22.11.2014 Views

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

1. Devatāsaṃyutta: Catatan Kaki (363)<br />

sedang berjalan, (berdiri, duduk, atau berbaring), di sanalah ia<br />

jatuh. Kehendak (saṅkappa) harus dipahami di sini melalui tiga<br />

kehendak salah, yaitu indriawi, memusuhi, dan mencelakai.”<br />

27. Perumpamaan kura-kura dijelaskan pada 35:240, diikuti dengan<br />

syair yang sama. Spk: Seseorang tidak bergantung (anissito) dari<br />

ketergantungan pada keinginan dan pandangan-pandangan,<br />

dan padam sepenuhnya oleh padamnya kekotoran-kekotoran<br />

(kilesaparinibbāna). Ia tidak akan mencela orang lain atas kecacatan<br />

dalam berperilaku, dan lain sebagainya, dari keinginan<br />

untuk menghinanya, tetapi ia akan berbicara demi belas kasihan,<br />

dengan gagasan untuk merehabilitasinya, setelah membangun<br />

lima kualitas (berbicara pada saat yang tepat, mengenai<br />

apa yang benar, lembut, dengan cara yang baik, dengan pikiran<br />

penuh cinta kasih; baca AN III 244, 1-3) dalam dirinya.<br />

28. Be dan Se membaca kata kerja dalam pāda c sebagai apabodhati,<br />

Ee1 sebagai appabodhati, Ee2 sebagai appabodheti. Tulisan terakhir<br />

jelas muncul dari asumsi bahwa kata itu terbentuk dari a<br />

+ pabodh. Spk mengemas—apaharanto bujjhati, “yang mundur,<br />

mengetahui”—mendukung apabodhati (apa + bodh). Skt pada<br />

bagian yang sama pada Uv 19:5 memiliki pāda yang sama sekali<br />

berbeda, sarvapāpaṃ jahāty esa. Walaupun syair ini tidak mencantumkan<br />

pertanyaan yang jelas, Spk menginterpretasikannya<br />

sebagai pertanyaan. Saya menganggap koci sama dengan kvaci,<br />

walaupun Spk mengemasnya sebagai kata ganti diri.<br />

Spk: Bagaikan seekor kuda berdarah murni yang mengetahui<br />

bagaimana menghindari cambukan tidak membiarkan dirinya<br />

tercambuk, demikian pula seorang bhikkhu yang tekun<br />

menghindari celaan—yang tahu bagaimana menghindarinya—tidak<br />

membiarkan dasar apa pun menyerangnya. Deva itu<br />

bertanya: “Adakah Arahanta a seperti itu?” Tetapi tidak ada seorang<br />

pun yang sepenuhnya bebas dari celaan atas dasar yang<br />

salah. Sang Buddha menjawab bahwa Arahanta demikian, yang<br />

menghindari kondisi yang tidak bermanfaat dengan rasa malu,<br />

adalah sedikit.<br />

29. Spk: Deva itu merujuk pada ibu seseorang sebagai “gubuk ke-

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!