22.11.2014 Views

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Pendahuluan (55)<br />

yang terkenal, berusaha untuk membangkitkan naluri keibuannya<br />

untuk melahirkan anak lagi. Demikianlah tantangannya menyentuh<br />

sensualitas secara tidak langsung, keinginan utamanya adalah<br />

ditujukan pada keinginan keibuan akan anak-anak.<br />

Kedua sutta terakhir adalah karya besar secara filosofis, merangkum<br />

menjadi beberapa syair ringkas tentang pandangan terang yang sangat<br />

mendalam dan pengertian yang luas. Ketika Māra menantang Selā<br />

dengan sebuah pertanyaan tentang asal-mula kehidupan seseorang, ia<br />

menjawab dengan sebuah puisi indah yang merangkum keseluruhan<br />

ajaran sebab-akibat yang saling bergantungan dalam tiga syair empat<br />

baris yang berhiaskan perumpamaan yang mencerahkan (5:9). Ia<br />

mengajukan persoalan serupa kepada Vajirā, yang menjawab dengan<br />

penjelasan mengagumkan dari ajaran bukan-diri, menggambarkan<br />

sifat gabungan dari identitas personal dengan perumpamaan kereta<br />

yang terkenal (5:10).<br />

Walaupun berlatar belakang mitologi dunia kuno di mana<br />

kebiasaan-kebiasaan dan norma-norma yang berlaku adalah jauh<br />

dari masa kita sekarang ini, puisi-puisi dari para bhikkhunī masa lalu<br />

itu tetap mengajarkan kepada kita pada masa sekarang ini melalui<br />

kesederhanaan yang tajam dan kejujuran yang tanpa kompromi. Mereka<br />

tidak memerlukan hiasan atau kecerdikan untuk menyampaikan<br />

pesan mereka, karena mereka sendiri cukup mengesankan kita dengan<br />

kemurnian kebenaran yang tanpa hiasan.<br />

6. Brahmāsaṃyutta<br />

Brahmā adalah dewa tertinggi dari Brahmanisme awal, dianggap<br />

sebagai pencipta alam semesta dan dihormati oleh para brahmana<br />

dengan upacara pengorbanan dan ritual-ritual. Sering kali konsep<br />

Brahmā ini terdapat dalam naskah-naskah Buddhis, walaupun lebih<br />

sebagai sasaran kritikan dan sindiran daripada suatu artikel keyakinan.<br />

Dalam konteks demikian kata “brahmā” digunakan sebagai suatu nama<br />

yang benar, sering juga ditambah menjadi Mahābrahmā, “Brahmā<br />

agung.” Sang Buddha menginterpretasikan ulang gagasan brahmā<br />

dan mengubah sesosok dewa yang maha-kuasa dari para brahmana<br />

menjadi sekelompok para dewa luhur yang berdiam di alam berbentuk

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!