20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

memasukkan botol obat ke dalam sakunya. “Maaf!” katanya seraya membuka jalan darah<br />

Ceng hoei. Akhirnya dengan mendukung Tio Beng ia lari ke jurusan barat.<br />

Boe Kie menoleh dan melihat berkelabatnya sehelai sinar hijau. Ia terkesiap karena tangan<br />

kiri memegang pedang, Ceng hoei sudah membacok putus lengannya sebatas pundak. Ia<br />

segera sadar bahwa perbuatan nekad itu adalah karena gerakannya sendiri. Tadi wkatu<br />

menangkis tikaman si gadis she Kwa, secara tidak sengaja menyentuk kulit tulang pi peo<br />

(tulang di antara lengan dan pundak) niekauw itu. Sebagai seorang pendeta wanita yang suci<br />

bersih sentuhan dari seorang pria dianggapnya sebagai suatu hinaan dan kejadian yang sangat<br />

memalukan. Dalam gusarnya ditambah dengan adatnya yang berangasan dan keras ia sudah<br />

memutuskan lengan kanannya sendiri, muali dari bagian yang disentuh Boe Kie.<br />

Sesudah melakukan perbuatan nekad itu dengan darah mengucur badan Ceng hoei bergoyanggoyang<br />

tapi dengan menggigit gigi ia mempertahankan diri supaya tidak roboh.<br />

Boe Kie kembali dan sesudah meletakkan Tio Beng di tanah, bagaikan kilat ia memberi tujuh<br />

totokan kepada Ceng hoei untuk menghentikan keluarnya darah.<br />

“Bangsat Mo Kauw, pergi!” bentak si niekauw.<br />

Mendadak di sebelah kejauhan tiba-tiba terdengar suara suitan dan si nona she Kwa segera<br />

mengeluarkan sebuah suitan bambu yang lalu ditiupnya. Boe Kie tahu bahwa itulah tanda Go<br />

Bie pay untuk mengumpulkan kawan. Dilain saat, tujuh delapan orang sudah kelihatan<br />

mendatangi sambil berlari-lari.<br />

Boe Kie merasa bahwa datangnya bantuan itu jiwa Ceng hoei tak perlu dikuatirkan lagi. Maka<br />

itu buru-buru ia mendukung Tio Beng dan terus kabur.<br />

Sesudah kira-kira tiga puluh li, mendadak terdengar suara rintihan Tio Beng yang baru saja<br />

tersadar, “Apa…apa aku masih hidup?” tanyanya.<br />

Boe Kie girang, “Bagaimana keadaanmu?” tanyanya.<br />

“Pundakku sangat gatal,” jawabnya, “Hai!...Cioe Kouwnio sungguh hebat.”<br />

Boe Kie lalu merebahkannya di tanah dan memeriksa pula lukanya. Ia sadar bahwa warna<br />

hitam belum berubah hanyak ketukan nadi si nona sudah lebih keras daripada tadi. Ia<br />

sekarang tahu bahwa Hoed kong Kie tok tan tidak cukup kuat untuk melawan racun itu.<br />

Sesudah berpikir sejenak, ia segera menghisap lubang luka itu menarik racun ke mulutnya<br />

membuangnya ke tanah. Sambil menahan bau amis yang sangat tajam, ia mengisap racun itu<br />

dan menyemburkannya berulang-ulang.<br />

Sambil mengusap-usap rambut Boe Kie, Tio Beng bertanya dengan rasa terima kasih yang<br />

sangat besar, “Boe Kie Koko, apa kau bisa menebak latar belakang peristiwa ini?”<br />

Boe Kie tidak menjawab, beberapa saat kemudia ia sudah mengisap habis semua racun dan<br />

pergi ke kolam untuk berkumur. Ia kembali dan sesudah duduk di samping nona Tio ia balik<br />

bertanya, “Latar belakang apa?”<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1247

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!