22.11.2014 Views

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

(420) 1. Buku dengan Syair (Sagāthāvagga)<br />

“Pangeran ini berleher besar (Se: bertelinga besar) dan berperut<br />

besar. Bagaimana ia mampu menjalankan pemerintahan?”<br />

202. Uccāvacehi vaṇṇehi. Baris ini mencerminkan kepercayaan, yang<br />

beredar luas dalam mitologi India, bahwa ular dapat mengubah<br />

wujudnya semaunya. Seperti yang diakui Spk: “Seekor ular merayap<br />

dalam wujud apa pun ia menemukan mangsanya, bahkan<br />

dalam wujud seekor tupai.” Baca Vin I 86-87, di mana seekor ular<br />

nāga berubah wujud menjadi seorang anak muda untuk menerima<br />

penahbisan sebagai seorang bhikkhu.<br />

203. Akibat suram dari memandang rendah dan menghina seorang<br />

bhikkhu bermoral bukan terjadi karena ia memendam niat<br />

membalas dendam, tetapi sebagai buah alami dari perbuatan<br />

tidak sopan itu. Spk menjelaskan bahwa seorang bhikkhu yang<br />

membalas dendam ketika terprovokasi tidak mampu mencelakai<br />

siapa pun dengan “api (moralitasnya)” (tejasā); si pelanggar terbakar<br />

hanya jika bhikkhu tersebut menahan dengan sabar. Sehubungan<br />

dengan hal ini, bhikkhu tersebut berlawanan dengan<br />

pola umum sosok orang suci India yang dengan sengaja mengutuk<br />

musuhnya (baca di bawah 11:10).<br />

204. Tacasāraṃ vas am phalaṃ. Spk: Bagaikan buahnya sendiri yang<br />

melukai, menghancurkan, bambu atau buluh, demikian pula<br />

mereka melukai, menghancurkannya.<br />

Keluarga buluh disebut tacasāra karena kulitnya keras bagai<br />

inti kayu. Sam di sini adalah kata ganti sifat yang merujuk kepada<br />

subjeknya, dikemas attano. Baca EV I, n. atas 659, EV II, n.<br />

atas 136 dan n. 657. Bandingkan syair ini dengan v. 597.<br />

205. Atthi nu kho bhante jātassa aññatra jarāmaraṇā. Spk: Ia bertanya,<br />

“Adakah seseorang yang terbebas dari penuaan dan kematian?”<br />

206. Ketika membicarakan Arahanta, a, Sang Buddha tidak menggam-<br />

barkan takdirnya dari sudut pandang luar, yaitu sebagai penuaan<br />

dan kematian, tetapi dalam hal pengalaman pribadi Sang<br />

Arahanta, a, sebagai hanya sekedar hancurnya dan ditinggalkannya<br />

jasmani.<br />

207. Santo have sabbhi pavedayanti. Spk memberikan tiga interpretasi,<br />

yang di antaranya, hanya yang pertama, yang saya ikuti, yang

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!