22.11.2014 Views

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB) - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

3. Kosalasaṃyutta: Catatan Kaki (423)<br />

213.<br />

214.<br />

tetapi bahwa engkau mungkin mencintai Diri, oleh karena itu,<br />

seorang suami adalah kekasih. Sesungguhnya, seorang istri bukanlah<br />

kekasih; tetapi bahwa engkau mungkin mencintai Diri,<br />

oleh karena itu, seorang istri adalah kekasih.” (Muller, The Upanishads,<br />

2:109-10, 182-83). Dapat dipercaya bahwa percakapan<br />

Buddhis ini mungkin meniru Upanisad, namun dengan pesan<br />

yang berbeda. Mengingat bahwa Yajñavalkya meyakini Diri<br />

transendental—atman—yang adalah “terlihat, terdengar, tercerap,<br />

tertandai.” Sang Buddha mengutip pepatah etis: karena<br />

seseorang mencintai dirinya lebih daripada orang lain, maka ia<br />

harus menyadari bahwa hal yang sama adalah benar bagi orang<br />

lain dan perlakukanlah mereka dengan cinta dan hormat.<br />

Spk menceritakan kisah latar belakang, juga terdapat (secara<br />

lebih lengkap) dalam Dhp-a II 1-12; baca BL 2:100-7 dan Ja No.<br />

314. Secara singkat: Raja menjadi sangat bernafsu pada seorang<br />

perempuan yang telah menikah dan berencana untuk membunuh<br />

suaminya agar ia bisa mendapatkan sang istri. Suatu malam,<br />

tidak bisa tidur, ia mendengar teriakan menakutkan yang tidak<br />

diketahui sumbernya. Keesokan harinya, ketika ia dengan gelisah<br />

menanyakan artinya kepada brahmana kerajaan, brahmana<br />

itu memberitahunya bahwa suara itu menandakan kematiannya<br />

sudah dekat, yang hanya dapat dicegah dengan melakukan pengorbanan<br />

besar. Ketika ia bertanya kepada Sang Buddha mengenai<br />

suara ini, Sang Buddha memberitahunya bahwa itu adalah<br />

teriakan para peselingkuh yang sedang direbus dalam panci di<br />

neraka besar.<br />

Pengorbanan ini juga menjadi rujukan dari It 21,12-17, dan asalusulnya<br />

dikisahkan pada Sn 299-305. Spk menjelaskan bahwa<br />

pada masa raja-raja kuno, empat pengorbanan pertama sebenarnya<br />

adalah empat landasan kedermawanan (saṅgahavatthu)—<br />

memberi, ucapan yang menyenangkan, perilaku yang murah<br />

hati, dan perlakuan setara—dengan cara demikian, raja-raja<br />

memberikan manfaat di dunia. Tetapi pada masa Raja Okkāka,<br />

para brahmana menginterpretasikan ulang landasan kedermawanan<br />

(yang mereka tambahkan menjadi lima) sebagai pengorbanan<br />

berdarah yang melibatkan pembunuhan dan kekerasan.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!