22.11.2014 Views

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Pendahuluan (51)<br />

itu tidak berarti, seperti dalam konteks monastik, suatu ketekunan<br />

terus-menerus pada meditasi, melainkan keteguhan dalam melakukan<br />

perbuatan baik. Bagi seseorang seperti Raja Pasenadi, kelahiran<br />

kembali yang bahagia adalah tujuan utama, dan bukan Nibbāna.<br />

Percakapan Sang Raja dengan Mallikā, yang mana keduanya<br />

mengaku lebih memuja pasangannya lebih dari siapa pun juga (3:8),<br />

memunculkan sebuah syair dari Sang Buddha yang memberikan<br />

suatu kecondongan etis pada tesis metafisika yang terdapat dalam<br />

Bṛhadāraṇyaka Upaniṣad, yang juga muncul dalam suatu percakapan<br />

antara suami dan istri, bahwa dari segala sesuatu diri sendiri adalah<br />

yang paling berharga. Ini memunculkan pertanyaan menarik mengenai<br />

apakah hubungan erat antara keduanya hanyalah kebetulan belaka<br />

(bukan tidak mungkin) atau akibat dari karya ulangan atas Upaniṣad<br />

lama oleh Sang Buddha. Pada kesempatan lain kita melihat kurangnya<br />

kecerdasan Sang Raja dalam menilai petapa (3:11) – mungkin suatu<br />

petunjuk bahwa komitmennya pada Dhamma bukanlah tidak<br />

tergoyahkan – dan jawaban Sang Buddha memberikan nasihat cerdik<br />

mengenai bagaimana menilai karakter seseorang.<br />

Dalam saṃyutta ini kita bahkan menemukan, dari bibir emas<br />

Sang Guru, nasihat yang mencerahkan untuk mengurangi berat<br />

badan (3:12), sementara kedua sutta lainnya memberikan suatu sudut<br />

pandang historis tentang konflik antara Kosala dan Magadha, dengan<br />

perenungan terhadap peperangan dan kedamaian (3:14-15). Sesuai<br />

waktunya, syair-syair Sang Buddha menjelaskan kepada Sang Raja<br />

bahwa seorang perempuan mungkin lebih baik daripada seorang lakilaki<br />

(3:16). Di tempat lain Sang Buddha menolak gagasan, yang digagas<br />

oleh para brahmana, bahwa kelahiran adalah kriteria penting dalam<br />

kemuliaan spiritual, sebaliknya menekankan bahwa tanda-tanda sejati<br />

dari kemuliaan spiritual adalah kemurnian dan kebijaksanaan etis.<br />

Sebuah tema yang berulang dalam seluruh saṃyutta ini adalah<br />

kematian yang tidak terhindarkan dan hukum kamma yang tidak<br />

dapat diatur, yang memastikan bahwa perbuatan baik dan buruk<br />

pasti menemui balasan setimpal. Makhluk-makhluk yang pergi dari<br />

kondisi cerah ke kondisi gelap dan dari kondisi gelap ke kondisi cerah<br />

bergantung pada perbuatan mereka (3:21). Semua yang kita bawa<br />

ketika kita mati adalah perbuatan baik dan buruk kita, dan dengan

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!