20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

didalam air racun. Kalau dia benar sakti, dia tentu tahu apa buah itu beracun atau tidak,<br />

pikirku. Tapi kera tetap kera. Nama besarnya hanya nama kosong. Dia gegares habis beberapa<br />

buah tho itu dan bahkan dia menyoja2, mengucapkan terima kasih kepadaku.”<br />

Boe Kie meluap darahnya. Hampir2 ia menerjang. Sebisa2 ia menahan sabar karena<br />

mengingat bahwa biar bagaimanapun jua, si nenek adalah kepala dari keempat Hoe Kauw<br />

Hoat Ong. Untuk mempertahankan ‘gie-khie’ ia harus berdaya untuk menaklukkan nenek yg<br />

gagah itu.<br />

Cia Soen menarik napas dalam2 dan maju setindak. Dengan sikap angker, kedua biji matanya<br />

yg sudah tidak dapat melihat lagi menatap wajah nenek Kim Hoa. In Lee keder dan mundur<br />

beberapa tindak. Dilain pihak, Kim hoa popo mencekal tongkatnya erat2 dan mengawasi Cia<br />

Soen dengan waspada. Suasana tegang luar biasa, ibarat gendewa yg sudah terpentgan.<br />

Diantara tiupan angin malam yg membangunkan bulu roma, kedua lawan itu saling<br />

berhadapan dalam jarang kurang lebih setombak. Lama mereka berdiri, masing2 sungkan<br />

untuk bergerak lebih dahulu.<br />

Tiba2 Cia Soen berkata, “Han hoe jin, hari ini kau mendesak aku, sehingga aku tidak bisa<br />

turun tangan. Hai! Kejadian ini melanggar sumpah saudara dari keempat Hoe kauw hoat ong.<br />

Didalam hati, Cia Soen sangat menderita.”<br />

“Cia Hiantee, hatimu memang lembek. Wkatu baru mendengar aku tidak percaya, bahwa kau<br />

sudah <strong>membunuh</strong> begitu banyak jago2 Rimba Persilatan.”<br />

Cia Soen menghela napas. “aku kalap karena terbinasanya keluargaku – ayah, ibu, istri dan<br />

anak,” katanya. “Tapi kejadian yg membuat aku paling menyesal ialah, bahwa kau sudah<br />

membinasakan Kongkian Seng ceng dengan pukulan Cit siang koen.”<br />

Si nenek tekejut. “Apa benar2 kau membinasakan Kong kian Seng Ceng?” ia menegas. “Lagi<br />

kapan kau belajar ilmu yg hebat itu?” Mendengar matinya Kong kian di dalam tangan Kim<br />

mo say ong, hatinya keder.<br />

“Kau tak usah takut. Waktu di pukul, Kong kian Seng ceng tidak membalas. Dengan<br />

menggunakan ilmu Budha yg tiada batasnya, beliau berusaha untuk menuntun aku kejalan yg<br />

benar. Hai! … aku membinasakannya dengan tiga belas pukulan…”<br />

“Kini aku percaya. Kepandaianku tak bisa menandingi Kong Kian Seng Ceng. Kau<br />

membinasakannya dengan tigabelas pukulan. Mungkin sekali, dengan sembilan atau sepuluh<br />

tinju, kau sudah bisa membinasakan aku.”<br />

Cia Soen mundur setindak. Mendadak suaranya berubah lunak. “Han Hoe jin,” katanya,<br />

“Dahulu, waktu masih berada di Kong Beng Teng, Han Taoko dan kau telah memperlakukan<br />

aku baik sekali. Ketika Siauwtee sakit, sebulan lebih kalian merawat aku. Budi ini takkan bisa<br />

dilupakan.” Sambil menepuk2 bajunya yg berlapis kapas, ia berkata pula, “Dipulau peng<br />

hwee to, aku mengenakan baju yg terbuat dari kulit binatang. Kau membuat pakaian yg sangat<br />

cocok bagiku. Ini semua membuktikan, bahwa kecintaan persaudaraan masih belum hilang.<br />

Kau <strong>membunuh</strong> Giok bin Hwee kauw dan hatiku sakit. Tapi apa yg sudah terjadi tak dapat<br />

diubah lagi. Kau pergilah! Mulai sekarang, kita tak usah bertemu lagi. Aku hanya bisa mohon<br />

pertolonganmu, supaya anak Boe Kie bisa datang disini untuk menemui aku. Jika kau sudi<br />

meluluskan permohonanku, aku merasa sangat berhutang budi.”<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1050

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!