21.11.2014 Views

fathul-baari-1-syarah-hadits-bukhari

fathul-baari-1-syarah-hadits-bukhari

fathul-baari-1-syarah-hadits-bukhari

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

itu. mereka akan memasrahkan diri." Nabi bersabda. "Maka tolak saja<br />

<strong>hadits</strong>nya. "<br />

Kasus ini masuk dalam kategori dipakainya pendapat Umar oleh<br />

Rasul. Hadits ini juga menjelaskan diperbolehkannya berijtihad di depan<br />

Nabi SAW. Sebagian ulama Mutakallimin dari Asyari menyimpulkan<br />

dari perkataan beliau,<br />

''^4^ bahwa seorang hamba memiliki pilihan atas<br />

kelakuannya, walaupun Allah telah mengetahui sebelumnya<br />

akan dia pilih.<br />

apa yang<br />

yy U* (Ketika kematiannya) atau kematian Muadz. Yang aneh Al<br />

Karmani mengatakan, bahwa ada kemungkinan kata gantinya ditujukan<br />

kepada Rasulullah. Menurut pendapat saya, kata ganti (dhamir) tersebut<br />

ditujukan kepada Muadz, seperu yang diriwayatkan Ahmad dengan<br />

sanad shahih dari Jabir bin Abdullah Al Anshari. Dia berkata, "Bentahu<br />

aku siapa yang menyaksikan perkataan Muadz ketika akan meninggal "<br />

Dia mengatakan, "Saya mendengar dari Rasulullah SAW sebuah <strong>hadits</strong><br />

yang tidak dilarang bagi sava untuk menyampaikannya kepada kalian<br />

kecuali beliau takut kalian akan pasrah diri... j' maka disebutkan <strong>hadits</strong><br />

ini.<br />

i—Ifc (Takut dosa) atau takut terjerumus ke dalam dosa. I lal ini<br />

telah diterangkan dalam <strong>hadits</strong> permulaan wahyu dalam perkataan<br />

Nabi,.u^ (menjauhkan diri dari berbuat dosa)<br />

Dosa yang dimaksud di atas adalah karena menyembunyikan<br />

pengetahuan (<strong>hadits</strong>). Perbuatan Muad/ tersebut menunjukkan bahwa<br />

larangan menyebarkan <strong>hadits</strong> mi hanyalah sebagai sikap hati-hati. bukan<br />

pengharaman. Jika tidak, kenapa Muad? memberitahukan <strong>hadits</strong> ini pada<br />

akhir hayatnya. Atau larangan menyampaikan <strong>hadits</strong> terkait dengan sikap<br />

skeptis, inakanya Muadz memberitahukan <strong>hadits</strong> mi kepada orang yang<br />

dia percaya tidak akan bersikap begitu Jika demikian apabila kaitannya<br />

tidak ada, maka yang dikaitkanpun tidak berfungsi lagi. Pendapat<br />

pertama lebih mengenai sasaran, karena Muadz menunda menyampaikan<br />

<strong>hadits</strong> hingga dekat w afatny a.<br />

Qadhi lyadh berpendapat. "Barangkali Muadz tidak memahami<br />

larangan yang ada dalam <strong>hadits</strong> tersebut, hingga dia hanya menunda<br />

keinginan penyebarluasan <strong>hadits</strong> kepada mereka." Menurut sava, riwayat<br />

berikut ini secara tegas menunjukkan larangan, dan vang tepat adalah<br />

pendapat pertama.<br />

Hadits ini menjelaskan diperbolehkannva berboncengan dan<br />

tawadhu' (rendah hati) seperti Rasulullah SAW. karena beliau bersedia<br />

uiituk duduk satu kendaraan dengan Muadz. Juga menjelaskan keilmuan<br />

436 — FATHUL BAARI

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!