22.11.2014 Views

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

(370) 1. Buku dengan Syair (Sagāthāvagga)<br />

dalam konteks ini. Sepertinya bahwa frasa ini merujuk kembali<br />

pada v. 47 dan na vimānam ajjhagā kembali ke v. 48. Adalah mungkin<br />

juga, bahwa kalimat-kalimat yang menggambarkan Arahanta<br />

setelah Parinibbāna, ketika ia tidak lagi dapat dikenali melalui<br />

lima kelompok unsur kehidupan (baca 44:1). Pāda c sepertinya<br />

menggambarkan Arahanta setelah Parinibbāna, walaupun di<br />

tempat lain ia juga dikatakan sebagai tidak dapat ditemukan di<br />

sini dan saat ini (misalnya, pada 22:86; III 118, 35-36).<br />

39. Spk menjelaskan penghindaran kejahatan melalui jasmani,<br />

ucapan dan pikiran melalui sepuluh kamma baik (baca MN I<br />

47,12-17,287-288, dan lain-lain). Frasa setelah meninggalkan kenikmatan<br />

indria, menolak kegiatan berlebihan dalam kenikmatan<br />

indria; seseorang seharusnya tidak mengejar apa yang menyakitkan<br />

dan membahayakan, menolak penyiksaan diri yang berlebihan.<br />

Demikianlah, Spk mengatakan, syair ini menunjuk pada jalan<br />

tengah yang menghindari kedua ekstrem ini. Keseluruhan syair<br />

ini juga dapat ditafsirkan secara positif dalam hal Jalan Mulia<br />

Berunsur Delapan: tidak melakukan kejahatan melalui jasmani<br />

dan ucapan menyiratkan ucapan benar, perbuatan benar, dan<br />

penghidupan benar; “penuh perhatian” menyiratkan usaha<br />

benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar; “pemahaman<br />

murni” menyiratkan pandangan benar dan kehendak benar. Spk<br />

mengatakan bahwa di akhir khotbah Sang Buddha itu, devatā<br />

itu mencapai Buah Memasuki-Arus dan mengucapkan syair ini,<br />

“Ajaran Dhamma yang agung,” untuk menunjukkan Jalan Delapan<br />

yang dengannya ia telah mencapai Buahnya.<br />

40. Dalam pāda b, saya membaca dayhamāne va, dengan Ee1 dan SS,<br />

bukannya dayhamāno va dalam Be, Se, dan Ee2. Dengan bhavarāga<br />

dalam pāda c, syair-syair ini juga muncul sebagai Th 39-40 dan<br />

1162-63. Dalam bentuk yang sekarang ini, pasangan syair-syair<br />

ini menimbulkan persoalan dalam interpretasi, karena kāmarāga,<br />

nafsu indria, ditinggalkan melalui jalan ketiga, sedangkan<br />

sakkāyadiṭṭhi, pandangan akan diri, ditinggalkan melalui jalan<br />

pertama, sehingga devatā itu terlihat seolah-olah menyarankan<br />

pencapaian yang lebih tinggi dari yang disarankan oleh<br />

Sang Buddha. Persoalan ini tidak muncul dalam versi Th, kar-

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!