20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Selagi enak jalan, sekonyong2 terdengar suara kaki kuda dan dua penunggang kuda<br />

mendatangi dari belakang dengan cepatnya. Muka Tio Beng lantas saja berubah pucat. Sambil<br />

memeluk pinggang Boe Kie, berkata, “Kakakku bertindak cepat sekali. Kita ternyata tidak<br />

bisa terlolos dari tangannya. Boe Kie biarlah aku pulang dulu. Aku akan berikhtiar untuk<br />

memohon kepada ayah supaya kita bisa berkumpul kembali. Boe Kie koko, aku akan<br />

bersumpah tidak akan mengkhianati kau!” Sesaat itu kedua pengejar sudah datang dekat<br />

sekali. Tio Beng menarik les supaya tunggangan miring ke sisi jalanan dan mencabut<br />

pisaunya. Ia sudah mengambil keputusan pasti, bahwa jika kakaknya mau jiwa Boe Kie, ia<br />

akan mati bersama2 kecintaannya itu.<br />

Tapi sesudah elwat, kedua pengejar itu tidak lantas berhenti dan ternyata mereka hanyalah<br />

dua serdadu biasa. Baru saja Tio Beng bergirang, kedua serdadu Mongol itu mendadak<br />

menahan kuda tunggangan mereka dan sesudah berdamai sejenak mereka lalu membelokkan<br />

kuda dan menghampiri.<br />

“Hai! Darimana kamu curi kuda2 itu?” bentak salah seorang yang berewokan.<br />

Mendengar bentakan itu Tio Beng tahu, bahwa mereka jadi mata merah karena melihat kuda<br />

yang dihadiahkan oleh ayahnya. Kuda2 itu adalah tunggangan pilihan dengan seta tertata<br />

emas sanggurdi yg terbuat daripada per k. Orang2 Mongol sangat mencinai kuda, sehingga<br />

oleh karenanya tidaklah heran kalau kedua serdadu itu bergoncang hatinya. Diam2 si nona<br />

mengambil keputusan bahwa kalu terpaksa ia akan menyerahkan kuda2 itu. “Jangan kurang<br />

ajar!” bentaknya dalam bahasa Mongol, “Dalam pasukan siapa kamu berdua?”<br />

Serdadu itu terkejut. “Siapa Siocia?” dia balas menanya. Melihat pakaian Boe Kie dan Tio<br />

Beng yang sangat indah dan mendengar bahasa Mongol yg diucapkan dengan lancar dia tidak<br />

berani berlaku sembrono.<br />

“Aku adalah putri Waeri Puche Ciangkoen,” jawab Tio Beng. “Ini kakakku. Ditengah jalan<br />

aku bertemu dengan orang jahat dan kami terluka.”<br />

Kedua serdadu itu saling melirik dan kemudian mereka tertawa terbahak2. “Bagus!” teriak si<br />

berewok. “Paling benar aku antar kamu berdua ke akherat!” Seraya berkata begitu, dia<br />

menghunus golok menyentik les dan menerjang.<br />

Tio Beng terkesiap. “Ee!” teriaknya. “Aku akan beritahukan ayah dan engkat akan dibeset<br />

oleh empat kuda.”<br />

Si botak menyeringai dan mengeluarkan suara di hidung. “Puche tak becus melawan<br />

pemberontak Beng kauw dan melampiaskan amarahnya terhadap aku,” katanya. “Kemarin<br />

aku membenrontak dan mencincang ayahmu. Sungguh kebetulan kami bertemu dengan kamu<br />

berdua.” Seraya berkata begitu ia membacok. Tio Beng mengendut les dan kudanya<br />

melompat sehingga golok membacok angin. Selagi siberewok mau mengubar kawannya yg<br />

berusia lebih muda berkata, “Jangan bunuh nona manis itu! Paling benar kita mengambil dia<br />

untuk menghibur hati.”<br />

“Bagus!” kata si berewok.<br />

Pada detik itu, Tio Beng yg sangat pintar sudah menghitung tindakan yg harus diambilnya. Ia<br />

melompat turun dari punggung kuda dan lari ke sisi jalanan.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1265

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!