15.04.2023 Views

Kisah Spiritual dua Kota

Para rohaniwan dan para bangsawan dipaksa menyerah kepada kekejaman rakyat yang sudah bangkit naik pitam itu. Kehausan mereka untuk membalas dendam dirangsang oleh kematian raja; dan dia yang mendekritkan kematiannya, segera juga menyusul ke tiang gantungan pembakaran. Suatu pembunuhan umum atas semua yang dicurigai memusuhi Revolusi telah ditetapkan. Penjara-penjara penuh sesak, pada suatu waktu berisi lebih dari dua ratus ribu orang tawanan. Kota-kota kerajaan itu dipenuhi horor. Satu golongan atau kelompok revolusionis melawan golongan atau kelompok lain. Dan Perancis menjadi medan persaingan massa, digoncang oleh kekejaman hawa nafsu mereka. “Di Paris huru-hara dan kerusuhan susul menyusul, dan penduduk terbagi-bagi dalam faksi-faksi, yang tampaknya tidak ada maksud lain selain saling membinasakan atau menyingkirkan.” Dan sebagai tambahan kepada penderitaan umum, bangsa ini menjadi terlibat dalam perang yang berkepanjangan yang paling merusakkan, dengan kekuasaan-kekuasaan besar. “Negara itu hampir-hampir bangkrut. Tentara berteriak karena tunggakan gaji mereka, orang-orang Paris kelaparan, daerah-daerah diporak-porandakan oleh perampok-perampok, dan peradaban hampir dilenyapkan dalam kekacauan dan kebebasan.”

Para rohaniwan dan para bangsawan dipaksa menyerah kepada kekejaman rakyat yang sudah bangkit naik pitam itu. Kehausan mereka untuk membalas dendam dirangsang oleh kematian raja; dan dia yang mendekritkan kematiannya, segera juga menyusul ke tiang gantungan pembakaran. Suatu pembunuhan umum atas semua yang dicurigai memusuhi Revolusi telah ditetapkan. Penjara-penjara penuh sesak, pada suatu waktu berisi lebih dari dua ratus ribu orang tawanan. Kota-kota kerajaan itu dipenuhi horor. Satu golongan atau kelompok revolusionis melawan golongan atau kelompok lain. Dan Perancis menjadi medan persaingan massa, digoncang oleh kekejaman hawa nafsu mereka. “Di Paris huru-hara dan kerusuhan susul menyusul, dan penduduk terbagi-bagi dalam faksi-faksi, yang tampaknya tidak ada maksud lain selain saling membinasakan atau menyingkirkan.” Dan sebagai tambahan kepada penderitaan umum, bangsa ini menjadi terlibat dalam perang yang berkepanjangan yang paling merusakkan, dengan kekuasaan-kekuasaan besar. “Negara itu hampir-hampir bangkrut. Tentara berteriak karena tunggakan gaji mereka, orang-orang Paris kelaparan, daerah-daerah diporak-porandakan oleh perampok-perampok, dan peradaban hampir dilenyapkan dalam kekacauan dan kebebasan.”

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>Kisah</strong> <strong>Spiritual</strong> Dua <strong>Kota</strong><br />

Segera terjadi kegemparan di Wittenberg karena Luther telah kembali dan karena ia akan<br />

berkhotbah. Orang-orang berdatangan dari segala penjuru, dan gereja menjadi penuh sesak.<br />

Sementara ia menaiki mimbar, dengan bijaksana dan dengan lembut ia memberi instruksi,<br />

menasihati, mendorong dan menegur mereka. Menyinggung usaha beberapa orang untuk<br />

menghapuskan misa dengan kekerasa, ia berkata, Misa adalah hal yang buruk. Allah menentang<br />

hal itu. Upacara itu harus dihapuskan. Dan saya mau agar diseluruh dunia upacara itu diganti<br />

dengan perjamuan kudus menurut Injil. Tetapi janganlah memaksa seseorang untuk<br />

meninggalkannya. Kita harus menyerahkan masalah itu ketangan Allah. Firman-Nyalah yang<br />

bertindak, bukan kita. Dan engkau mungkin bertanya mengapa demikian? Oleh karena saya<br />

tidak menggenggam hati manusia didalam tanganku, sebagaimana tukang periuk menggenggam<br />

tanah liat. Kita mempunyai hak untuk berbicara, tetapi kita tidak mempunyai hak untuk<br />

bertindak. Marilah kita berkhotbah, selebihnya milik Allah. Sekiranya saya menggunakan<br />

paksaan, apakah yang akan saya peroleh? Menyeringai, formalitas, peniruan, peraturan manusia<br />

dan kemunafikan . . . . Tetapi tidak akan ada kesungguh-sungguhan hati, atau iman, atau<br />

kedermawanan. Dimana ketiga hal ini kurang, maka semua kurang, dan saya tidak merasa<br />

senang dengan keadaan seperti itu . . . . Allah berbuat lebih banyak dengan firman-Nya sendiri<br />

daripada dengan kekuatanmu, kekuatanku dan kekuatan seluruh dunia dipersatukan. Allah<br />

memegang hati kita; dan jikalau hati itu sudah dikuasainya, segalanya sudah dimenangkan . . . .<br />

Saya akan berkhotbah, berdiskusi dan menulis; tetapi saya tidak akan memaksa, karena<br />

iman adalah tindakan sukarela. Lihatlah apa yang saya sudah lakukan. Saya berdiri menentang<br />

paus, surat pengampunan dosa, dan pengikut kepausan, tetapi tanpa kekerasan dan keributan.<br />

Saya mengemukakan firman Allah. Saya berkhotbah dan menulis -- inilah semua yang saya<br />

lakukan. Dan namun sementara saya tidur, . . . firman yang saya sudah khotbahkan<br />

menggulingkan kepausan, agar supaya baik pangeran maupun kaisar tidak melakukannya<br />

dengan banyak kerusakan dan bahaya. Namun saya tidak melakukan apapun; Firman itu sendiri<br />

yang melakukannya. Jikalau saya menghimbau penggunaan kekerasan, barangkali seluruh<br />

Jerman sudah kebanjiran darah. Tetapi apa hasilnya? Kehancuran dan kesepian tubuh dan jiwa.<br />

Oleh sebab itu saya tetap diam, dan membiarkan Firman itu menjalankan tugasnya diseluruh<br />

dunia. -- D'Aubigne, b. 9, Ch. 8. Hari demi hari, sepanjang minggu, Luther terus berkhotbah<br />

kepada orang banyak yang rindu mendengarkan. Firman Allah mematahkan kuasa kefanatikan.<br />

Kuasa Injil membawa orang yang tersesat kembali kepada kebenaran.<br />

Luther tidak berkeinginan untuk menghadapi orang-orang fanatik itu, yang pekerjaannya<br />

telah menghasilkan kejahatan besar. Ia mengetahui mereka sebagai orang-orang yang tidak<br />

mempunyai pertimbangan yang kuat dan sehat, dan yang beremosi yang tidak berdisiplin. Yang,<br />

sementara mereka mengatakan mendapat terang khusus dari surga, tidak tahan menanggung<br />

perbedaan sedikitpun, atau bahkan teguran atau nasihat yang paling lembut. Dengan mengaku<br />

mempunyai kekuasaan tertinggi, mereka menuntut setiap orang mengakuinya tanpa tedeng<br />

aling-aling. Tetapi ketika mereka memintanya untuk diwawancarai, Luther setuju untuk<br />

menemui mereka. Dan dia menelanjangi kemunafikan mereka dengan berhasil, sehingga para<br />

penipu itu langsung meninggalkan Wittenberg. Kefantikan dapat dikendalikan untuk sementara.<br />

Tetapi beberapa tahun kemudian kembalimerebak dengan lebih keras dan dengan akibat yang<br />

122

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!