20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Sementara itu, Siauw Ciauw meniup api obor, membuat sebuah lubang di salju dan kemudian<br />

menguburkan potongan kayu yang tadi dijadikan obor di dalam lubang itu. Kayu, oh kayu!<br />

katanya dengan suara perlahan. Terima kasih banyak untuk pertolonganmu. Kamu telah<br />

memberikan sinar terang sehingga Thio Kongcoe dan aku bisa keluar dari gua. Tanpa<br />

pertolonganmu kami tentu akan binasa.<br />

Boe Kie tertawa terbahak-bahak, hatinya senang sekali. Di dalam dunia banyak sekali<br />

manusia yang tak mengenal budi, pikirnya. Dengan berbuat begini, Siauw Ciauw<br />

menunjukkan bahwa ia seorang yang luhur budinya. Ia merasa kagum, ia mengawasi kulit<br />

muka yang putih bagaikan batu pualam. Tanpa sadar ia memuji, Siauw Ciauw, kau sungguh<br />

cantik.<br />

Thio Kongcoe, apa kau membohongi aku? tanya si nona dengan girang.<br />

Sekarang kau ayu sekali, jawabnya. Tapi kau tak boleh berlagak bongkok dan pincang lagi.<br />

Baiklah, kata Siauw Ciauw. Jika kau berkata begitu, biarpun Siocia, aku tentu takkan<br />

menyamar lagi.<br />

Gila! Perlu apa dia bunuh kau, bentak Boe Kie.<br />

Mereka segera pergi ke pinggir tebing dan memperhatikan keadaan di sekitarnya. Mereka<br />

ternyata berada di lereng sebuah puncak. Waktu datang di Kong beng-teng, Boe Kie berada<br />

dalam karungnya Swee Poet Tek sehingga ia sama sekali tidak tahu keadaan bumi di gunung<br />

ini. Sekarangpun ia masih belum tahu di mana mereka berada. Sambil menudung mata dengan<br />

tangannya ia memandang ke tempat jauh. Tiba-tiba ia lihat beberapa sosok tubuh manusia<br />

yang tergeletak di sebelah barat laut.<br />

Coba kita lihat, katanya sambil mencekal tangan Siauw Ciauw dan lalu menuju ke tanjakan<br />

itu dengan berlari-lari. Sesudah memiliki Kioe yang dan Kian koen Tay lo ie Sin-kang, setiap<br />

gerakan Boe Kie hebat luar biasa. Maka itu, meskipun membawa Siauw Ciauw, larinya cepat<br />

bagaikan walet terbang, dalam sekejap mereka sudah tiba ke tempat yang dituju.<br />

Empat mayat rebah di situ, semua berlumuran darah. Tiga di antaranya mengenakan seragam<br />

Beng-kauw sedang yang seorang pendeta, mungkin sekali murid Siauw Lim sie.<br />

Celaka! seru Boe Kie di dalam tenggorakan. Selagi kita berada di perut gunung, keenam<br />

partai sudah berada di sini. Ia meraba dada keempat mayat itu. Semuanya dingin.<br />

Ia segera menarik tangan Siauw Ciauw dan mendaki puncak dengan mengikuti tapak kaki.<br />

Sesudah melalui beberapa puluh tombak, mereka kembali bertemu dengan tujuh mayat yang<br />

rupanya sangat menakutkan.<br />

Boe Kie bingung, Bagaimana dengan Yo Siauw Sianseng, Poet Hwie Moay-moay? katanya.<br />

Ia berlari-lari makin cepat sehingga Siauw Ciauw seolah-olah sedang terbang dengan<br />

ditenteng pemuda itu.<br />

Setelah membelok di sebuah tikungan, mereka bertemu dengan lima mayat murid Beng-kauw,<br />

semuanya tergantung di pohon dengan kepala di bawah kaki di atas dan muka seperti dicakar<br />

dengan cakar yang sangat tajam.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 736

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!