15.04.2023 Views

Kisah Spiritual dua Kota

Para rohaniwan dan para bangsawan dipaksa menyerah kepada kekejaman rakyat yang sudah bangkit naik pitam itu. Kehausan mereka untuk membalas dendam dirangsang oleh kematian raja; dan dia yang mendekritkan kematiannya, segera juga menyusul ke tiang gantungan pembakaran. Suatu pembunuhan umum atas semua yang dicurigai memusuhi Revolusi telah ditetapkan. Penjara-penjara penuh sesak, pada suatu waktu berisi lebih dari dua ratus ribu orang tawanan. Kota-kota kerajaan itu dipenuhi horor. Satu golongan atau kelompok revolusionis melawan golongan atau kelompok lain. Dan Perancis menjadi medan persaingan massa, digoncang oleh kekejaman hawa nafsu mereka. “Di Paris huru-hara dan kerusuhan susul menyusul, dan penduduk terbagi-bagi dalam faksi-faksi, yang tampaknya tidak ada maksud lain selain saling membinasakan atau menyingkirkan.” Dan sebagai tambahan kepada penderitaan umum, bangsa ini menjadi terlibat dalam perang yang berkepanjangan yang paling merusakkan, dengan kekuasaan-kekuasaan besar. “Negara itu hampir-hampir bangkrut. Tentara berteriak karena tunggakan gaji mereka, orang-orang Paris kelaparan, daerah-daerah diporak-porandakan oleh perampok-perampok, dan peradaban hampir dilenyapkan dalam kekacauan dan kebebasan.”

Para rohaniwan dan para bangsawan dipaksa menyerah kepada kekejaman rakyat yang sudah bangkit naik pitam itu. Kehausan mereka untuk membalas dendam dirangsang oleh kematian raja; dan dia yang mendekritkan kematiannya, segera juga menyusul ke tiang gantungan pembakaran. Suatu pembunuhan umum atas semua yang dicurigai memusuhi Revolusi telah ditetapkan. Penjara-penjara penuh sesak, pada suatu waktu berisi lebih dari dua ratus ribu orang tawanan. Kota-kota kerajaan itu dipenuhi horor. Satu golongan atau kelompok revolusionis melawan golongan atau kelompok lain. Dan Perancis menjadi medan persaingan massa, digoncang oleh kekejaman hawa nafsu mereka. “Di Paris huru-hara dan kerusuhan susul menyusul, dan penduduk terbagi-bagi dalam faksi-faksi, yang tampaknya tidak ada maksud lain selain saling membinasakan atau menyingkirkan.” Dan sebagai tambahan kepada penderitaan umum, bangsa ini menjadi terlibat dalam perang yang berkepanjangan yang paling merusakkan, dengan kekuasaan-kekuasaan besar. “Negara itu hampir-hampir bangkrut. Tentara berteriak karena tunggakan gaji mereka, orang-orang Paris kelaparan, daerah-daerah diporak-porandakan oleh perampok-perampok, dan peradaban hampir dilenyapkan dalam kekacauan dan kebebasan.”

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>Kisah</strong> <strong>Spiritual</strong> Dua <strong>Kota</strong><br />

penghormatan dan penghargaan sangat didambakan. Dan pekerjaan yang cocock untuk seorang<br />

hamba ini sangat melukai perasaan alamiahnya. Te-tapi dengan tabah dan sabar ia bertahan<br />

dalam pekerjaan yang merendah-kan diri ini, sebab ia percaya bahwa hal itu diperlukan oleh<br />

sebab dosadosanya.<br />

Setiap saat di waktu senggangnya ia gunakan untuk belajar, sehingga mengurangi tidurnya,<br />

bahkan sebagian menghabiskan waktu untuk makan yang tidak mencukupi itu. Di atas<br />

segalanya yang lain, ia bersuka cita mempelajari firman Allah. Ia menemukan sebuah Alkitab<br />

yang dirantai ke dinding biara, dan untuk ini ia sering pergi ke situ. Sementara keyakinannya<br />

mengenai dosa semakin mendalam, ia mulai mencari pengampunan dan kedamaian atas<br />

usahanya sendiri. Ia menghidupkan suatu kehidupan yang ketat, dengan berpuasa, berjaga dan<br />

berdoa sepanjang malam, dan menyiksa diri untuk menundukkan keadaannya yang jahat, yang<br />

untuk ini kehidupan biara tidak dapat membebaskannya. Ia tidak segan-segan berkorban,<br />

dengan harapan, mudah-mudahan oleh itu ia memperoleh kesucian hati yang akan<br />

menyanggupkannya berdiri berkenan di hadapan Allah. “Sesungguhnya saya adalah seorang<br />

biarawan yang taat,” katanya kemudian, “dan mematuhi semua peraturan ordo lebih ketat<br />

daripada yang dapat saya katakan. Jikalau pemah seorang biarawan memperoleh surga oleh<br />

pekerjaannya sebagai biarawan, saya merasa pasti berhak untuk itu.... Jika pekerjaan itu<br />

diteruskan lebih lama lagi, pekerjaan penyiksaan diri itu akan menewaskan saya.”’—D<br />

‘ Aubigne, b. 2, psl. 3. Sebagai akibat disiplin yang menyakitkan, ia kehilangan kekuatannya,<br />

dan menderita pingsan kejang. kejang, yang tidak pernah sembuh benar dari pengaruhnya.<br />

Tetapi dengan semua usahanya ini jiwanya yang menanggung beban tidak menemukan<br />

kelegaan. Akhimya ia berada di tepi jurang keputusasaan.<br />

Bilamana tampaknya semua sudah hilang bagi Luther, Allah memberi, kan seorang sahabat<br />

dan penolong baginya. Staupitz yang saleh membuka firman Allah ke dalam pikiran Luther dan<br />

mengajaknya mengalihkan pan-dangannya dari dirinya sendiri, berhenti merenungkan hukuman<br />

tanpa batas karena pelanggaran hukum Allah, dan memandang kepada Yesus, Juru. selamat<br />

yang mengampuni dosa itu. “Daripada menyiksa dirimu oleh kare-na dosa-dosamu, jatuhkanlah<br />

dirimu ketangan Penebus. Percayalah kepada-Nya, kepada kebenaran kehidupan-Nya, kepada<br />

penebusan kematian-Nya . . . .Dengarkanlah Anak Allah. Ia menjelma menjadi manusia untuk<br />

memberikan kepadamu jaminan perkenan Ilahi.” “Kasihilah Dia yang telah lebih dahulu<br />

mengasihimu ” — Ibid, b. 2, psl. 4. Demikianlah pesuruh kemurahan itu berbicara. Katakatanya<br />

itu membawa kesan mendalam di pikiran Luther. Setelah bergumul dengan kesalahankesalahan<br />

kesayangan yang lama, ia akhimya mampu menerima kebenaran, dan kedamaian pun<br />

datang kepada jiwanya yang susah.<br />

Luther ditahbiskan menjadi imam, dan telah dipanggil keluar dari biara menjadi guru besar<br />

di Universitas Wittenberg. Di sini ia mempelajari Alkitab dalam bahasa aslinya. Ia mulai<br />

memberi ceramah mengenai Alkitab. Dan kitab-kitab Mazmur, Injil, dan surat rasul-rasul telah<br />

dibukakan kepada pe-ngertian para pendengar yang bergembira. Staupitz, sahabatnya dan<br />

atasannya, mendorongnya untuk naik mimbar dan mengkhotbahkan firman Allah. Luther<br />

merasa ragu karena merasa dirinya tidak layak berbicara kepada orang-orang sebagai ganti<br />

75

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!