20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Merasa bahwa meskipun mengerubuti, mereka belum tentu bisa menjatuhkan Cioe Cie Jiak.<br />

Seperti soehengnya, ia rela berkorban supaya sang kakak bisa memperhatikan ilmu silat<br />

cambuk itu dan dengan demikian, masih ada kemungkinan bahwa Jie Lian Cioe bisa<br />

menolong diri. Memikir begitu, ia tidak menyerahkan pedangnya dan berkata, "Soeko, biarlah<br />

aku yang maju lebih dahulu."<br />

Jie Jie hiap mengawasi sang adik. Selama puluhan tahun mereka belajar bersama-sama<br />

mereka seperti hubungan tangan dan kaki. Tiba-tiba saja darah Jie Lian Cioe bergolak-golak<br />

dan rasa terharu datang seperti gelombang. Ia ingat bahwa Jie Thay Giam bercacat. Thio Coei<br />

san bunuh diri, Bo Seng koh dibinasakan orang sehingga Boe tong Cithiap hanya ketinggalan<br />

empat orang saja. Dan hari ini dua diantaranya, untuk beberapa saat, ia mengawasi muka si<br />

adik.<br />

"Kalau aku mati lebih dahulu, Laktee pasti tak akan bisa membalas sakit hatiku,” pikirnya.<br />

"Tapi ia pasti tak akan lari dan kami berdua akan mengorbankan jiwa bersama sama, tanpa<br />

mampu membalas. Kalau dia mati lebih dahulu mungkin sekali dengan memperhatikan silat<br />

wanita itu, aku masih bisa binasa dengan mengambil juga jiwanya musuh. "Memikir begitu ia<br />

segera mengangguk dan berkata. "Lak-tee pertahankan dirimu sedapat mungkin.”<br />

Mengingat isterinya Yo Pit Hwie sedang hamil, tanpa merasa In-Liok hiap mengawasi Yo-<br />

Siauw dan Boe Kie. Tapi ia merasa jengah sendiri. Ia tahu. andaikata ia mati, isteri dan<br />

anaknya pasti tak akan terlantar. Perlu apa ia bersikap seperti seorang perempuan yang berhati<br />

lemah.<br />

Dilain saat ia sudah mengangkat pedang dan dengan kedua mata mengawasi ujung pedang, ia<br />

memusatkan semangat dan pikiran. "Ciangboen jin, silahkan!" ia mengundang. Ia berusia<br />

banyak dan lebih tua daripada Cie Jiak, tapi karena nyonya itu seorang Ciang boen jin, maka<br />

ia menjalankan tata kehormatan itu.<br />

Melihat si adik seperguruan memasang kuda-kuda Thay kek kiam, sambil menghela napas<br />

Jie-Jiehiap mundur.<br />

"Kau mulailah," kata Cie Jiak.<br />

Mengingat gerakan nyonya itu cepat bagaikan kilat, sehingga kalau dia menyerang lebih<br />

dahulu dia mendapat banyak lagi keuntungan, maka dari itu tanpa sungkan-sungkan lagi In<br />

Lie Heng lalu menggeser kaki kirinya dan menikam dengan pukulan Sam hoau To goat ( Tiga<br />

lingkaran memeluk rembulan).<br />

Waktu menikam ujung pedang menggetar dan mengeluarkan suara, suatu tanda, bahwa<br />

tikaman itu disertai dengan Lweekang yang sangat tinggi, sehingga para hadirin<br />

menyambutnya dengan tepukan tangan. Cie Jiak berkelit dan In Lie Heng mengirim lagi<br />

serangan berantai Bintang Tay hwie chee dan Yan coe Tiauw soen (Anak walet terbang diatas<br />

air). Dengan egosan yang indah Cie Jiak memunahkan kedua serangan itu. “In Liok hiap, aku<br />

mengalah dalam tiga jurus untuk membalas budi kecintaanmu waktu aku berada di Boe tong<br />

pai,” katanya. Hampir berbareng, ujung cambuk menyambar dada In Lie Heng. Pendekar Boe<br />

tong itu melompat ke samping dan membabat dengan pedang dalam pukulan Hong Ho yap (<br />

Angin menyapu daun teratai ). "Tak!" cambuk dan pedang kebenterok dan In Lie Heng<br />

merasa telapak tangannya seperti terbeset, sehingga pedangnya hampir-hampir terlepas. Ia<br />

kaget.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1366

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!