut terkait dengan perkiraan meningkatnyakegiatan industri pengolahan di dalam negeri.PBB <strong>dan</strong> BPHTBPBB merupakan jenis pajak Pusat yang seluruh hasil penerimaannya (kecuali upahpungut) dibagihasilkan ke daerah. Dalam tahun 2005 penerimaan PBB adalah Rp16,2triliun <strong>dan</strong> meningkat menjadi Rp20,9 triliun di tahun 2006 (tumbuh 28,6 persen). Dalamtahun 2006, porsi penerimaan PBB terbesar bersumber dari sektor pertambangan migasNK <strong>dan</strong> <strong>RAPBN</strong> <strong>2008</strong>III-9
Bab IIIPendapatan NegaraTabel III.5Perkembangan Penerimaan PPN Impor *)per Sektor Ekonomi (%), Tahun 2005 - 2007Sektor Ekonomi2005 2006 2007Pertumbuhan (%)2006 2007Pertanian, Peternakan, Kehutanan, <strong>dan</strong> Perikanan 0,1 0,1 0,1 0,0 0,0Pertambangan Migas 11,4 9,9 10,1 -13,2 2,0Pertambangan Bukan Migas 0,2 0,1 0,2 -50,0 100,0Penggalian 0,2 0,1 0,1 -50,0 0,0Industri Pengolahan 22,0 20,0 23,2 -9,1 15,9Listrik, Gas, <strong>dan</strong> Air Bersih 0,2 0,2 0,2 0,0 0,0Konstruksi 0,5 0,4 0,6 -20,0 50,0Perdagangan, Hotel, <strong>dan</strong> Restoran 8,1 9,0 11,0 11,9 21,6Pengangkutan <strong>dan</strong> Komunikasi 1,9 1,9 2,1 1,7 10,5<strong>Keuangan</strong>, Real Estate, <strong>dan</strong> Jasa Perusahaan 0,4 0,4 0,5 0,0 25,0Jasa Lainnya 0,1 0,1 0,1 0,0 0,0Kegiatan yang belum jelas batasannya 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0Total 45,1 42,2 48,2 -6,6 14,3*) termasuk PPnBMSumber: Departemen <strong>Keuangan</strong>sebesar 50,2 persen <strong>dan</strong> PBB perkotaan sebesar 18,2 persen, PBB pedesaan 27,8 persen,perkebunan 1,0 persen, perhutanan 0,5 persen, <strong>dan</strong> PBB lainnya 2,3 persen. Meskipunrasio penerimaan PBB terhadap PDB masih relatif kecil, yaitu sebesar 0,6 persen, namunperanan PBB sebagai salah satu sumber pendapatan daerah masih cukup strategis,dikarenakan jenis pajak ini mampu menjangkau segenap lapisan masyarakat yangmemiliki objek pajak berupa tanah <strong>dan</strong>/atau bangunan. Rendahnya rasio penerimaanPBB terutama disebabkan masih rendahnya penyesuaian nilai jual objek pajak terhadapnilai pasar.Sementara itu, realisasi penerimaan pajak BPHTB mengalami penurunan, yaitu dariRp3,4 triliun di tahun 2005 menjadi Rp3,2 triliun dalam tahun 2006. Penurunan tersebutdisebabkan oleh rendahnya nilai transaksi properti tahun 2006 dibandingkan dengannilai transaksi properti dalam tahun sebelumnya. Penerimaan PBB <strong>dan</strong> BPHTB dalamtahun 2007 diperkirakan meningkat, masing-masing menjadi Rp22,0 triliun <strong>dan</strong> Rp4,0triliun.Penerimaan Dalam Negeri di luar Cukai <strong>dan</strong> PPh MigasBerbagai langkah reformasi perpajakan yang dijalankan oleh pemerintah telahmenunjukkan hasil yang cukup berarti sebagaimana terlihat dari terus meningkatnyakinerja penerimaan perpajakan khususnya penerimaan pajak di luar penerimaan cukai<strong>dan</strong> PPh Migas. Dalam lima tahun terakhir pertumbuhan penerimaan perpajakansebagaimana terlihat pada grafik III.1 cukup stabil, rata-rata pada kisaran 18,8 persen,dengan pertumbuhan tertinggi sebesar 19,61 persen pada tahun 2002 <strong>dan</strong> pertumbuhanterendah pada tahun 2003 sebesar 16,46 persen. Pada grafik tersebut juga terlihat kinerjapenerimaan pajak dalam negeri di luar cukai <strong>dan</strong> PPh Migas terlihat cukup signifikan<strong>dan</strong> selalu melampaui inflated value (kombinasi tingkat pertumbuhan ekonomi <strong>dan</strong>III-10 NK <strong>dan</strong> <strong>RAPBN</strong> <strong>2008</strong>
- Page 1 and 2:
NOTA KEUANGANDANRANCANGAN ANGGARANP
- Page 3 and 4:
Daftar IsiHalaman2.3.4.3. Peningkat
- Page 6 and 7:
Daftar IsiBAB VI5.4.4. Dampak Kebij
- Page 8 and 9:
Daftar TabelDAFTAR TABELTabel II.1
- Page 10 and 11:
Daftar TabelHalamanTabel V.13Tabel
- Page 12 and 13:
Daftar GrafikDAFTAR GRAFIKHalamanGr
- Page 14 and 15:
Daftar GrafikHalamanGrafik III.23 T
- Page 16 and 17:
Daftar BoksDAFTAR BOKSHalamanBoks I
- Page 18 and 19:
PendahuluanBab IBAB IPENDAHULUAN1.1
- Page 20 and 21:
PendahuluanBab IDampak dari kebijak
- Page 22 and 23:
PendahuluanBab Imodal pemerintah, s
- Page 24 and 25:
PendahuluanBab Iekonomi di negara-n
- Page 26 and 27:
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 28 and 29:
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 30 and 31:
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 32 and 33:
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 34 and 35:
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 36 and 37:
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 38 and 39:
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 40 and 41:
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 42 and 43:
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 44 and 45:
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 46 and 47: Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 48 and 49: Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 50 and 51: Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 52 and 53: Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 54 and 55: Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 56 and 57: Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 58 and 59: Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 60 and 61: Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 62 and 63: Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 64 and 65: Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 66 and 67: Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 68 and 69: Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 70 and 71: Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 72 and 73: Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 74 and 75: Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 76 and 77: Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 78 and 79: Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 80 and 81: Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 82 and 83: Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 84 and 85: Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 86 and 87: Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Poko
- Page 88 and 89: Pendapatan NegaraBab IIIBAB IIIPEND
- Page 90 and 91: Pendapatan NegaraBab III15. Penerbi
- Page 92 and 93: Pendapatan NegaraBab IIIUraianTabel
- Page 94 and 95: Pendapatan NegaraBab IIIkomunikasi
- Page 98 and 99: Pendapatan NegaraBab IIIpersentase3
- Page 100 and 101: Pendapatan NegaraBab IIITabel III.6
- Page 102 and 103: Pendapatan NegaraBab IIIBoks III .2
- Page 104 and 105: Pendapatan NegaraBab IIIPada tangga
- Page 106 and 107: Pendapatan NegaraBab IIIAgung terha
- Page 108 and 109: Pendapatan NegaraBab IIIURAIANTabel
- Page 110 and 111: Pendapatan NegaraBab IIIGrafik III.
- Page 112 and 113: Pendapatan NegaraBab IIITingginya p
- Page 114 and 115: Pendapatan NegaraBab IIIpenerimaan
- Page 116 and 117: Pendapatan NegaraBab III3. PNBP Dep
- Page 118 and 119: Pendapatan NegaraBab III6. PNBP Dep
- Page 120 and 121: Pendapatan NegaraBab IIIkenavigasia
- Page 122 and 123: Pendapatan NegaraBab III3.3.2. Perk
- Page 124 and 125: Pendapatan NegaraBab IIIakan mening
- Page 126 and 127: Pendapatan NegaraBab IIIamandemen t
- Page 128 and 129: Pendapatan NegaraBab IIITabel III.1
- Page 130 and 131: Pendapatan NegaraBab IIIPerindustri
- Page 132 and 133: Pendapatan NegaraBab IIIpenerimaan
- Page 134 and 135: Pendapatan NegaraBab IIIPenerimaan
- Page 136 and 137: Pendapatan NegaraBab IIIyang diperk
- Page 138 and 139: Pendapatan NegaraBab IIIPenerimaan
- Page 140 and 141: Pendapatan NegaraBab IIIperhitungan
- Page 142 and 143: Pendapatan NegaraBab IIIIndonesia j
- Page 144 and 145: Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 146 and 147:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 148 and 149:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 150 and 151:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 152 and 153:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 154 and 155:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 156 and 157:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 158 and 159:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 160 and 161:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 162 and 163:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 164 and 165:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 166 and 167:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 168 and 169:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 170 and 171:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 172 and 173:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 174 and 175:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 176 and 177:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 178 and 179:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 180 and 181:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 182 and 183:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 184 and 185:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 186 and 187:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 188 and 189:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 190 and 191:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 192 and 193:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 194 and 195:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 196 and 197:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 198 and 199:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 200 and 201:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 202 and 203:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 204 and 205:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 206 and 207:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 208 and 209:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 210 and 211:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 212 and 213:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 214 and 215:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 216 and 217:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 218 and 219:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 220 and 221:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 222 and 223:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 224 and 225:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 226 and 227:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 228 and 229:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 230 and 231:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 232 and 233:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 234 and 235:
Bab IV Kebijakan Anggaran Belanja P
- Page 236 and 237:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 238 and 239:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 240 and 241:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 242 and 243:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 244 and 245:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 246 and 247:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 248 and 249:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 250 and 251:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 252 and 253:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 254 and 255:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 256 and 257:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 258 and 259:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 260 and 261:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 262 and 263:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 264 and 265:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 266 and 267:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 268 and 269:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 270 and 271:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 272 and 273:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 274 and 275:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 276 and 277:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 278 and 279:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 280 and 281:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 282 and 283:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 284 and 285:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 286 and 287:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 288 and 289:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 290 and 291:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 292 and 293:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 294 and 295:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 296 and 297:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 298 and 299:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 300 and 301:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 302 and 303:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 304 and 305:
Bab VKebijakan Desentralisasi Fiska
- Page 306 and 307:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 308 and 309:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 310 and 311:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 312 and 313:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 314 and 315:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 316 and 317:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 318 and 319:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 320 and 321:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 322 and 323:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 324 and 325:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 326 and 327:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 328 and 329:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 330 and 331:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 332 and 333:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 334 and 335:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 336 and 337:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 338 and 339:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 340 and 341:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 342 and 343:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 344 and 345:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 346 and 347:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 348 and 349:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 350 and 351:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 352 and 353:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 354 and 355:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 356 and 357:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 358 and 359:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 360 and 361:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 362 and 363:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 364 and 365:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 366 and 367:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 368 and 369:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 370 and 371:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 372 and 373:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 374 and 375:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 376 and 377:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 378 and 379:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 380 and 381:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 382 and 383:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 384 and 385:
Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran,
- Page 386 and 387:
Lampiran 1Lampiran 1RINGKASAN ANGGA
- Page 388 and 389:
Lampiran 3Lampiran 3PENERIMAAN NEGA
- Page 390 and 391:
Lampiran 5Lampiran 5BELANJA PEMERIN
- Page 392 and 393:
Lampiran 6KODE ORGANISASI JUMLAH(1)
- Page 394 and 395:
Lampiran 6KODE ORGANISASI JUMLAH(1)
- Page 396 and 397:
Lampiran 6KODE ORGANISASI JUMLAH(1)
- Page 398 and 399:
Lampiran 6KODE ORGANISASI JUMLAH(1)
- Page 400 and 401:
Lampiran 6KODE ORGANISASI JUMLAH(1)
- Page 402 and 403:
Lampiran 6KODE ORGANISASI JUMLAH(1)
- Page 404 and 405:
Lampiran 6KODE ORGANISASI JUMLAH(1)
- Page 406 and 407:
Lampiran 7KODE FUNGSI/SUB FUNGSI JU
- Page 408:
Lampiran 9Lampiran 9PEMBIAYAAN DEFI