21.11.2014 Views

fathul-baari-1-syarah-hadits-bukhari

fathul-baari-1-syarah-hadits-bukhari

fathul-baari-1-syarah-hadits-bukhari

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

JJ—^ ji *Jj 'rJJ f) atau j' sSri J^J. Dalam riwayat Abu Daud<br />

juga seperti itu, akan tetapi dengan membuang kata jf.<br />

Jika ada sebuah pertanyaan, "Bagaimanakah cara menggabungkan<br />

antara riwayat ini dengan larangan bersumpah yang menggunakan<br />

nama orang tua?" Jawabnya, bahwa hal itu dilakukan Rasulullah SAW<br />

sebelum turunnya larangan tersebut, atau karena kalimat tersebut<br />

merupakan perkataan yang sering digunakan tanpa ada maksud<br />

bersumpah, seperti halnya perkataan mereka "Aqari "atau "Halagi"yang<br />

berarti semoga Allah menghinakannya. Bisa juga karena pembuangan<br />

kata rabbun (Tuhan), sehingga asal kalimat tersebut adalah (dan demi<br />

Tuhan ayahnya). Kemudian ada yang berpendapat bahwa kalimat<br />

tersebut termasuk dalam kategori kalimat khusus, oleh karena itu masih<br />

membutuhkan adanya dalil.<br />

Imam Suhaili meriwayatkan dari syaikhnya bahwa ia berkata,<br />

"Hal tersebut merupakan tashhiif (salah penulisan), dan yang benar<br />

adalah wallahi (dan demi Allah)."<br />

Imam Qurthubi membantah pendapat tersebut dan berkata,<br />

"Riwayat-riwayat tersebut adalah riwayat yang shahih." Sedangkan Al<br />

Qarafi keliru ketika menyatakan riwayat dengan lafazh "Wa Abiihi",<br />

dengan alasan bahwa riwayat tersebut tidak ditemukan dalam kitab Al<br />

Muwaththa'. Agaknya beliau belum puas dengan jawaban yang ada<br />

sehingga ia mencari kesalahan dari segi riwayatnya, padahal riwayat<br />

tersebut termasuk riwayat yang tidak diragukan lagi kebenarannya.<br />

Adapun jawaban yang paling kuat adalah dua jawaban yang pertama.<br />

Ibnu Baththal berpendapat, bahwa perkataan Rasulullah jj £dii<br />

mengindikasikan bahwa jika orang tersebut tidak melaksanakan<br />

kewajiban-kewajibannya maka ia tidak akan beruntung, berbeda dengan<br />

pendapat golongan Murji'ah.<br />

jika ada pertanyaan, "Bagaimana seseorang dapat beruntung atau<br />

selamat hanya dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban yang<br />

disebutkan, padahal dalam <strong>hadits</strong> tersebut tidak disebutkan laranganlarangan?"<br />

Dalam hal ini Ibnu Baththal menjawab, bahwa -mungkin-<br />

Rasulullah mengatakan hal tersebut sebelum disyariatkannya laranganlarangan.<br />

Jawaban ini sangatlah aneh, karena Ibnu Baththal berkeyakinan<br />

bahwa si penanya adalah Dhammam, seorang utusan yang menghadap<br />

Rasulullah pada tahun ke-5 hijriyah bahkan ada yang mengatakan setelah<br />

itu. Padahal banyak larangan yang telah disyariatkan sebelum itu.<br />

Adapun pendapat yang benar adalah, bahwa larangan-larangan tersebut<br />

198 — FATHUL BAARI

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!