15.04.2023 Views

Kisah Spiritual dua Kota

Para rohaniwan dan para bangsawan dipaksa menyerah kepada kekejaman rakyat yang sudah bangkit naik pitam itu. Kehausan mereka untuk membalas dendam dirangsang oleh kematian raja; dan dia yang mendekritkan kematiannya, segera juga menyusul ke tiang gantungan pembakaran. Suatu pembunuhan umum atas semua yang dicurigai memusuhi Revolusi telah ditetapkan. Penjara-penjara penuh sesak, pada suatu waktu berisi lebih dari dua ratus ribu orang tawanan. Kota-kota kerajaan itu dipenuhi horor. Satu golongan atau kelompok revolusionis melawan golongan atau kelompok lain. Dan Perancis menjadi medan persaingan massa, digoncang oleh kekejaman hawa nafsu mereka. “Di Paris huru-hara dan kerusuhan susul menyusul, dan penduduk terbagi-bagi dalam faksi-faksi, yang tampaknya tidak ada maksud lain selain saling membinasakan atau menyingkirkan.” Dan sebagai tambahan kepada penderitaan umum, bangsa ini menjadi terlibat dalam perang yang berkepanjangan yang paling merusakkan, dengan kekuasaan-kekuasaan besar. “Negara itu hampir-hampir bangkrut. Tentara berteriak karena tunggakan gaji mereka, orang-orang Paris kelaparan, daerah-daerah diporak-porandakan oleh perampok-perampok, dan peradaban hampir dilenyapkan dalam kekacauan dan kebebasan.”

Para rohaniwan dan para bangsawan dipaksa menyerah kepada kekejaman rakyat yang sudah bangkit naik pitam itu. Kehausan mereka untuk membalas dendam dirangsang oleh kematian raja; dan dia yang mendekritkan kematiannya, segera juga menyusul ke tiang gantungan pembakaran. Suatu pembunuhan umum atas semua yang dicurigai memusuhi Revolusi telah ditetapkan. Penjara-penjara penuh sesak, pada suatu waktu berisi lebih dari dua ratus ribu orang tawanan. Kota-kota kerajaan itu dipenuhi horor. Satu golongan atau kelompok revolusionis melawan golongan atau kelompok lain. Dan Perancis menjadi medan persaingan massa, digoncang oleh kekejaman hawa nafsu mereka. “Di Paris huru-hara dan kerusuhan susul menyusul, dan penduduk terbagi-bagi dalam faksi-faksi, yang tampaknya tidak ada maksud lain selain saling membinasakan atau menyingkirkan.” Dan sebagai tambahan kepada penderitaan umum, bangsa ini menjadi terlibat dalam perang yang berkepanjangan yang paling merusakkan, dengan kekuasaan-kekuasaan besar. “Negara itu hampir-hampir bangkrut. Tentara berteriak karena tunggakan gaji mereka, orang-orang Paris kelaparan, daerah-daerah diporak-porandakan oleh perampok-perampok, dan peradaban hampir dilenyapkan dalam kekacauan dan kebebasan.”

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>Kisah</strong> <strong>Spiritual</strong> Dua <strong>Kota</strong><br />

bahwa John Calvin akan menjadi salah seorang pembela gereja yang paling kuat dan disegani.<br />

Akan tetapi sinar terang Ilahi menembusi tembok pendidikan dan ketakhyulan di mana Calvin<br />

berada. Ia mendengar ajaran atau doktrin baru dengan gentar, tanpa ragu-ragu bahwa para bidat<br />

itu pantas untuk dibakar. Namun tanpa disengaja ia telah berhadapan muka dengan muka<br />

dengan para bidat, dan terpaksa menguji kemampuan teologi Romanisme melawan ajaran<br />

Protestan.<br />

Seorang keponakan Calvin, yang telah bergabung dengan para Pembaru, berada di Paris.<br />

Dua orang berkeluarga ini sering bertemu, dan memperbincangkan hal-hal yang mengganggu<br />

Kekristenan. “Hanya ada <strong>dua</strong> agama di dunia ini,” kata Olivetan, orang Protestan itu. “Salah<br />

satu di antaranya ialah agama yang diciptakan oleh manusia, yang oleh manusia menyelamatkan<br />

dirinya melalui upacara-upacara dan perbuatan-perbuatan baik. Dan yang satu lagi ialah agama<br />

yang dinyatakan di dalam Alkitab, dan yang mengajar manusia untuk mencari keselamatan<br />

yang semata-mata adalah kasih karunia Allah yang diberikan dengan cuma-cuma.” “'Saya tidak<br />

memerlukan ajaran barumu itu,” seru Calvin, “apakah kamu pikir saya telah hidup dalam<br />

kesalahan selama hidup saya?”—Wylie, b. 13, psl. 7.<br />

Tetapi pikiran telah timbul di benaknya yang tidak bisa dihilangkan-nya. Dalam kesendirian<br />

di kamarnya, ia merenungkan kata-kata kepona-kannya itu. Ia percaya dosa melekat kepadanya.<br />

Ia melihat dirinya tanpa perantara, di hadapan Hakim yang kudus dan adil. Pengantaraan<br />

orangorang saleh, pekerjaan-pekerjaan baik, upacara-upacara gereja, semuanya tidak berkuasa<br />

untuk menghapuskan dosa. Ia tidak dapat melihat apa-apa pun selain keputusasaan abadi yang<br />

menyelubunginya. Sia-sia segala usa-ha para doktor gereja untuk menghilangkan kesusahannya.<br />

Pengakuan dosa, penyiksaan diri, semuanya adalah sia-sia. Tidak dapat memperdamaikan jiwa<br />

dengan Allah. Sementara bergumul dalam kesia-siaan ini, Calvin berkesempatan per-gi ke<br />

sebuah alun-alun untuk menyaksikan pembakaran seorang bidat. la sangat kagum melihat<br />

ekspresi kedamaian yang memenuhi wajah syuhada itu. Di tengah-tengah penyiksaan kematian<br />

yang mengerikan dan hukuman gereja yang menakutkan itu, sang martir atau syuhada itu<br />

menyatakan satu iman dan keberanian, yang bagi mahasiswa muda itu sulit untuk membandingkan<br />

dengan keputusasaan dan kegelapan dirinya sendiri, walaupun ia hidup dengan sangat<br />

patuh kepada gereja. Ia mengetahui para bidat itu mengalaskan iman mereka kepada Alkitab. Ia<br />

bertekad untuk mempelajari Alkitab, dan menemukan, jika mungkin, rahasia sukacita mereka.<br />

Ia menemukan Kristus di dalam Alkitab. “O, Bapa,” serunya, “pengorbanan-Nya telah<br />

meredakan murka-Mu. Darah-Nya telah mencuci ke-kotoran saya. Salib-Nya telah menanggung<br />

kutuk saya, dan kematian-Nya telah menebus saya. Kami telah berlaku bodoh dan tak berguna,<br />

tetapi Engkau menempatkan firman-Mu di hadapanku bagai obor, dan Engkau menjamah hatiku,<br />

agar saya boleh menganggap jasa-jasa lain sebagai kebencian selain jasa Yesus.”—Martyn, Jld.<br />

III, psl. 13. Calvin telah dididik untuk menjadi seorang imam. Pada usia yang baru <strong>dua</strong> belas<br />

tahun ia telah ditugaskan sebagai gembala di jemaat kecil, dan kepalanya dicukur oleh uskup<br />

sesuai dengan peraturan gereja. Ia tidak di-tahbiskan dan tidak memenuhi tugas-tugas seorang<br />

imam, tetapi ia menja-di anggota para rohaniwan, dan memegang jabatan ini serta menerima<br />

tunjangan sebagaimana mestinya.<br />

144

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!