15.04.2023 Views

Kisah Spiritual dua Kota

Para rohaniwan dan para bangsawan dipaksa menyerah kepada kekejaman rakyat yang sudah bangkit naik pitam itu. Kehausan mereka untuk membalas dendam dirangsang oleh kematian raja; dan dia yang mendekritkan kematiannya, segera juga menyusul ke tiang gantungan pembakaran. Suatu pembunuhan umum atas semua yang dicurigai memusuhi Revolusi telah ditetapkan. Penjara-penjara penuh sesak, pada suatu waktu berisi lebih dari dua ratus ribu orang tawanan. Kota-kota kerajaan itu dipenuhi horor. Satu golongan atau kelompok revolusionis melawan golongan atau kelompok lain. Dan Perancis menjadi medan persaingan massa, digoncang oleh kekejaman hawa nafsu mereka. “Di Paris huru-hara dan kerusuhan susul menyusul, dan penduduk terbagi-bagi dalam faksi-faksi, yang tampaknya tidak ada maksud lain selain saling membinasakan atau menyingkirkan.” Dan sebagai tambahan kepada penderitaan umum, bangsa ini menjadi terlibat dalam perang yang berkepanjangan yang paling merusakkan, dengan kekuasaan-kekuasaan besar. “Negara itu hampir-hampir bangkrut. Tentara berteriak karena tunggakan gaji mereka, orang-orang Paris kelaparan, daerah-daerah diporak-porandakan oleh perampok-perampok, dan peradaban hampir dilenyapkan dalam kekacauan dan kebebasan.”

Para rohaniwan dan para bangsawan dipaksa menyerah kepada kekejaman rakyat yang sudah bangkit naik pitam itu. Kehausan mereka untuk membalas dendam dirangsang oleh kematian raja; dan dia yang mendekritkan kematiannya, segera juga menyusul ke tiang gantungan pembakaran. Suatu pembunuhan umum atas semua yang dicurigai memusuhi Revolusi telah ditetapkan. Penjara-penjara penuh sesak, pada suatu waktu berisi lebih dari dua ratus ribu orang tawanan. Kota-kota kerajaan itu dipenuhi horor. Satu golongan atau kelompok revolusionis melawan golongan atau kelompok lain. Dan Perancis menjadi medan persaingan massa, digoncang oleh kekejaman hawa nafsu mereka. “Di Paris huru-hara dan kerusuhan susul menyusul, dan penduduk terbagi-bagi dalam faksi-faksi, yang tampaknya tidak ada maksud lain selain saling membinasakan atau menyingkirkan.” Dan sebagai tambahan kepada penderitaan umum, bangsa ini menjadi terlibat dalam perang yang berkepanjangan yang paling merusakkan, dengan kekuasaan-kekuasaan besar. “Negara itu hampir-hampir bangkrut. Tentara berteriak karena tunggakan gaji mereka, orang-orang Paris kelaparan, daerah-daerah diporak-porandakan oleh perampok-perampok, dan peradaban hampir dilenyapkan dalam kekacauan dan kebebasan.”

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>Kisah</strong> <strong>Spiritual</strong> Dua <strong>Kota</strong><br />

Petugas resmi yang ditunjuk melaksanakan penjualan surat pengampun-an dosa itu di<br />

Jerman—Tetzel namanya - telah dipersalahkan melakukan kejahatan terhadap masyarakat dan<br />

terhadap hukum Allah. Tetapi ia tidak dihukum atas kejahatannya itu, sebaliknya ia<br />

dipekerjakan untuk memajukan proyek mencari keuntungan paus. Dengan kelancangan yang<br />

sangat ia mengulangi kepalsuan yang menyolok dan menghubungkan cerita-cerita dongeng<br />

untuk menipu orang-orang bodoh, orang-orang yang mudah percaya dan yang percaya kepada<br />

takhyul. Seandainya mereka mempunyai firman Tuhan, mereka tidak akan tertipu seperti itu.<br />

Alkitab dihindarkan dari orang-orang agar mereka tetap di bawah kekuasaan kepausan, dan agar<br />

kekayaan dan kekuasaan para pemimpinnya terus berkembang —Lihat Gieseler, “Ecclesiastical<br />

History,” Period IV, sec. 1, par. 5.<br />

Pada waktu Tetzel memasuki kota, seorang pesuruh mendahului dia dan mengumumkan,<br />

“Rahmat Allah dan bapa kudus sekarang berada di pintu gerbang Anda.”—D’Aubigne, b. 3, psl.<br />

1. Dan orang-orang menyambut penipu yang penuh hujat itu, seolah-olah ia adalah allah sendiri<br />

yang datang dari surga kepada mereka. Perdagangan keji telah dilakukan di gereja, dan Tetzel<br />

naik ke mimbar dan mengacung-acungkan surat pengampunan dosa itu sambil mengatakan<br />

bahwa itulah pemberian yang paling berharga dari Allah. Ia mengatakan bahwa dengan jasa<br />

surat pengampunannya itu semua dosa yang akan dilakukan oleh pembeli sesudah ini akan<br />

diampuni dan bahwa “pertobatan pun tidak diperlukan.”—Ibid, b. 3, Ch. 1. Lebih dari itu, ia<br />

juga memastikan kepada para pendengarnya bahwa surat pengam-punan ini bukan saja berkuasa<br />

menyelamatkan yang hidup, tetapi juga yang sudah meninggal. Pada saat uang itu jatuh ke dasar<br />

kotaknya, maka jiwa untuk siapa uang itu dibayarkan, akan lolos dari api penyucian (purgatori)<br />

dan masuk ke surga. —Lihat Hagenbach, “History of the Reformation,” Jld. I, hlm. 96.<br />

Pada waktu Simon Magus mau membeli dari rasul-rasul kuasa untuk melakukan mukjizat,<br />

Petrus menjawabnya, “Binasalah kiranya uangmu itu bersama dengan engkau, karena engkau<br />

menyangka bahwa engkau dapat membeli karunia Allah dengan uang” (<strong>Kisah</strong> 8:20). Tetapi<br />

tawaran Tetzel itu disambut oleh ribuan orang yang ingin. Keselamatan yang dapat dibeli<br />

dengan uang lebih mudah didapatkan daripada keselamatan yang menuntut pertobatan, iman<br />

dan usaha yang rajin untuk menolak dan mengalahkan dosa,—(Lihat Lampiran). Pengajaran<br />

mengenai surat pengampunan dosa telah ditentang oleh kaum terpelajar dan oleh orang-orang<br />

saleh di dalam gereja Roma. Dan banyak yang tidak percaya kepura-puraan atau kemunafikan<br />

yang bertentangan dengan akal sehat dan wahyu itu. Tak seorang pun pejabat tinggi gereja yang<br />

berani bersuara menentang perdagangan jahat ini. Tetapi pikiran me-reka telah terganggu dan<br />

gelisah, dan banyak orang yang bertanya mengapa Allah tidak bekerja dengan cara lain untuk<br />

menyucikan gereja-Nya.<br />

Luther, meskipun masih pengikut paus yang paling jujur, telah dipenuhi kengerian terhadap<br />

perdagangan surat pengampunan dosa yang penuh de-ngan kesombongan dan hujat itu. Banyak<br />

anggota jemaatnya telah mem-beli surat pengampunan itu, dan mereka segera datang kepada<br />

gembala jemaatnya mengakui dosa-dosa mereka, dan mengharapkan pengampun-an, bukan<br />

karena mereka sudah bertobat dan menginginkan pembaruan, tetapi atas dasar surat<br />

pengampunan itu. Luther menolak memberi peng-ampunan, dan mengamarkan mereka bahwa<br />

78

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!