20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

“Aku hanya meluluskan permohonanmu untuk tidak mengambil jiwanya. Tapi tekadku untuk<br />

merampas To Liong to tidak dapat diubah lagi…”<br />

“Tapi popo…”<br />

“Jangan rewel! Jangan sampai darahku meluap!” Sehabis membentak, si nenek mengayun<br />

tangannya “Cring!” demikian terdengar suara beradunya logam daengan batu. Sambil maju<br />

dengan perlahan, ia mengayun tangannya berulang2 dan setiap nyanan tangan di iring dengan<br />

suara “cring”. In Lee sendiri berduduk dibatu seraya menangis dengan perlahan.<br />

Melihat kecintaan nona itu terhadap dirinya. Boe Kie merasa sangat terharu dan berterima<br />

kasih.<br />

Beberapa lama kemudian, dari jarak belasan tombak, si nenek membentak, “Bawa kemari!”<br />

Mau tak mau In Lee berbangkit dan menjemput karungnya. Dengan menenteng karung itu, ia<br />

menghampiri si nenek.<br />

Boe Kie merangkak maju beberapa tindak. Tiba2 ia bergidik ia merasa punggungnya diguyur<br />

dengan air es. Mengapa? Karena dibatu2 gunung dalam jarak dua tiga kaki, tertancap<br />

sebatang jarum baja yg panjangnya kira2 delapan coen dengan tajamnya mendongak keatas.<br />

Ah! Nenek Kim hoa benar2 jahat! Sebab kuatir tidak bisa menjatuhkan ayah angkatnya, dia<br />

memasang “barisan jarum”. Rupa2nya Kim Hoa popo menganggap bahwa ia juga<br />

menggunakan senjata rahasia, ia belum tentu bisa berhasil. Sebab Kim mo Say ong bisa<br />

berkulit (Red: berkelit?) dengan mendengar sambaran angin.<br />

Boe Kie seorang manusia yg sangat sabar. Tapi skrg darahnya meluap. Sebisa2 ia mencekam<br />

hawa amarahnya karena ia tahu bahwa dengan mengumbar napsu ia bisa merusak urusan<br />

besar. Semula ia ingin segera mencabut jarum itu dan melocoti topeng si nenek, tapi ia segera<br />

membatalkan niatnya karena mendapat lain pikiran. “Nenek jahat itu memanggil Gie hoe<br />

dengan istilah Cia Hiantee. Dahulu mereka tentu mempunya perhubungan yg lebih erat.<br />

Sekarang kutunggu sampai ia bertengkar dengan Gie hoe dan pada saat yg tepat, aku<br />

membuka topengnya. Hari ini langit menaruh belas kasihan sehingga secara kebetulan aku<br />

berada di tempat ini. Gie Hoe pasti tidak akan mengalami bahaya apapun jua.”<br />

Sesudah mengambil keputusan, dengan pikiran lebih tenang, ia segera duduk di atas sebuah<br />

batu.<br />

Sekonyong2 angin meniup dan di antara suara angina terdapat lain suara seperti jatuhnya<br />

selembar daun. Tapi Boe Kie yang berkuping tajam sudah tahun bahwa suara itu adalah Tan<br />

Yoe Liang yg tangannya memegang sebatang golok bengkok. Golok itu sangat tipis dan di<br />

bungkus dengan selembar kain untuk menendang sinarnya. Melihat lagak orang yg seperti<br />

maling, diam2 Boe Kie memuji, tepatnya tebakan Boe Kie. Dengan sesungguhnya dia bukan<br />

manusia baik2, katanya didalam hati.<br />

Mendadak terdengar seruan Kim Hoa Popo, “Cia Hiantee, penjahat anjing yg tak mengenal<br />

mampus dtg menyatroni lagi!”<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1045

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!