15.04.2023 Views

Kisah Spiritual dua Kota

Para rohaniwan dan para bangsawan dipaksa menyerah kepada kekejaman rakyat yang sudah bangkit naik pitam itu. Kehausan mereka untuk membalas dendam dirangsang oleh kematian raja; dan dia yang mendekritkan kematiannya, segera juga menyusul ke tiang gantungan pembakaran. Suatu pembunuhan umum atas semua yang dicurigai memusuhi Revolusi telah ditetapkan. Penjara-penjara penuh sesak, pada suatu waktu berisi lebih dari dua ratus ribu orang tawanan. Kota-kota kerajaan itu dipenuhi horor. Satu golongan atau kelompok revolusionis melawan golongan atau kelompok lain. Dan Perancis menjadi medan persaingan massa, digoncang oleh kekejaman hawa nafsu mereka. “Di Paris huru-hara dan kerusuhan susul menyusul, dan penduduk terbagi-bagi dalam faksi-faksi, yang tampaknya tidak ada maksud lain selain saling membinasakan atau menyingkirkan.” Dan sebagai tambahan kepada penderitaan umum, bangsa ini menjadi terlibat dalam perang yang berkepanjangan yang paling merusakkan, dengan kekuasaan-kekuasaan besar. “Negara itu hampir-hampir bangkrut. Tentara berteriak karena tunggakan gaji mereka, orang-orang Paris kelaparan, daerah-daerah diporak-porandakan oleh perampok-perampok, dan peradaban hampir dilenyapkan dalam kekacauan dan kebebasan.”

Para rohaniwan dan para bangsawan dipaksa menyerah kepada kekejaman rakyat yang sudah bangkit naik pitam itu. Kehausan mereka untuk membalas dendam dirangsang oleh kematian raja; dan dia yang mendekritkan kematiannya, segera juga menyusul ke tiang gantungan pembakaran. Suatu pembunuhan umum atas semua yang dicurigai memusuhi Revolusi telah ditetapkan. Penjara-penjara penuh sesak, pada suatu waktu berisi lebih dari dua ratus ribu orang tawanan. Kota-kota kerajaan itu dipenuhi horor. Satu golongan atau kelompok revolusionis melawan golongan atau kelompok lain. Dan Perancis menjadi medan persaingan massa, digoncang oleh kekejaman hawa nafsu mereka. “Di Paris huru-hara dan kerusuhan susul menyusul, dan penduduk terbagi-bagi dalam faksi-faksi, yang tampaknya tidak ada maksud lain selain saling membinasakan atau menyingkirkan.” Dan sebagai tambahan kepada penderitaan umum, bangsa ini menjadi terlibat dalam perang yang berkepanjangan yang paling merusakkan, dengan kekuasaan-kekuasaan besar. “Negara itu hampir-hampir bangkrut. Tentara berteriak karena tunggakan gaji mereka, orang-orang Paris kelaparan, daerah-daerah diporak-porandakan oleh perampok-perampok, dan peradaban hampir dilenyapkan dalam kekacauan dan kebebasan.”

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>Kisah</strong> <strong>Spiritual</strong> Dua <strong>Kota</strong><br />

pekerjaan itu telah dilakukan melebihi kemampuannya sendiri. Ia tidak bermaksud mengambil<br />

posisi seperti yang ia lakukan, atau melakukan perobahan yang radikal. Ia telah menjadi alat<br />

ditangan Yang Mahakuasa. Namun ia sering gemetar melihat akibat dari pekerjaannya. Ia<br />

pernah berkata, "Jikalau saya tahu bahwa ajaran saya menyakiti seseorang, seorang sajapun,<br />

betapaun rendahnya dan tidak terkenal -- yang tidak mungkin, karena itulah Injil itu sendiri, --<br />

lebih baik saya mati sepuluh kali dari pada menariknya kembali." -- Idem, b. 9, Ch. 7.<br />

Dan sekarang Wittenberg sendiri, pusat pembaharuan, jatuh dengan segera kedalam kuasa<br />

kefanatikan dan pelanggaran hukum. Keadaan yang mengerikan ini tidak disebabkan oleh<br />

ajaran Luther, tetapimusuh-musuhnya diseluruh Jerman menuduhkan hal itu kepadanya. Dalam<br />

penderitaan batin, kadang-kadang ia bertanya, "Inikah akhir daripekerjaan besar Pembaharuan<br />

ini?." -- Idem, b. 9, Ch. 7. Sekali lagi, sementara ia bergumul dengan Allah didalam doa,<br />

kedamaian mengalir kedalam hatinya. "Ini bukanlah pekerjaanku, tetapi pekerjaan-Mu,"<br />

katanya, "Engkau tidak akan membiarkannya dilanda oleh ketakhyulan dan kefanatikan." Tetapi<br />

ia pikir, tinggal lebih lama diluar pertentangan seperti kemelut ini, menjadi tidak memperoleh<br />

dukungan Allah, sebab itu, ia memutuskan untuk kembali ke Wittenberg.<br />

Tanpa bertangguh ia mulai mengadakan perjalanan yang berbahaya. Ia berada dalam<br />

larangan meninggalkan kekaisaran. Musuh-musuhnya bebas membunuhnya; sahabatsahabatnya<br />

dilarang untuk membantunya atau memberi perlindungan kepadanya. Pemerintah<br />

memberlakukan peraturan yang ketat terhadap para pengikutnya. Tetapi ia melihat bahwa<br />

pekerjaan Injil sedang terancam bahaya, dan dalam nama Tuhan ia pergi berperang tanpa takut<br />

demi kebenaran. Dalam suratnya kepada penguasa Saxony, setelah menyatakan maksudnya<br />

untuk meninggalkan Wartburg, Luther berkata, "Kiranya yang mulia mengetahui bahwa saya<br />

pergi ke Wittenberg dibawah perlindungan yang lebih tinggi dari para pangeran dan para<br />

penguasa. Saya tidak berpikir untuk memohon dukungan dan perlindungan yang mulia. Saya<br />

sendiri ingin melindungi yang mulia. Kalau saya tahu yang mulia dapat dan mau melindungi<br />

saya, saya sama sekali tidak mau pergi ke Wittenberg. Tak ada pedang yang dapat melanjutkan<br />

pekerjaan ini. Allah sendiri yang harus melakukan segalanya, tanpa pertolongan atau<br />

persetujuan manusia. Dia yang mempunyai iman yang paling besar ialah dia yang paling<br />

mampu melindungi." -- D'Aubigne, b, Ch. 8.<br />

Dalam surat yang ke<strong>dua</strong>, yang ditulis dalam perjalanan ke Wittenberg, Luther<br />

menambahkan, "Saya sudah siap untuk mendatangkan ketidak-senangan yang mulia dan<br />

kemarahan seluruh dunia. Bukankah penduduk Wittenberg adalah domba-dombaku? Bukankah<br />

Allah telah mempercayakan mereka kepadaku? Dan bukankah saya harus, kalau perlu,<br />

menyerahkan nyawaku demi mereka? Selain itu, saya khawatir pecahnya peperangan di Jerman,<br />

oleh mana Allah menghukum bangsa kita." -- idem, b. 9, Ch. 8. Dengan sangat hati-hati dan<br />

dengan rendah hati, namun dengan ketetapan dan keteguhan, ia memasuki pekerjaannya. "Oleh<br />

Firman," katanya, "kita harus menggulingkan dan memusnahkan apa yang telah dibangun<br />

dengan kekerasan. Saya tidak akan menggunakan kekerasan melawan ketakhyulan dan ketidakpercayaan<br />

… Tak seorangpun yang harus dipaksa. Kebebasan adalah inti iman." -- Idem, b. 9,<br />

Ch. 8.<br />

121

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!