21.11.2014 Views

fathul-baari-1-syarah-hadits-bukhari

fathul-baari-1-syarah-hadits-bukhari

fathul-baari-1-syarah-hadits-bukhari

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

sebagaimana dijelaskan dalam sebuah <strong>hadits</strong>, "Barang siapa melakukan<br />

hijrah... " Dengan demikian lafazh yang dihilangkan menunjukkan isim<br />

fa 'U dan fi 'U. Kemudian lafazh 'amal (perbuatan) mencakup perkataan<br />

(lisan). Ibnu Daqiq Al Td berkata, "Sebagian ulama mengatakan, bahwa<br />

perkataan tidak termasuk dalam perbuatan. Pendapat ini adalah pendapat<br />

yang salah, karena bagi saya <strong>hadits</strong> ini telah memberi penjelasan bahwa<br />

perkataan termasuk perbuatan. Karena sikap seseorang yang meninggalkan<br />

sesuatu dapat juga dikategorikan dalam perbuatan, meskipun hanya<br />

menahan diri untuk tidak melakukan suatu perbuatan."<br />

Memang akan terjadi suatu kontradiksi bagi orang yang<br />

mengatakan, bahwa perkataan adalah suatu perbuatan, ketika menjumpai<br />

orang yang bersumpah untuk tidak mengerjakan suatu perbuatan, tapi<br />

orang itu tetap berbicara. Di sini saya katakan, bahwa masalah sumpah<br />

sangat tergantung kepada kebiasaan ('urf), sedangkan perkataan menurut<br />

kebiasaan bukan termasuk perbuatan. Adapun pendapat yang benar,<br />

adalah secara hakikat perkataan tidak termasuk dalam perbuatan, akan<br />

tetapi secara majaz (kiasan) perkataaan termasuk dalam perbuatan,<br />

berdasarkan firman Allah, "Seandainya Allah menginginkan maka<br />

mereka tidak akan melakukannya." dimana ayat tersebut berada setelah<br />

ayat zukhrufal qauli (perkataan yang indah), (yaitu sebagian manusia ada<br />

yang membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indahindah<br />

dengan maksud menipu -ed.)<br />

Ibnu Daqiq Al 'Id berkata, "Orang yang mensyaratkan niat dalam<br />

suatu perbuatan, maka kalimat yang dihapus dalam <strong>hadits</strong> tersebut<br />

diperkirakan adalah kalimat shihhatat a 'maali (sahnya perbuatan), dan<br />

bagi yang tidak mensyaratkan niat, ia memperkirakan kalimat kamaalal<br />

a'maali (kesempurnaan perbuatan). Adapun pendapat yang paling kuat<br />

adalah pendapat pertama.<br />

Sebagian ulama tidak mensyaratkan niat dalam melakukan suatu<br />

perbuatan. Perbedaan tersebut bukan pada tujuannya tapi hanya pada<br />

sarana atau wasilahnya saja, maka madzhab Hanafi tidak mensyaratkan<br />

niat dalam wudhu, demikian juga Al Auza'i tidak mensyaratkan niat<br />

dalam tayammum. Memang diantara ulama terjadi perbedaan pendapat<br />

dalam masalah ini, namun inti perbedaan terletak pada apakah niat harus<br />

disertakan dalam permulaan suatu perbuatan atau tidak, sebagaimana<br />

yang diterangkan dalam pembahasan fikih.<br />

Ji dalam lafazh o 1 —S' diakhiri dengan dhamir (kata ganti), yaitu<br />

^ Ji—^V' (amal perbuatan adalah tergantung niatnya). Dengan<br />

20 — FATHUL BAARI

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!