20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Kwee Siang tertawa dingin. "Ah! Lagak hweeshio2 Siauw Lim sie sungguh tak berbeda<br />

dengan pembesar2 negeri," katanya dengan nada mengejek. "Bolenkah aku mendapat tahu,<br />

apa para Toa hweeshio menjadi pembesar dari kerajaan Song atau menjadi pembesar dari<br />

kaizar Mongol ?"<br />

Pada waktu itu, daerah disebelah utara sungai Hway soei sudah jatuh kedalam tangan tentara<br />

Mongol dan Siauw sit san dengan Siauw lim sienya justeru berada diwilayah kekuasaaan<br />

Mongol.<br />

Sampai sebegitu jauh, karena bertahun-tahun repot menyerang kota Siangyang, maka bala<br />

tentara Mongol masih belum sempat memperhatikan soal2 lain, sehingga sampai sebegitu<br />

juga, Siauw lim sie masih belum diganggu.<br />

Mendengar perkataan Kwee Siang yang sangat tajam, paras muka pendeta itu lantas saja<br />

berubah merah. Ia merasa, bahwa perkataannya memang tidak pantas, karena dengan berkata<br />

begitu, Siauw lim sie se olah-olah mau jadi hakim sendiri terhadap orang luar. Maka itu,<br />

sambil merangkap kedua tangannya, ia segera berkata pula dengan suara manis. "Ada urusan<br />

apa Lie sie coe datang berkunjung kekuil kami? Memohon kau suka meninggalkan senjata<br />

dan pergi kependopo Lip swat teng untuk sekedar minum teh dan beromong-omong."<br />

Kwee Siang mengeluarkan suara dihidung,<br />

"Huh! Kau orang melarang aku masuk kekuil mu, apa dalam kuilmu terdapat mustika yang<br />

menjadi ternoda karena dilihat olehku?" katanya sambil melirik Thio Koen Po dan berkata<br />

pula dengan suara perlahan. " Kau mau ikut tidak?"<br />

Pemuda itu menggelengkan kepala dan moyongkan mulut kearah Kak wan, sebagai tanda,<br />

bahwa ia mau menetap disamping gurunya.<br />

"Baiklah," kata sinona dengan suara nyaring<br />

"Aku tak campur lagi." Ia mengangkat kaki dan turun ditanjakan itu.<br />

Sijubah kuning yang pertama lantas minggir kesamping, tapi yang kedua dan yang ketiga<br />

merintang sambil mengangkat tangan mereka.<br />

"Tunggu dulu," kata salah seorang. "Tinggalkan dulu senjatamu."<br />

"Kami tak akan menahan senjata Lie sie coe dalam tempo lama," kati si jubah kuning yang<br />

pertama. "Begitu lekas Lie coe sudah turun gunung, kami akan segera mengembalikannya.<br />

peraturan ini adalah peraturan Siauw lim sie sudah dipertahankan selama ribuan tahun,<br />

sehingga kami meminta Lie sie coe suka memaaf kannya."<br />

Mendengar permintaan yang sopan itu, sinona bimbang. " Jika membantah, aku tentu mesti<br />

bertempur dan seorang diri, bagaimana bisa melawan jumlah mereka yang begitu besar?"<br />

Pikirnya. "Tapi, kalau aku meninggalkan senjata, aku seperti juga menghilangkan muka ayah,<br />

ibu, kakek ciecie, Toako dan Liong Cie cie."<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 10

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!