15.04.2023 Views

Kisah Spiritual dua Kota

Para rohaniwan dan para bangsawan dipaksa menyerah kepada kekejaman rakyat yang sudah bangkit naik pitam itu. Kehausan mereka untuk membalas dendam dirangsang oleh kematian raja; dan dia yang mendekritkan kematiannya, segera juga menyusul ke tiang gantungan pembakaran. Suatu pembunuhan umum atas semua yang dicurigai memusuhi Revolusi telah ditetapkan. Penjara-penjara penuh sesak, pada suatu waktu berisi lebih dari dua ratus ribu orang tawanan. Kota-kota kerajaan itu dipenuhi horor. Satu golongan atau kelompok revolusionis melawan golongan atau kelompok lain. Dan Perancis menjadi medan persaingan massa, digoncang oleh kekejaman hawa nafsu mereka. “Di Paris huru-hara dan kerusuhan susul menyusul, dan penduduk terbagi-bagi dalam faksi-faksi, yang tampaknya tidak ada maksud lain selain saling membinasakan atau menyingkirkan.” Dan sebagai tambahan kepada penderitaan umum, bangsa ini menjadi terlibat dalam perang yang berkepanjangan yang paling merusakkan, dengan kekuasaan-kekuasaan besar. “Negara itu hampir-hampir bangkrut. Tentara berteriak karena tunggakan gaji mereka, orang-orang Paris kelaparan, daerah-daerah diporak-porandakan oleh perampok-perampok, dan peradaban hampir dilenyapkan dalam kekacauan dan kebebasan.”

Para rohaniwan dan para bangsawan dipaksa menyerah kepada kekejaman rakyat yang sudah bangkit naik pitam itu. Kehausan mereka untuk membalas dendam dirangsang oleh kematian raja; dan dia yang mendekritkan kematiannya, segera juga menyusul ke tiang gantungan pembakaran. Suatu pembunuhan umum atas semua yang dicurigai memusuhi Revolusi telah ditetapkan. Penjara-penjara penuh sesak, pada suatu waktu berisi lebih dari dua ratus ribu orang tawanan. Kota-kota kerajaan itu dipenuhi horor. Satu golongan atau kelompok revolusionis melawan golongan atau kelompok lain. Dan Perancis menjadi medan persaingan massa, digoncang oleh kekejaman hawa nafsu mereka. “Di Paris huru-hara dan kerusuhan susul menyusul, dan penduduk terbagi-bagi dalam faksi-faksi, yang tampaknya tidak ada maksud lain selain saling membinasakan atau menyingkirkan.” Dan sebagai tambahan kepada penderitaan umum, bangsa ini menjadi terlibat dalam perang yang berkepanjangan yang paling merusakkan, dengan kekuasaan-kekuasaan besar. “Negara itu hampir-hampir bangkrut. Tentara berteriak karena tunggakan gaji mereka, orang-orang Paris kelaparan, daerah-daerah diporak-porandakan oleh perampok-perampok, dan peradaban hampir dilenyapkan dalam kekacauan dan kebebasan.”

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>Kisah</strong> <strong>Spiritual</strong> Dua <strong>Kota</strong><br />

yang menarik perhatian ditempelkan di tempat-tempat penguburan, yang menyatakan bahwa<br />

kematian adalah keadaan tidur yang kekal.<br />

Takut akan Allah dikatakan bukan sebagai permulaan segala hikmat, tetapi permulaan<br />

segala kebodohan. Semua upacara perbaktian agama dilarang, kecuali yang berhubungan<br />

dengan kebebasan dan negara. “Uskup konstitusional Paris ditugaskan memainkan peranan<br />

utama dalam olok-olokan yang paling kasar dan sangat memalukan yang pernah dilakukan di<br />

hadapan perutusan nasional . . . . Ia ditampilkan dengan penuh arak-arakan atau prosesi, untuk<br />

menyatakan kepada Konvensi bahwa agama yang telah diajarkannya beberapa tahun yang lalu,<br />

dalam segala hal, hanyalah permainan imam belaka, yang tidak mempunyai dasar sejarah<br />

maupun kebenaran yang kudus. Ia menyangkal, dengan istilah khas, keberadaan Tuhan, kepada<br />

siapa peribadatan ditujukan ; dan membaktikan dirinya pada hari-hari yang akan datang kepada<br />

penghormatan kebebasan, persamaan, kebijakan dan moralitas. Kemudian ia meletakkan hiasan<br />

tanda-tanda jasa di atas meja, dan menerima pelukan persaudaraan dari ketua Konvensi. Imamimam<br />

yang telah murtad mengikuti teladan pejabat-pejabat tinggi gereja.” — Scott, Vol. I, Ch.<br />

17.<br />

“Dan mereka yang diam di atas bumi bergembira dan bersukacita atas mereka itu dan<br />

berpesta dan saling mengirim hadiah, karena ke<strong>dua</strong> nabi itu telah merupakan siksaan bagi<br />

semua orang yang diam di atas bumi.” Perancis yang tidak percaya adanya Tuhan telah<br />

membungkam suara teguran ke<strong>dua</strong> saksi Allah. Suara kebenaran dibiarkan ‘terletak mati’ di<br />

jalan-jalan, dan mereka yang membenci pembatasan dan tuntutan hukum Allah bergembira dan<br />

bersukaria. Manusia menentang raja Surga. Seperti orang-orang berdosa zaman dahulu mereka<br />

berteriak, “Bagaimanakah Allah tahu hal itu? Adakah pengetahuan pada Yang Mahatinggi?”<br />

(Maz. 73:11).<br />

Dengan keberanian menghujat yang melampaui batas, yang sudah sukar dipercaya, salah<br />

seorang imam orde baru berkata, “Allah, jika Engkau memang ada, tuntutlah pembalasan atas<br />

nama-Mu yang sudah rusak itu. Saya menentang-Mu! Engkau tetap diam. Engkau tak berani<br />

mendatangkan guntur-Mu. Siapakah sesudah ini yang percaya kepada keberadaan-Mu?” —<br />

Lacretelle’s “History,” Vol. XI, p. 309; dalam Allison’s “History of Europe,” Vol. I, Ch. 10.<br />

Bukankah ini merupakan gema suara tuntutan Firman, “Siapakah Tuhan itu yang harus<br />

kudengarkan firman-Nya untuk membiarkan orang Israel pergi? Tidak kenal aku Tuhan itu, dan<br />

tidak juga aku membiarkan orang Israel pergi.”<br />

“Orang bebal berkata dalam hatinya, tidak ada Allah” (Maz. 14:1). Dan Tuhan menyatakan<br />

mengenai penyesat-penyesat kebenaran, “kebodohan mereka akan nyata bagi semua orang” (2<br />

Tim. 3:9). Sesudah Perancis menolak penyembahan kepada Allah yang hidup, “Yang<br />

Mahatinggi dan yang mendiami kekekalan,” tidak berapa lama bangsa itu terjerumus ke dalam<br />

penyembahan berhala yang menurunkan martabat, oleh pemujaan kepada Dewi Pertibangan,<br />

dalam wujud seorang wanita tidak bermoral. Dan ini mereka lakukan di hadapan mahkamah<br />

perwalian bangsa itu, dan dihadapan kekuasaan tertinggi sipil dan legislatif! Ahli sejarah<br />

berkata, “Salah satu upacara pada saat yang sudah gila ini tidak tertandingi oleh karena<br />

perpa<strong>dua</strong>n antara kemustahilan dengan kebejatan. Pintu-pintu Konvensi terbuka lebar bagi para<br />

171

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!