15.04.2023 Views

Kisah Spiritual dua Kota

Para rohaniwan dan para bangsawan dipaksa menyerah kepada kekejaman rakyat yang sudah bangkit naik pitam itu. Kehausan mereka untuk membalas dendam dirangsang oleh kematian raja; dan dia yang mendekritkan kematiannya, segera juga menyusul ke tiang gantungan pembakaran. Suatu pembunuhan umum atas semua yang dicurigai memusuhi Revolusi telah ditetapkan. Penjara-penjara penuh sesak, pada suatu waktu berisi lebih dari dua ratus ribu orang tawanan. Kota-kota kerajaan itu dipenuhi horor. Satu golongan atau kelompok revolusionis melawan golongan atau kelompok lain. Dan Perancis menjadi medan persaingan massa, digoncang oleh kekejaman hawa nafsu mereka. “Di Paris huru-hara dan kerusuhan susul menyusul, dan penduduk terbagi-bagi dalam faksi-faksi, yang tampaknya tidak ada maksud lain selain saling membinasakan atau menyingkirkan.” Dan sebagai tambahan kepada penderitaan umum, bangsa ini menjadi terlibat dalam perang yang berkepanjangan yang paling merusakkan, dengan kekuasaan-kekuasaan besar. “Negara itu hampir-hampir bangkrut. Tentara berteriak karena tunggakan gaji mereka, orang-orang Paris kelaparan, daerah-daerah diporak-porandakan oleh perampok-perampok, dan peradaban hampir dilenyapkan dalam kekacauan dan kebebasan.”

Para rohaniwan dan para bangsawan dipaksa menyerah kepada kekejaman rakyat yang sudah bangkit naik pitam itu. Kehausan mereka untuk membalas dendam dirangsang oleh kematian raja; dan dia yang mendekritkan kematiannya, segera juga menyusul ke tiang gantungan pembakaran. Suatu pembunuhan umum atas semua yang dicurigai memusuhi Revolusi telah ditetapkan. Penjara-penjara penuh sesak, pada suatu waktu berisi lebih dari dua ratus ribu orang tawanan. Kota-kota kerajaan itu dipenuhi horor. Satu golongan atau kelompok revolusionis melawan golongan atau kelompok lain. Dan Perancis menjadi medan persaingan massa, digoncang oleh kekejaman hawa nafsu mereka. “Di Paris huru-hara dan kerusuhan susul menyusul, dan penduduk terbagi-bagi dalam faksi-faksi, yang tampaknya tidak ada maksud lain selain saling membinasakan atau menyingkirkan.” Dan sebagai tambahan kepada penderitaan umum, bangsa ini menjadi terlibat dalam perang yang berkepanjangan yang paling merusakkan, dengan kekuasaan-kekuasaan besar. “Negara itu hampir-hampir bangkrut. Tentara berteriak karena tunggakan gaji mereka, orang-orang Paris kelaparan, daerah-daerah diporak-porandakan oleh perampok-perampok, dan peradaban hampir dilenyapkan dalam kekacauan dan kebebasan.”

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>Kisah</strong> <strong>Spiritual</strong> Dua <strong>Kota</strong><br />

Jawaban satu-satunya ialah, “Mundur, mundur!” Pembaru itu menun-jukkan bahwa<br />

posisinya didukung oleh Alkitab, dan dengan tegas ia kata-kan bahwa tidak dapat menyangkal<br />

kebenaran itu. Utusan paus, yang tidak sanggup menjawab argumen-argumen Luther,<br />

menghujaninya dengan ce-laan, cemoohan, dan rayuan, yang diselingi dengan kutipan-kutipan<br />

dari tradisi dan sebutan-sebutan para bapa gereja tanpa memberi kesempatan kepada Pembaru<br />

itu untuk berbicara. Setelah melihat bahwa konferensi itu akan berakhir dengan kegagalan jika<br />

diteruskan, akhimya Luther mendapat izin yang terpaksa untuk memberikan jawabannya secara<br />

tertulis.<br />

“Dengan berbuat demikian,” katanya dalam suratnya kepada seorang sahabatnya, “yang<br />

tertindas mendapat keuntungan ganda. Pertama, apa yang ditulis itu dapat diserahkan untuk<br />

dipertimbangkan oleh orang lain, dan yang ke<strong>dua</strong>, seseorang mempunyai kesempatan untuk<br />

mengatasi rasa takut terhadap seseorang yang angkuh, pengocehan dan lalim, yang kalau tidak<br />

bisa dikalahkan dengan bahasa yang sombong dan meninggi.” —Martyn, “The Life and Times<br />

of Luther” him. 271, 272. Pada wawancara berikutnya, Luther menyatakan pandangannya<br />

dengan jelas, singkat dan berbobot, yang didukung sepenuhnya dengan kutipankutipan dari<br />

Alkitab. Setelah membacakan tulisannya dengan nyaring, Luther menyerahkannya kepada<br />

kardinal, utusan paus itu. Namun utusan paus menganggap rendah tulisan itu dan<br />

mengesampingkannya, dan me-ngatakan bahwa tulisan itu adalah kumpulan dari kata-kata yang<br />

tidak berguna dan kutipan-kutipan yang tidak relevan. Luther tersinggung, benarbenar bangkit<br />

dan menghadapi pejabat tinggi gereja, utusan paus yang nakal itu dengan dasamya sendiri,—<br />

tradisi dan ajaran-ajaran gereja—dan berhasil mengalahkan asumsinya.<br />

Bilamana kardinal, utusan paus, melihat bahwa pendapat Luther itu tidak bisa dijawab, ia<br />

sama sekali tidak dapat lagi mengendalikan dirinya, dan dengan geramnya ia berteriak,<br />

“Menyangkallah! atau saya akan kirim engkau ke Roma, menghadap para hakim yang<br />

ditugaskan menangani masalahmu. Saya akan mengucilkan engkau dengan semua pengikutmu,<br />

dan semua yang pada suatu waktu akan membantumu, dan akan mengusir mereka keluar dari<br />

gereja.” Dan akhirnya ia mengatakan dengan nada sombong dan marah, “Menyangkallah, atau<br />

engkau tidak akan kembali lagi.”—D’Aubigne, b. 4, psl. 8.<br />

Sang Reformis dengan segera meninggalkan tempat itu bersama sahabat-sahabatnya.<br />

Dengan demikian menyatakan dengan jelas bahwa tidak akan mundur dari ajaran-ajarannya.<br />

Hal ini tidak diduga oleh kardinal. Ia telah menyombongkan diri bahwa dengan kekuasaan ia<br />

membuat Luther menyerah. Sekarang ia ditinggalkan bersama para pendukungnya, saling<br />

melihat satu sama lain dengan sangat kecewa melihat kegagalan yang tidak diharapkan<br />

sebelumnya. Usaha-usaha Luther pada waktu ini bukannya tidak berhasil baik. Para hadirin di<br />

mahkamah itu berkesempatan membandingkan ke<strong>dua</strong> orang itu, dan menilai roh yang<br />

dinyatakan ke<strong>dua</strong> mereka, serta kekuatan dan kebe-naran Dosisi mereka masing-masing. Sangat<br />

bertolak belakang! Reformis itu sederhana, rendah hati, teguh, berdiri dengan kekuatan Allah,<br />

kebenaran berada di pihaknya. Kardinal, utusan paus, merasa diri penting, bersifat menguasai,<br />

sombong, tidak bisa bermusyawarah, tanpa satu argumentasi dari Alkitab, namun dengan keras<br />

berteriak, “Mundur! atau dikirim ke Roma untuk dihukum.”<br />

84

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!