22.11.2014 Views

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

(46) 1. Buku dengan Syair (Sagāthāvagga)<br />

naskah yang ada jarang menunjukkan jenis kelamin mereka, walaupun<br />

sepertinya dapat berarti jenis kelamin apa pun dan mungkin kadangkadang<br />

tidak membedakan jenis kelamin.<br />

Bagi Buddhisme para deva bukanlah tuhan abadi yang memainkan<br />

peranan sebagai pencipta dalam proses kosmis. Mereka hanyalah<br />

makhluk yang lebih tinggi, bahagia dan bercahaya, yang sebelumnya<br />

hidup di alam manusia dan terlahir kembali di alam surga karena<br />

buah perbuatan baik mereka. Dengan sedikit perbedaan, mereka sama<br />

terbelenggunya oleh kebodohan dan keinginan seperti halnya manusia,<br />

dan mereka sama memerlukan tuntunan dari Yang Tercerahkan. Sang<br />

Buddha adalah “guru para deva dan manusia” (satthā devamanussānaṃ),<br />

dan walaupun terlahir di alam manusia, namun Beliau menjulang<br />

melampaui para deva tertinggi dengan kebijaksanaan-Nya yang<br />

tertinggi dan kesucian-Nya yang sempurna.<br />

Para deva biasanya mengunjungi Sang Buddha di keheningan tengah<br />

malam, ketika seisi dunia sedang terbaring tenggelam dalam lelap.<br />

Devatāsaṃyutta memberikan catatan percakapan mereka. Kadangkadang<br />

para deva datang mengucapkan syair pujian pada Sang Guru,<br />

kadang-kadang mengajukan pertanyaan, kadang-kadang memohon<br />

bimbingan, kadang-kadang meminta persetujuan atas pandanganpandangan<br />

mereka, kadang-kadang bahkan menantang atau mencela<br />

Beliau. Pada saat berkunjung mereka hampir selalu membungkuk<br />

memberi hormat, karena Sang Buddha secara moral dan spiritual lebih<br />

unggul daripada mereka. Tidak membungkuk pada Beliau, seperti<br />

yang dilakukan beberapa deva (baca 1:35), adalah provokatif, dan<br />

menunjukkan ketidakhormatan yang disengaja.<br />

Masing-masing dari empat Nikāya dibuka dengan sebuah sutta<br />

penting. Walaupun sutta pertama dari SN adalah sangat singkat, namun<br />

kaya dalam implikasinya. Dalam sutta ini satu devatā mendatangi Sang<br />

Buddha menanyakan bagaimana Beliau “menyeberangi banjir,” yaitu,<br />

bagaimana Beliau mencapai pembebasan, dan dalam jawabannya Sang<br />

Buddha menunjukkan “jalan tengah” sebagai kunci bagi pencapaian-<br />

Nya. Jawaban ini menyampaikan makna inti dari Dhamma, yang<br />

menghindari segala ekstrim dalam pandangan-pandangan, sikap,<br />

dan perilaku. Komentar menarik percabangan dari penyataan Sang<br />

Buddha dengan daftar tujuh ekstrim, baik filosofis maupun praktis,<br />

yang terlampaui oleh jalan tengah.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!