20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

kati sehingga te<strong>naga</strong> yang sangat besar itu dapat disalurkan dari pundak ke rantai besi, maka<br />

selagi terseret, rantai besi itu seolah olah semacam cangkul yang mencangkul garis2 papan<br />

catur. Tapi meskipun demikian, walaupun Kak wan meminjam te<strong>naga</strong> apa yang<br />

dipertunjuknya sudah jarang sekali terlihat dalam Rimba Persilatan.<br />

"Toahweeshio!" teriak Ho Ciok Too. "Lwee kangmu hebat sekali, aku tak bisa menandingi"<br />

Kak wan menghentikan tindakannya dan mengawasi tamu sambil bersenyum.<br />

"Toahweeshio," kata pula He Ciok Too. "Kita tidak bisa main catur lagi dan aku mengaku<br />

kalah. Sekarang aku ingin minta petunjukmu dalam ilmu pedang."<br />

Hampir berbareng dengan perkataannya, ia menghunus sebatang pedang panjang dari bawah<br />

Cit hian khim. Ia segera bergerak untuk menyerang dan gerakannya yang pertama sangat luar<br />

biasa, yaitu ujung pedang menuking dadanya sendiri, sedang gagang pedang menuding lawan.<br />

Semua orang ter-heran2 sebab didalam dunia belum pernah ada Khiam boat yang begitu aneh.<br />

"Loo ceng hanya bisa membaca kitab, bersemedhi, menjemur buku dan menyapu lantai," kata<br />

Kak wan. "Mengenai ilmu silat sedikitpun aku tidak mengerti,"<br />

Ho Ciok Too tentu saja mau percaya. Seraya tertawa dingin ia lompat menerjang. Tiba tiba<br />

ujung pedang itu berbalik dan meluncur kedada si pendeta. Ternyata, dalam gerakannya yang<br />

pertama, yaitu? waktu ujung pedang manuding dadanya sehdiri, ia sedang mengumpulkan<br />

te<strong>naga</strong> dalam dan kemudian, secara mendadak, membalikkan senjatanya dengan Lweekang<br />

itu.<br />

Jika Ho Ciok Too menghadapi ahli silat biasa, serangan itu pasti akan berhasil. Akan tetapi<br />

Lweekang Kak wan sudah mencapai tarap dimana setiap gerakannya selalu terjadi secara<br />

wajar, menurut jalan pikirannya, Maka itu, biarpun pedang menyambar bagaikan kilat, jalan<br />

pikiran si pendeta lebih cepat dari sambaran pedang. Pada detik yang tepat, sebuah tahang<br />

melompat naik dan "tang" pedang menikam tahang dan lantas saja melengkung seperti bulan<br />

sisir, Buru2 Ho Ciok Too menarik pulang senjatanya, sedang tangan kirinya mengebas muka<br />

lawan. Sekali lagi tahang yang lain naik dan tangannya terpental kesamping<br />

Jilid 3________________<br />

Ia kaget tercampur penasaran. Ia merasa pasti, bahwa kedua tahang besi yang sangat berat itu,<br />

tak akan bisa menangkis ceceran pedang jika ia menyerang dengan menggunakan kecepatan.<br />

Memikir begitu, ia lantas saja berseru: "Toahweeshio, kali ini kau hati2" Pedangnya<br />

menggetar dan seperti kilat, ia mengirim enam belas tikaman berantai.<br />

"Tang-tang-tang ! - - -" enambelas kali Cap-lak chioe Soen loei kiam (Pedang geledek<br />

enambelas kali menikam) menikam di tahang besi!<br />

Melihat gerak gerik Kak-wan yang sangat repot dan bingung waktu diserang, semua orang<br />

percaya, bahwa memang sebenarnya ia tidak mengerti ilmu silat.<br />

Pada waktu Ho Ciok Too baru mulai menyerang, semua orang sangat berkuatir. "Ho Kie-sie,<br />

jangan berlaku kejam !" teriak Boe sek dan Boe siang hampir berbareng,<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 48

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!