15.04.2023 Views

Kisah Spiritual dua Kota

Para rohaniwan dan para bangsawan dipaksa menyerah kepada kekejaman rakyat yang sudah bangkit naik pitam itu. Kehausan mereka untuk membalas dendam dirangsang oleh kematian raja; dan dia yang mendekritkan kematiannya, segera juga menyusul ke tiang gantungan pembakaran. Suatu pembunuhan umum atas semua yang dicurigai memusuhi Revolusi telah ditetapkan. Penjara-penjara penuh sesak, pada suatu waktu berisi lebih dari dua ratus ribu orang tawanan. Kota-kota kerajaan itu dipenuhi horor. Satu golongan atau kelompok revolusionis melawan golongan atau kelompok lain. Dan Perancis menjadi medan persaingan massa, digoncang oleh kekejaman hawa nafsu mereka. “Di Paris huru-hara dan kerusuhan susul menyusul, dan penduduk terbagi-bagi dalam faksi-faksi, yang tampaknya tidak ada maksud lain selain saling membinasakan atau menyingkirkan.” Dan sebagai tambahan kepada penderitaan umum, bangsa ini menjadi terlibat dalam perang yang berkepanjangan yang paling merusakkan, dengan kekuasaan-kekuasaan besar. “Negara itu hampir-hampir bangkrut. Tentara berteriak karena tunggakan gaji mereka, orang-orang Paris kelaparan, daerah-daerah diporak-porandakan oleh perampok-perampok, dan peradaban hampir dilenyapkan dalam kekacauan dan kebebasan.”

Para rohaniwan dan para bangsawan dipaksa menyerah kepada kekejaman rakyat yang sudah bangkit naik pitam itu. Kehausan mereka untuk membalas dendam dirangsang oleh kematian raja; dan dia yang mendekritkan kematiannya, segera juga menyusul ke tiang gantungan pembakaran. Suatu pembunuhan umum atas semua yang dicurigai memusuhi Revolusi telah ditetapkan. Penjara-penjara penuh sesak, pada suatu waktu berisi lebih dari dua ratus ribu orang tawanan. Kota-kota kerajaan itu dipenuhi horor. Satu golongan atau kelompok revolusionis melawan golongan atau kelompok lain. Dan Perancis menjadi medan persaingan massa, digoncang oleh kekejaman hawa nafsu mereka. “Di Paris huru-hara dan kerusuhan susul menyusul, dan penduduk terbagi-bagi dalam faksi-faksi, yang tampaknya tidak ada maksud lain selain saling membinasakan atau menyingkirkan.” Dan sebagai tambahan kepada penderitaan umum, bangsa ini menjadi terlibat dalam perang yang berkepanjangan yang paling merusakkan, dengan kekuasaan-kekuasaan besar. “Negara itu hampir-hampir bangkrut. Tentara berteriak karena tunggakan gaji mereka, orang-orang Paris kelaparan, daerah-daerah diporak-porandakan oleh perampok-perampok, dan peradaban hampir dilenyapkan dalam kekacauan dan kebebasan.”

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>Kisah</strong> <strong>Spiritual</strong> Dua <strong>Kota</strong><br />

kesalahannya juga dipersalahkan. Jika laki-laki, dibunuh dengan pedang, dan jika wanita,<br />

dikubur hidup-hidup. Ribuan orang binasa di bawah pemerintahan Charles dan Philip II.<br />

Pada suatu waktu seluruh anggota suatu keluarga dibawa ke hadapan pemeriksa, dituduh<br />

menghindari upacara misa, dan berbakti di rumah. Pada pemeriksaan ini, yang biasanya<br />

dilakukan dengan rahasia, anak yang paling muda menjawab, “Kami bertelut berdoa, kiranya<br />

Allah menerangi pikiran kami dan mengampuni dosa-dosa kami. Kami berdoa bagi pemerintah<br />

kami, kiranya pemerintahannya makmur, sejahtera dan hidupnya berbahagia. Kami berdoa bagi<br />

hakim-hakim kami, semoga Allah melindunginya.”—Wyliee, b. 18, psl. 6. Sebagian dari para<br />

hakim yang mendengarnya sangat terkesan, namun sang ayah dan seorang dari anak-anaknya<br />

dihukum mati di tiang gantungan.<br />

Kemarahan para penganiaya diimbangi iman para syuhada. Bukan hanya para lelaki, tetapi<br />

juga perempuan cantik yang lemah lembut dan wanitawanita muda menunjukkan keberanian<br />

yang pantang mundur. “Para isteri berdiri di samping tiang gantungan suaminya, dan sementara<br />

suami menahan api yang membakarnya, mereka membisikkan kata-kata penghiburan, atau<br />

menyanyikan lagu-lagu pujian untuk memberi semangat.” “Wanitawanita muda memasuki<br />

lubang kubur mereka seolah-olah mereka memasuki kamar mereka pada waktu mau tidur<br />

malam, atau pergi ke tempat pembakaran dengan memakai pakaian terbagusnya seolah-olah<br />

mereka mau pergi ke pesta pernikahannya.”—Ibid.<br />

Seperti pada waktu kekafiran berusaha membinasakan Injil, darah orangorang Kristen itu<br />

menjadi benih kabar Injil “—Lihat Tertullian’s “Apology,” Alinea 50. Penganiayaan menambah<br />

jumlah orang-orang yang bersaksi bagi kebenaran. Tahun demi tahun raja semakin gusar oleh<br />

tekad orang-orang yang tak tertundukkan itu, lalu berusaha meningkatkan usahausaha kejamnya,<br />

tetapi hasilnya sia-sia. Di bawah William dari Orange, akhimya Revolusi membawa kebebasan<br />

beribadat kepada Allah bagi negeri Belanda. Di Pegunungan Piedmont, di dataran Perancis dan<br />

pantai-pantai Negeri Belanda, kemajuan pekabaran Injil ditandai dengan<br />

pertumpahanpertumpahan darah murid-murid Injil. Tetapi di negeri-negeri di sebelah utara, Injil<br />

itu masuk dengan aman. Para mahasiswa dari Wittenberg, yang kembali ke kampung<br />

halamannya, membawa iman yang diperbarui itu ke Skandinavia. Penerbitan tulisan-tulisan<br />

Luther juga menyebarkan terang kebenaran itu. Orang-orang utara yang sederhana dan keras<br />

berbalik dari kebejatan, kemegahan dan ketakhyulan Roma, dan menyambut kemurnian,<br />

kesederhanaan dan kebenaran yang memberi kehidupan Alkitab.<br />

Tausen, “Sang Pembaru Denmark,” adalah anak seorang petani. Sejak kecil ia sudah<br />

menunjukkan intelektual yang keras. Ia haus akan pendidik an, tetapi keinginannya ini tidak<br />

terpenuhi oleh karena keadaan orangtuanya. Kemudian ia memasuki sebuah biara. Di sini,<br />

kemurnian hidupnya dengan kemajuan dan kesetiaan menjadikannya disenangi oleh atasannya.<br />

Ujian menunjukkan bahwa ia mempunyai bakat yang menjanjikan pelayanan yang baik bagi<br />

gereja di masa yang akan datang. Diputuskan untuk menyekolahkannya di salah satu universitas<br />

di Jerman atau di Nederland. Pemuda ini diizinkan memilih sendiri sekolah yang ia sukai<br />

dengan satu syarat, bahwa ia tidak boleh pergi ke Wittenberg. Para sarjana gereja tidak boleh<br />

dipengaruhi oleh racun bidat. Demikianlah kata para biarawan itu.<br />

158

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!