20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Boe Kie kaget tercampur girang sebab ia segera mengenali, bahwa orang yang berbicara<br />

adalah paman gurunya yang keempat. Thio Siong Kee.<br />

“Tanda-tanda yang tinggalkan Cit Tee menuju ke tempat ini,” kata seorang lain. “Mungkin<br />

sekali Cit Tee pernah masuk ke gua ini,” itulah suara Boe Tong Liok Hiap, In Lie Heng.<br />

Baru saja Boe Kie mau memanggil, mulutnya sudah ditekap Tio Beng. “Kita berada berduaan<br />

dan kalau dilihat mereka, kita akan merasa tidak enak,” bisik si nona.<br />

Boe Kie menyetujui peringatan itu. Meskipun ia putih bersih, tapi jika ia dan Tio Beng<br />

ditemukan berduaan dalam sebuah gua, para paman itu tentu sukar percaya kebersihannya.<br />

Apapula, sebagai koencoe dari kerajaan goan, nona Tio pernah memperanjakan para pendekar<br />

Boe Tong di Ban Hoat Sie, sehingga kalau mereka bertemu muka, pertemuan itu merupakan<br />

pertemuan antara musuh dan musuh. Ia segera mengambil keputusan, bahwa begitu lekas para<br />

pamannya berlalu, akan segera ia berpisahan dengan Tio Beng, supaya ia tak usah mengalami<br />

hal-hal yang tidak enak.<br />

“Ih!” Demikian terdengar seruan Jie Lian Cioe. “Di sini ada cabang-cabang siong yang<br />

terbakar…. Hmmm.. kulit… darah dan sisa daging kijang.”<br />

“Hatiku sangat tak enak.” Kata orang keempat. “Kuharap saja Cit Tee tak kurang suatu apa.”<br />

Orang itu bukan lain daripada Song Wan Kiauw.<br />

Jantung Boe Kie memukul keras. Empat paman gurunya turun gunung bersama-sama untuk<br />

mencari Boh Seng Kok. Dari pembicaraan mereka, dapat ditarik kesimpulan, bahwa paman<br />

guru yang paling kecil itu telah bertemu dengan musuh yang kuat. Ia turut merasa kuatir.<br />

“Toa Soeko tak usah begitu kuatir,” kata Thio Siong Kee sambil tertawa. “Karena sangat<br />

mencintai Cit Tee, Toa Soeko masih menganggap dia sebagai anak kecil Boh Seng Kok<br />

dahulu. Andaikata ia bertemu dengan musuh tangguh, kurasa Cit Tee masih bisa<br />

menghadapinya.”<br />

Aku bukan kuatir Cit Tee,” kata In Lie Heng. “Yang kupikiri si bocah Boe Kie yang sekarang<br />

tak ketahuan ke mana perginya. Dia sekarang menjadi kc dari Beng Kauw. Pohon yang tinggi<br />

mengandung angin. Dalam kedudukannya itu tentu ada banyak musuh yang ingin<br />

mencelakainya. Walaupun ilmu silatnya tinggi, pikirnya terlalu sederhana dan ia tak tahu<br />

hebatnya gelombang Kang Ouw. Kuatir ia kena ditipu orang jahat.”<br />

Boe Kie merasa sangat terharu. Budi kebaikan para pamannya besar bagaikan gunung dan ia<br />

tak tahu bagaimana harus membalasnya. Mendadak Tio Beng berbisik, “aku orang jahat dan<br />

sekarang kau sudah ditipu orang jahat. Apa kau tahu?”<br />

“Dalam usaha mencari Boe Kie dengan mengambil jalan utara, Cit Tee nampaknya telah<br />

mendapat endusan,” kata Song Wan Kiauw. “tapi apa artinya itu delapan perkataan yang<br />

ditinggalkannya di rumah penginapan Wie Kek di Tian Cin?”<br />

“Ya….. “ kata Thio Siong Kee. “Cit Tee mengatakan, dalam rumah tangga ada perubahan,<br />

kita harus membersihkannya. Siapa yang dimaksudkan dengan kata-kata itu? Apakah dalam<br />

Boe Tong Pay terdapat manusia keji? Apa Boe Kie…. “ ia tak meneruskan perkataannya.<br />

Tapi nada suaranya mengunjuk rasa kuatir.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1169

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!