21.11.2014 Views

fathul-baari-1-syarah-hadits-bukhari

fathul-baari-1-syarah-hadits-bukhari

fathul-baari-1-syarah-hadits-bukhari

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

mana dengan banyaknya pahala tersebut, maka derajat seseorang akan<br />

terangkat. Derajat yang tinggi mempunyai dua konotasi, yaitu<br />

maknawiyah di dunia dengan memperoleh kedudukan yang tinggi dan<br />

reputasi yang bagus, dan Hissiyyah di akhirat dengan kedudukan yang<br />

tinggi di surga.<br />

Dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Nafi'bin Abdul Harits<br />

Al Khuza'i (pegawai Umar di Makkah), bahwa dia bertemu dengannya di<br />

Usfan dan berkata, "Siapakah yang memimpin kamu?" Ia menjawab,<br />

"Yang memimpin segala urusanku adalah Ibnu Abza, hamba sahaya<br />

kami." Umar berkata, "Apakah kamu menjadikan seorang hamba sahaya<br />

sebagai pemimpin?" Ia menjawab, "Dia adalah seorang yang ahli dalam<br />

kitab Allah (Al Qur'an) dan ilmu Faraidh (ilmu waris)." Maka Umar pun<br />

berkata, "Sesungguhnya Nabi kamu sekalian telah menyatakan,<br />

"Sesungguhnya Allah telah mengangkat derajat suatu kaum dan<br />

menghinakan kaum yang lain dengan kitab ini (Al Quran)" Dalam<br />

sebuah riwayat dari Zaid bin Aslam menafsirkan firman Allah, "Kami<br />

(Allah) meninggikan derajat orang yang Kami kehendaki," dengan Ilmu.<br />

i i '<br />

i lip gr—' J J (Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku ilmu<br />

pengetahuan). Ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan keutamaan<br />

ilmu pengetahuan, karena Allah tidak pernah memerintahkan kepada<br />

Nabi-Nya untuk mencari sesuatu kecuali menuntut ilmu. Yang dimaksud<br />

dengan ilmu di sini adalah, ilmu-ilmu syariat yang berfungsi untuk<br />

menjelaskan apa-apa yang wajib bagi seorang mukallaf tentang urusan<br />

agama yang meliputi ibadah, muamalah, ilmu tentang Allah dan sifatsifat-Nya<br />

baik yang wajib maupun yang mustahil bagi-Nya yang<br />

semuanya itu terdapat dalam kitab tafsir, <strong>hadits</strong> dan fikih.<br />

Jika ada pertanyaan, "Mengapa Imam Bukhari tidak<br />

mencantumkan <strong>hadits</strong> dalam bab ini?" jawabnya, bisa jadi 2 ayat ini<br />

sudah cukup untuk dijadikan sebagai penjelasan. Atau disebutkannya<br />

<strong>hadits</strong> Ibnu Umar dalam bab setelah ini merupakan perbuatan beberapa<br />

perawi. Dalam pendapat tersebut ada yang harus diperhatikan dan akan<br />

kita terangkan kemudian, insya Allah.<br />

Al Karmani menukilkan dari beberapa ahli Syam, bahwa susunan<br />

bab dalam Shahih Bukhari ini dan penghapusan yang dilakukan olehnya<br />

bisa jadi disebabkan karena dia akan menggantikannya. Sedangkan<br />

beberapa pakar Irak mengatakan, bahwa <strong>hadits</strong> yang tidak disebutkan<br />

setelah penyebutan judul, adalah karena <strong>hadits</strong> tersebut tidak sesuai<br />

dengan syarat Bukhari."<br />

Menurut saya, apa yang dilakukan oleh Imam Bukhari memang<br />

sudah sepantasnya, dimana ia tidak menyebutkan ayat atau riwayat<br />

<strong>hadits</strong>. Jika ada ayat atau atsar yang dicantumkan dalam judul, maka ayat<br />

FATHUL BAARI — 263

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!