20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Ketika itu matahari sudah mulai menyelam ke barat dan musim rontok yang dingin mulai<br />

turun. Untuk beberapa saat mereka tidak berkata-kata. Tiba-tiba paras muka si nona berubah<br />

lagi, kulitnya yang putih bersemu dadu, kedua matanya mengeluarkan sinar kecintaan, sedang<br />

sikapnya seperti orang kemalu-maluan. Boe Kie koko, katanya dengan suara hampir tidak<br />

kedengaran, bukankah ayah dan ibu berdosa terhadap In Liok Siok?<br />

Ah! Kejadian yang sudah lampau, tak perlu disebut-sebut lagi, kata Boe Kie.<br />

Tidak! bantah si nona. Bagi orang lain, kejadian itu memang kejadian yang sudah lama. Aku<br />

sendiri sekarang sudah berusia tujuh belas tahun. Tapi bagi In Liok Siok kejadian itu bkan<br />

kejadian lama. Ia masih tidak bisa melupakan ibu. Waktu ia terluka berat dan berada dalam<br />

keadaan setengah sadar, sering-sering ia mencekal tanganku dan berkata Siauw Hoe! Siauw<br />

Hoe! Jangan tinggalkan aku, aku sudah menjadi manusia bercacat. Tapi aku memohon jangan<br />

tinggalkan aku.. jangan tinggalkan aku, ia bicara dengan suara parau dan kemudian air<br />

matanya mengalir turun di kedua pipinya.<br />

Liok Siok mengatakan begitu, sebab ia berada dalam keadaan lupa ingat, kata Boe Kie dengan<br />

suara membujuk. Kau tidak boleh menerima perkataan itu secara sungguh.<br />

Poet Hwi menggelengkan kepala. Kau salah, bantahnya. Bukan begitu kau tidak tahu, tapi aku<br />

tahu. Belakangan sesudah tersadar, ia mengawasi aku dengan sorot mata dan sikap yang tidak<br />

berbeda. Ia mau minta supaya aku kan dia, tapi ia merasa berat untuk membuka mulut.<br />

Boe Kie menghela napas. Ia mengenal baik adat paman itu. Biarpun ilmu silatnya sangat<br />

tinggi, pada hakekatnya In Lie Heng berperasaan sangat halus. Dahulu waktu masih kecil,<br />

Boe Kie sering menyaksikan cara bagaimana paman itu mengucurkan air mata untuk urusanurusan<br />

kecil. Kebinasaan Siauw Hoe merupakan pukulan sangat hebat. Maka tidaklah heran<br />

meskipun sudah bercacat, Lie Heng masih tidak bisa melupakan tunangannya itu.<br />

Sesudah termangu beberapa lama, Boe Kie berkata dengan suara serak. Ya .. kita tidak bisa<br />

berbuat banyak untuk menghibur hatinya. Jalan satu-satunya aku harus berusaha sekeraskerasnya<br />

untuk merampas Hek Goan Toan Siokko guna mengobati Liok Siok san Sam<br />

Soepeh.<br />

Makin lama melihat sikap In Liok Siok, hatiku merasa kasihan. Kata pula Poet Hwi. Aku<br />

tidak dapat menghilangkan perasaan bahwa selama orang itu termasuk ayah dan ibu telah<br />

melakukan perbuatan yang tidak pantas terhadapnya. Boe Kie koko ia terdiam sejenak<br />

kemudian meneruskan perkataannya dengan suara hampir tak kedengaran, aku sudah berjanji<br />

dengan In Liok Siok, bahwa aku tak perduli ia sembuh atau tak sembuh, aku akan<br />

mengawaninya seumur hidup dan tidak akan berpisah lagi selama-lamanya! sehabis berkata<br />

begitu, air mata mengucur deras, akan tetapi paras mukanya berubah terang. Itulah paras dari<br />

seorang yang dihinggapi rasa malu bercampur bangga.<br />

Boe Kie terkejut. Ia tak pernah mimpi, bahwa Poet Hwi rela mengabdi kepada In Lie Heng<br />

seumur hidup. Untuk beberapa saat, dia mengawasi si nona dengan mata membelalak dan<br />

kemudian berkata dengan suara terputus-putus, kau!..... kau..<br />

Secara tegas aku sudah berjanji dengannya, bahwa dalam penitisan ini, aku akan<br />

mengikutinya selama-lamanya, berkata pula Poet Hwi dengan suara yang tetap. Walaupun<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 912

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!