15.04.2023 Views

Kisah Spiritual dua Kota

Para rohaniwan dan para bangsawan dipaksa menyerah kepada kekejaman rakyat yang sudah bangkit naik pitam itu. Kehausan mereka untuk membalas dendam dirangsang oleh kematian raja; dan dia yang mendekritkan kematiannya, segera juga menyusul ke tiang gantungan pembakaran. Suatu pembunuhan umum atas semua yang dicurigai memusuhi Revolusi telah ditetapkan. Penjara-penjara penuh sesak, pada suatu waktu berisi lebih dari dua ratus ribu orang tawanan. Kota-kota kerajaan itu dipenuhi horor. Satu golongan atau kelompok revolusionis melawan golongan atau kelompok lain. Dan Perancis menjadi medan persaingan massa, digoncang oleh kekejaman hawa nafsu mereka. “Di Paris huru-hara dan kerusuhan susul menyusul, dan penduduk terbagi-bagi dalam faksi-faksi, yang tampaknya tidak ada maksud lain selain saling membinasakan atau menyingkirkan.” Dan sebagai tambahan kepada penderitaan umum, bangsa ini menjadi terlibat dalam perang yang berkepanjangan yang paling merusakkan, dengan kekuasaan-kekuasaan besar. “Negara itu hampir-hampir bangkrut. Tentara berteriak karena tunggakan gaji mereka, orang-orang Paris kelaparan, daerah-daerah diporak-porandakan oleh perampok-perampok, dan peradaban hampir dilenyapkan dalam kekacauan dan kebebasan.”

Para rohaniwan dan para bangsawan dipaksa menyerah kepada kekejaman rakyat yang sudah bangkit naik pitam itu. Kehausan mereka untuk membalas dendam dirangsang oleh kematian raja; dan dia yang mendekritkan kematiannya, segera juga menyusul ke tiang gantungan pembakaran. Suatu pembunuhan umum atas semua yang dicurigai memusuhi Revolusi telah ditetapkan. Penjara-penjara penuh sesak, pada suatu waktu berisi lebih dari dua ratus ribu orang tawanan. Kota-kota kerajaan itu dipenuhi horor. Satu golongan atau kelompok revolusionis melawan golongan atau kelompok lain. Dan Perancis menjadi medan persaingan massa, digoncang oleh kekejaman hawa nafsu mereka. “Di Paris huru-hara dan kerusuhan susul menyusul, dan penduduk terbagi-bagi dalam faksi-faksi, yang tampaknya tidak ada maksud lain selain saling membinasakan atau menyingkirkan.” Dan sebagai tambahan kepada penderitaan umum, bangsa ini menjadi terlibat dalam perang yang berkepanjangan yang paling merusakkan, dengan kekuasaan-kekuasaan besar. “Negara itu hampir-hampir bangkrut. Tentara berteriak karena tunggakan gaji mereka, orang-orang Paris kelaparan, daerah-daerah diporak-porandakan oleh perampok-perampok, dan peradaban hampir dilenyapkan dalam kekacauan dan kebebasan.”

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>Kisah</strong> <strong>Spiritual</strong> Dua <strong>Kota</strong><br />

mereka. Penjara-penjara penuh sesak, dan udara tampaknya digelapkan oleh asap pembakaran<br />

yang dinyalakan bagi mereka yang mengakui Injil.<br />

Francis I merasa bangga sebagai pemimpin gerakan besar untuk kebangkitan kembali<br />

pendidikan yang menandai permulaan abad keenam belas. Ia bergembira mengumpulkan di<br />

istananya para sastrawan dari setiap negeri. Oleh karena kecintaannya kepada pendidikan dan<br />

kebenciannya kepada kebodohan dan ketakhyulan para biarawan telah tiba waktunya, paling<br />

sedikit sebagian, memberikan tingkat toleransi kepada pembaruan. Tetapi, diilhami oleh<br />

semangat untuk menumpas para bidat, pelindung pendidikan ini mengeluarkan sebuah<br />

keputusan untuk menghapuskan semua percetakan di seluruh Perancis. Francis I memberikan<br />

salah satu dari sekian banyak contoh catatan yang menunjukkan bahwa kebudayaan intelektual<br />

bukanlah jaminan yang aman bagi perlawanan terhadap sikap tidak toleran beragama dan<br />

penganiayaan.<br />

Perancis merencanakan akan mengadakan satu upacara umum yang khidmat untuk<br />

membulatkan tekad melenyapkan Protestantisme sepenuh-nya. Imam-imam menuntut,<br />

penghinaan yang dilontarkan kepada surga Yang Mahatinggi dengan mengutuk upacara misa,<br />

agar ditebus dengan darah, dan agar raja, atas nama paus, memberikan sanksinya secara terbuka<br />

kepada pekerjaan yang menakutkan itu. Maka ditentukanlah tanggai 21 Januari 1535 tanggai<br />

penyelenggaraan upacara itu. Rasa rakut akan ketakhyulan dan dendam kesumat seluruh bangsa<br />

itu telah dibangkitkan. <strong>Kota</strong> Paris dipadati orang-orang negeri sekitarnya memenuhi jalanjalannya.<br />

Datangnya hari itu disambut dengan sebuah arak-arakan besar yang menakjubkan.<br />

“Dari rumah yang ada di se-panjang jalan yang dilalui barisan arak-arakan bergelantungan kain<br />

lambang kedukaan, dan mezbah-mezbah dibangun berselang-seling.” Di depan setiap pintu<br />

ditempatkan sebuah obor yang sedang menyala sebagai tanda penghormatan kepada “upacara<br />

kudus” itu. Sebelum matahari terbit, arak-arakan itu telah disiapkan di istana raja. “Di baris<br />

depan terdapat bendera-bendera dan salib-salib dari beberapa gereja, kemudian nampak<br />

ponduduk yang berjalan ber<strong>dua</strong>-<strong>dua</strong> sambil membawa obor.” Kemudian menyusul keempat<br />

ordo biarawan, masing-masing dengan pakaian mereka yang khas. Lalu menyusul koleksi<br />

benda-benda peninggalan masa lalu. Sesudah ini menyusul rohaniwan dengan jubah merah dan<br />

ungu dengan perhiasan permata yang berkilau-kilauan.<br />

“Roti ekaristi dibawa oleh uskup Paris yang ditutupi dengan tudung yang megah,... ditopang<br />

oleh empat orang pangeran Di belakang roti itu berjalan raja .... Francis I pada hari itu tidak<br />

mengenakan mahkota, atau jubah kenegaraan.” Dengan “kepala yang terbuka, matanya melihat<br />

ke tanah, dan tangannya memegang lilin yang sedang menyala,” raja Perancis itu tampak<br />

“seperti seorang berdosa yang bertobat ” —Wylie, b. 13, psl. 21. Di setiap mezbah ia tunduk<br />

merendahkan diri, bukan bagi dosa-dosanya yang mencemarkan jiwanya atau darah orangorang<br />

yang tidak bersalah yang mengotori tangannya, tetapi bagi dosa rakyatnya yang berani<br />

mencela upacara misa. Di belakangnya menyusul ratu dan pejabat-pejabat tinggi negara, yang<br />

berjalan ber<strong>dua</strong>-<strong>dua</strong>, masing-masing membawa obor yang menyala.<br />

Sebagai bagian dari upacara hari itu, raja sendiri memberi amanat kepada pejabat-pejabat<br />

tinggi kerajaan di ruangan besar istana keuskupan. Dengan muka sedih ia tampil di depan<br />

149

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!