22.11.2014 Views

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

1. Devatāsaṃyutta: Catatan Kaki (371)<br />

41.<br />

42.<br />

43.<br />

ena bhavarāga, nafsu terhadap kehidupan, ditinggalkan melalui<br />

jalan keempat, yaitu Kearahatan. Spk memberikan solusi yang<br />

masuk akal: devā itu mengucapkan syair tersebut sehubungan<br />

dengan pelepasan nafsu indria hanya dengan cara penekanan<br />

(vikkhambhanappahānam eva), yaitu secara sementara melalui<br />

pencapaian jhāna, sedangkan Sang Buddha menyarankan pencapaian<br />

tingkat Memasuki-Arus, yang melenyapkan pandangan<br />

akan diri melalui penghapusan (samuccheda) sehingga bahkan<br />

tidak ada kecenderungan halus (anusaya) yang tersisa, dengan<br />

demikian memastikan pembebasan penuh dalam maksimum tujuh<br />

kelahiran lagi.<br />

Syair ini mengajukan teka-teki yang bergantung pada dua konotasi<br />

phusati, “menyentuh”: (i) untuk memperoleh suatu kamma<br />

tertentu, di sini, kamma berat dari melakukan kesalahan pada<br />

orang yang tidak bersalah; dan (ii) memetik akibat dari kamma<br />

itu pada saat telah masak.<br />

Pada Sn 662, syair ini merujuk pada fitnah Kokāliya terhadap<br />

Sāriputta dan Moggāllāna (baca 6:10, yang mencantumkan kisah<br />

ini tetapi tanpa syair ini). Kisah latar belakang yang berbeda, namun<br />

kurang meyakinkan, diceritakan pada Dhp-a III 31-33, mengomentari<br />

Dhp 125; baca BL 2:282-84. Tentang akibat kamma<br />

dari perbuatan mencelakai orang yang tidak bersalah.<br />

Syair ini dan yang berikutnya membentuk tema pembuka dari<br />

Vism dan dikomentari pada Vism 1-4 (Ppn 1:1-8); Penjelasan ini<br />

digabungkan dalam Spk. VĀT menyarankan bahwa kata antojāṭa<br />

bahijaṭā seharusnya dianggap sebagai kata majemuk bahubbīhi<br />

sebagai kebalikan dari pajā (“memiliki kekusutan di dalam,<br />

memiliki kekusutan di luar”), tetapi saya menerjemahkan sesuai<br />

dengan Spk, yang memperlakukan sebagai tappurisa.<br />

Spk: Kekusutan (jaṭā) adalah suatu istilah bagi jaringan keinginan,<br />

dalam pengertian “saling menjalin”, karena muncul berulang-ulang<br />

naik dan turun di antara objek-objek indria seperti<br />

bentuk-bentuk. Ada kekusutan di dalam, kekusutan di luar, karena<br />

keinginan muncul sehubungan dengan kepemilikan seseorang<br />

dan kepemilikan orang lain; sehubungan dengan jasmani diri

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!