20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

"Hatiku hancur dan mendadak aku mendapat pikiran jahat. Sudahlah! teriakku. Sakit hati ini<br />

sukar bisa dibalas. Guna apa Cia Soen hidup lebih lama didalam dunia ? Seraya berkata<br />

begitu, aku mengangkat tangan untuk menghantam batok kepalaku."<br />

"Lihay ! Sungguh lihay tipu itu!" seru Boe Kie. "Tapi Giehoe, apakah siasatmu itu tidak<br />

terlalu kejam?"<br />

"Melihat apa kau?" tanya Coei San,<br />

"Melihat Giehoe mau <strong>membunuh</strong> diri dengan rnenghantam batok kepala sendiri, Hweeshio<br />

tua itu pasti akan berteriak untuk mencegah dan akan coba menolong," jawab Boe Kie.<br />

"Giehoe pasti akan turun tangan pada saat pendeta itu tidak berjaga-jaga. Tapi ia begitu baik<br />

terhadapmu dan Giehoe tentu tidak boleh melukakannya. Bukankah begitu? "<br />

Bukan main herannya Coei San dan So So. Mereka memang tahu, bahwa anak itu sangat<br />

cerdas otaknya. Tapi mereka sama sekali tak pernah menduga, bahwa dalam tempo sekejap<br />

mata, ia sudah bisa melihat akal khianatnya Cia Soen. Mereka sendiri adalah orang-orang<br />

yang terkenal pintar dan mempunyai banyak pengalaman dalam dunia Kangouw. Tapi dalam<br />

kecepatan berpikir, mereka ternyata masih kalah setingka t dari anak itu.<br />

Paras muka Cia Soen berubah sedih dan sesudah menghela napas, ia berkata dengan suara<br />

parau: "Benar. Aku justru ingin menyalah gunakan kemuliaan Kong kian Tayso! BoaeKie,<br />

tebakanmu tepat sekali. Biarpun benar gerakanku itu merupakan suatu akal busuk, tapi pada<br />

waktu aku mengayun tangan untuk menepuk batok kepalaku, aku menghadapi bahaya yang<br />

sangat besar. Kalau aku tidak menghantam sungguh-sungguh dengan sepenuh te<strong>naga</strong>, Kong<br />

kian tentu bisa melihatnya dan ia pasti tak akan coba, menolong."<br />

"Dari tiga belas pukulan hanya ketinggalan satu pukulan saja. Cit siang koen memang lihay,<br />

tapi sudah ter bukti, bahwa itu tak bisa menghancurkan Kim kong Poet hoay tee yang<br />

melindungi seluruh tubuhnya. Maka itu, dengan pukulan biasa, tak usah diharap aku bisa<br />

berhasil dan aku boleh tak usah mimpi untuk membalas sakit hati ini. Demikianlah, ibarat<br />

orang berjudi, pada detik itu aku tengah melemparkan dadu yang penghabisan kali. Aku<br />

menghantam dengan sekuat te<strong>naga</strong>. Jika ia tidak menolong, maka aku akan binasa dengan<br />

kepala hancur. Memang, kalau aku tidak bisa membalas sakit hati, memang labih baik aku<br />

binasa"<br />

"Melihat sambaran tanganku, Kong kian Taysoe berteriak: Hei! Jangan ... Seraya berteriak, ia<br />

melompat dan nenangkis tanganku. Pada detik itulah aku mengirim tinju kiri kebawah<br />

dadanya. Buk ! Tinjuku mampir tepat pads sasarannya. Kali ini ia benar sekali tidak berjaga<br />

jaga. Tubuh manusia terdiri dari darah dan daging tentu saja tak bisa menerima pukulan Cit<br />

sang koen yang sehebat itu. Tanpa bersuara, pendeta yang sangat rnulia itu rubuh ditanah!"<br />

"Aku mengawasinya sejenak dan tiba tiba rasa kemanusiaanku mengamuk hebat. Aku<br />

memeluknya dan rnenangis keras. Kong kian Taysoe, Cia Soen tak mengenal pribadi, lebih<br />

hina daripada babi dan anjing! kataku dengan suara parau."<br />

Coei San bertiga tidak rnengeluarkan sepatah kata. Mereka sangat berduka akan kebinasaan<br />

pendata yang berhati begitu mulia.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 253

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!