20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Bagaimana perasaanmu, andaikata besok aku mati? tanya Tio Beng. Di dalam hatimu kau<br />

tentu berkata, Terima kasih kepada Langit dan Bumi, musuh yang kejam sudah mampus dan<br />

aku boleh tidak usah terlalu pusing. Kau tentu berpikir begitu bukan?<br />

Tidak! Tidak! Aku sama sekali tak mengharapkan kematianmu. Tidak! Wie Hok Ong hanya<br />

menakut-nakuti kau, mengancam untuk menggores mukamu. Bicara terus terang, aku merasa<br />

sangat kuatir. Tio Kauwnio, kuharap kau tidak menyulitkannya lebih lama. Lepaskanlah<br />

tokoh-tokoh keenam partai itu. <strong>Mar</strong>ilah kita hidup damai. Bukankah kehidupan begitu lebih<br />

bahagia daripada bermusuhan yang berlarut-larut?<br />

Bagus! Akupun mengharapkan itu. Kau seorang Kauwcoe dari Beng-kauw. Perkataanmu<br />

berharga bagaikan emas. Pergilah kau memberitahukan supaya mereka semua mengabdi<br />

kepada kerajaan. Ayahku akan melaporkan kepada Hong-siang agar mereka diberi anugerah.<br />

Boe Kie menggelengkan kepala dan berkata dengan suara perlahan, Kami bangsa Han<br />

mempunyai suatu tekad. Tekad itu ialah mengusir kekuasaan Mongol dari bumi bangsa kami.<br />

Tiba-tiba si nona bangkit. Apa? tegasnya. Kau berani mengeluarkan kata-kata itu? Apakah itu<br />

bukan berarti pemberontakan?<br />

Aku memang sudah memberontak, jawabnya, Apa kau belum tahu?<br />

Lama sekali si nona mengawasi wajah Boe Kie. Perlahan-lahan sinar kegusaran menghilang<br />

dari paras wajahnya dan berganti dari sinar kedukaan dan putus harapan. Perlahan-lahan ia<br />

duduk dan berkata dengan suara parau, Aku sudah tahu. Aku hanya ingin dengar kepastiannya<br />

dari mulutmu sendiri.<br />

Boe Kie berhati lemah. Melihat kedukaan si nona ia terus merasa berduka. Kalau dapat, ia<br />

bersedia untuk menuruti segala kemauan nona Tio. Hanya urusan itu adalah urusan nusa dan<br />

bangsa maka ia harus tetap kokoh pada pendiriannya, ia tak tahu bagaimana caranya<br />

menghibur Tio Beng dan ia membungkam sambil menundukkan kepala.<br />

Selang beberapa lama ia berkata, Tio Beng Kauwnio, sekarang sudah larut malam. Biarlah<br />

aku mengantar kau pulang.<br />

Apakah kau tak sudi menemani aku duduk-duduk di sini lebih lama lagi?<br />

Bukan! Kalau kau masih ingin minum dan berbicara aku bersedia untuk menemani terus.<br />

Tio Beng tersenyum, Kadang-kadang aku melamun, katanya. Andaikata aku bukan seorang<br />

Mongol, bukan seorang putri pangeran tapi hanya seorang wanita Han biasa seperti Cioe<br />

Kauwnio, mana yang lebih cantik.<br />

Boe Kie terkejut, ia tak duga si nona bakal mengajukan pertanyaan begitu. Tapi hal ini tidak<br />

mengherankan. Tio Beng adalah seorang Mongol yang beradat polos. Tanpa merasa pemuda<br />

itu mengawasi wajah si nona yang sangat ayu dan tanpa merasa pula ia berkata, Tentu saja<br />

kau lebih cantik.<br />

Mata Tio Beng bersinar girang, ia menyodorkan tangan kanannya dan mencekal tangan Boe<br />

Kie. Thio Kongcoe apakah kau merasa senang jika kau sering-sering bertemu denganku?<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 979

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!