20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Tak kepalang kagetnya Song Ceng Soe. “Thay soehoe dan Thia thia ingin mengangkat aku<br />

menjadi Ciang boenjin Boe tong pay turunan ketiga, sehingga tak mungkin mereka<br />

merahasiakan apapun juga,” pikirnya. “Tapi serangan Jie jiesiok, biarpun dia menggunakan<br />

ilmu silat Boe tong, tapi sangat berbeda dari kebiasaan.” Dia mau menguba cara berkelahinya<br />

dengan ilmu yang diturunkan Cioe Cie Jiak, tapi Jie Lian Cioe tidak memberi kesempatan dan<br />

terus mengirim serangan-serangan berantai.<br />

Para hadirin menyaksikan pertandingan itu sambil menahan napas. Biarpun Jiehiap sudah<br />

berada di atas angin, mereka merasa kuatir sebab tadi kedua pimpinan Kay pang yang sudah<br />

dibinasakan juga lebih dahulu berada di atas angin.<br />

Makin lama serangan Jie Jiehiap jadi makin cepat, tapi setiap pukulannya dapat dilihat dengan<br />

nyata sekali, seperti juga setiap kata kata penyanyi kenamaan masih bisa didengar tegas<br />

walaupun dia menyanyi dengan tempo yang ama cepat. Di antara orang-orang gagah yang<br />

berduduk di bagian belakang, banyak yang berdiri di kursi atau meja. Semua orang kagum<br />

dan mengakui bahwa nama besar Boe tong Jiehiap bukan nama kosong.<br />

Untung juga Song Ceng Soe sudah mempelajari intisari daripada ilmu silat Boe tong pay,<br />

sehingga sedikitnya untuk sementara waktu ia masih dapat mempertahankan diri. Begitu<br />

hebat pertempuran itu, sehingga debu mengepul ke atas dan tubuh kedua jago itu seolah-olah<br />

dikurung dengan awan yang berwarna kuning.<br />

Tiba-tiba terdengar “plak!” suara beradunya tangan dan kedua lawan melompat ke belakang<br />

dengan berbareng. Baru kakinya menginjak bumi, tubuh Jie Lian Cioe sudah melesat lagi ke<br />

depan dan mengirim pukulan dahsyat.<br />

Karena kuatir akan keselamatan kakak seperguruannya, In Lie Heng maju sampai ke<br />

perbatasan lapangan. Dengan tangan memegang gagang pedang, ia terus memperhatikan<br />

jalannya pertempuran tersebut. Sebagai murid Boe tong, ia tahu bahwa setiap pukulan adalah<br />

pukulan yang membinasakan dan ketegangan yang dirasakannya lebih hebat daripada yang<br />

dirasakan orang lain. Untung juga Jie Lian Cioe sekarang sudah banyak lebih unggul daripada<br />

lawannya. In Lie Heng mengerti, bahwa apabila sang kakak tidak berjaga-jaga terhadap<br />

totokan lima jari yang sangat lihay, siang-siang Song Ceng Soe sudah dapat dibinasakan.<br />

Boe Kie pun tidak kurang kuatirnya. Diam-diam ia mencekal dua “seng hwee leng”. Kalau Jie<br />

Lian Cioe menghadapi bahaya, tanpa memperdulikan segala peraturan, ia pasti akan<br />

membantu.<br />

Sesudah lewat sekian jurus lagi, sekonyong-konyong Song Ceng Soe mementang lima jari<br />

tangannya dan coba mencengkeram pundak lawannya. Inilah pukulan yang ditunggu-tunggu<br />

Jie Lian Cioe. Waktu Song Ceng Soe membinasakan kedua tetua Kay pang, pukulan itu telah<br />

diperhatikan sungguh-sungguh oleh Jiehiap. Manakala belum ada contoh, andaikata tidak<br />

mati, Jie Lian Cioe sedikitnya terluka hebat. Tapi sekarang ia sudah bersiap sedia dan sudah<br />

menghitung-hitung cara bagaiman untuk menghadapinya. Di lain pihak, sebab berlatih belum<br />

lama, Song Ceng Soe belum berhasil menyelami inti sari daripada pukulan itu dan gerakgerakannya<br />

tidak banyak berbeda dari gerak-gerakan dalam dua pukulan yang dikeluarkannya<br />

waktu mengambil jiwa kedua pemimpin Kay pang.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1364

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!