22.11.2014 Views

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Pendahuluan (59)<br />

malu, cobaan dan godaan yang dihadapi oleh penggubahnya dalam<br />

karirnya sebagai seorang bhikkhu. Karena memiliki kecenderungan<br />

karakter yang estetis dan secara alami memiliki penghargaan akan<br />

keindahan ragawi, Vaṅgīsa pastilah melewati perjuangan yang sulit<br />

dalam hari-hari awalnya menjadi seorang bhikkhu untuk menyesuaikan<br />

dengan disiplin ketat sebagai bhikkhu, dengan latihan pengendalian<br />

indria dan kewaspadaan pikiran. Sutta-sutta awal dalam bab ini<br />

(8:1-4) membicarakan tentang peperangannya melawan nafsu indria,<br />

kerentanannya pada ketertarikan pada lawan jenis, dan tekadnya<br />

yang kokoh untuk tidak menyerah pada godaan melainkan dengan<br />

berani melanjutkan di sepanjang jalan yang diberikan oleh Gurunya.<br />

Syair-syair itu juga mengatakan kecenderungannya akan keangkuhan,<br />

tidak diragukan berdasarkan pada bakat alaminya sebagai seorang<br />

penyair, dan juga mengatakan upayanya dalam menaklukkan cacat<br />

dalam karakternya. Kelak dalam karir monastiknya, jelas setelah ia<br />

memperoleh tingkat kemahiran yang lebih tinggi, ia sering memuji<br />

Sang Buddha dalam syair, dan dalam suatu kesempatan Sang Buddha<br />

memintanya menggubah syair-syair secara spontan tanpa persiapan<br />

(8:8). Dalam puisi lain ia memuji para siswa besar Sāriputta, Moggallāna,<br />

dan Koṇḍañña (8:6, 9, 10). Puisi terakhir dalam saṃyutta, sebagian<br />

berupa otobiografi, ditutup dengan pernyataan bahwa penggubahnya<br />

telah menjadi seorang Arahanta yang memiliki ketiga pengetahuan<br />

sejati dan kekuatan spiritual lainnya (8:12).<br />

9. Vanasaṃyutta<br />

Saṃyutta ini terdiri dari empat belas sutta yang sebagian besar<br />

dibangun menuruti pola meniru. Seorang bhikkhu menetap sendirian<br />

di dalam belantara, di mana ia seharusnya bermeditasi dengan tekun,<br />

tetapi kelemahan manusia menguasainya dan menyebabkannya<br />

berbelok dari tugas-tugas religiusnya. Kemudian sesosok devatā yang<br />

berdiam di hutan itu berbelas kasihan kepadanya dan mencelanya<br />

dalam syair, mencoba untuk membangkitkan kembali dorongan<br />

religiusnya. Jelas para devatā ini bukanlah makhluk-makhluk surgawi,<br />

seperti yang kita temui dalam Devatāsaṃyutta, melainkan para peri<br />

hutan, dan mereka sepertinya perempuan. Pada beberapa kesempatan

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!