21.11.2014 Views

fathul-baari-1-syarah-hadits-bukhari

fathul-baari-1-syarah-hadits-bukhari

fathul-baari-1-syarah-hadits-bukhari

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Riwayat dari Nasa'i hampir sama dengan riwayat yang ada di<br />

atas, hanya saja beliau menggunakan kata "Azlafahaa". Menurut Al<br />

Khaththabi kedua bentuk tersebut memiliki satu arti, yaitu yang telah<br />

lewat.<br />

Dalam kitab Al Jami' disebutkan bahwa kata "Az-Zulfaa"<br />

(perbuatan yang telah lalu) dapat dipergunakan baik dalam kebaikan<br />

maupun keburukan. Dalam kitab Al Masyariq dikatakan, "Zalafa " berarti<br />

mengumpulkan atau mencari (Jama'a au Kasaba). Arti ini mencakup<br />

hal-hal yang baik dan buruk. Sedangkan arti "Qurbah " (mendekati)<br />

hanya untuk hal-hal yang baik saja. Dari sini, maka riwayat-riwayat<br />

selain Ahu Dzarr menjadi kuat dan hanya perkataan Al Khaththabi saja<br />

yang menguatkan riwayat Abu Dzarr tersebut.<br />

Dalam semua riwayat disebutkan, lafazh yang dihilangkan oleh<br />

Bukhari adalah masalah pencatatan kebaikan yang dilakukan seseorang<br />

sebelum masuk Islam. Dalam sebuah riwayat disebutkan "Kataballahu "<br />

(Allah telah mencatat), maksudnya Allah menyuruh malaikat untuk<br />

mencatatnya.<br />

Imam Daruquthni juga meriwayatkan dari jalur Zaid bin Syu'aib<br />

dari Malik dengan lafazh,<br />

:^-'^4 & Jyi (Allah mengatakan kepada<br />

para malaikatnya, "Catatlah!"). Ada yang berpendapat bahwa Imam<br />

Bukhari sengaja menghilangkan kalimat yang diriwayatkan oleh perawiperawi<br />

lainnya, karena kalimat tersebut bertentangan dengan kaidah yang<br />

telah disepakati.<br />

Al Mazari berkata, "Upaya mendekatkan diri yang dilakukan oleh<br />

orang kafir tidak dapat diterima, maka perbuatan shalih yang telah<br />

dilakukannya dalam kondisi syirik tidak akan mendapat pahala. Hal itu<br />

disebabkan karena salah satu dari syarat orang yang melakukan<br />

pendekatan diri adalah harus mengetahui siapa yang didekatinya. Dalam<br />

hal ini, orang kafir tidak termasuk dalam golongan tersebut."<br />

Pendapat ini didukung oleh Qadhi Iyadh dan dianggap lemah oleh<br />

Imam Nawawi. Beliau berkata, "Pendapat yang didukung oleh para<br />

ulama adalah pendapat yang menyatakan bahwa seorang kafir yang telah<br />

melakukan kebaikan seperti sedekah atau silaturahim kemudian ia masuk<br />

Islam dan meninggal dalam keislamannya, maka pahala atas seluruh<br />

kebaikannya akan diberikan. Oleh karena itu, pernyataan bahwa pendapat<br />

tersebut bertentangan dengan kaidah tidak dapat diterima, karena telah<br />

disepakati bahwa jika seorang kafir telah membayar kafarat zhihar<br />

misalnya, maka ketika masuk Islam ia tidak diwajibkan untuk<br />

mengulanginya kembali."<br />

Dalam hal ini, pendapat yang benar adalah bahwa pemberian<br />

pahala kepada seseorang yang telah memeluk Islam sebagai karunia dari<br />

FATHUL BAARI — 179

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!