20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Si nona tertawa geli sambil menutup mulutnya dengan sebelah tangan. Karena kaget aku<br />

melupakan samaranku, katanya. Ia meluruskan pinggangnya dan ternyata bahwa ia bukan saja<br />

tak bongkok tapi juga tak pincang.<br />

Dengan sinar mata yang terang, alis yang kecil bengkok, hidung mancung dan lekuk pada<br />

pipinya, ia seorang wanita yang sangat ayu. Hanya sebab masih berusia muda dan tubuhnya<br />

belum cukup besar maka kecantikannya itu, ia kelihatannya masih kekanak-kanakan.<br />

Memang kau menyamar begitu? kata Boe Kie.<br />

Siocia sangat membenci aku, jawabnya. Dengan melihat romanku jelek, ia merasa senang.<br />

Tanpa menyamar, aku tentu sudah mati.<br />

Mengapa ia mau nyawamu? tanya pemuda itu pula.<br />

Sebab ia selalu curiga, sahutnya. Ia kuatir aku akan <strong>membunuh</strong> ia dan Looya.<br />

Gila! kata Boe Kie, Tadi waktu ia sudah tidak bisa bergerak, kau mencekal pedang tapi kau<br />

tidak mencelakai dia. Mulai dari sekarang ia pasti tak akan curiga lagi.<br />

Si nona tertawa kecil. Dengan membawa kau kemari, Siocia tentu akan lebih curiga lagi,<br />

katanya. Tapi sudahlah! Perduli apa dia curiga atau tidak. Masih belum tentu, apa kita bisa<br />

keluar dari tempat ini.<br />

Dengan bantuan sinar obor, mereka ternyata berada di tempat yang menyerupai kamar batu di<br />

mana terdapat alat-alat senjata, busur dan anak panah yang sudah berkarat. Senjata-senjata itu<br />

rupanya disediakan untuk melawan musuh. Dinding di sekitar ruangan itu tertutup rapat.<br />

Sekarang mereka tahu bahwa Goan-tin sudah sengaja batuk-batuk untuk memancing mereka<br />

ke jalan buntu.<br />

Kongcoe, namaku Siauw Ciauw, kata si nona memperkenalkan diri. Kudengar Siocia<br />

memanggil Boe Kie Koko kepadamu. Kalau tak salah, namamu Boe Kie. Benarkah begitu?<br />

Benar, jawabnya. Aku she Thio. Mendadak ia mengingat sesuatu. Ia mengambil sebatang<br />

tombak yang beratnya kira-kira empat puluh kati. Bahan peledak ini mungkin bisa menolong<br />

kita, katanya, Bukan mustahil kita akan bisa menghancurkan batu besar itu.<br />

Bagus, bagus! seru Siauw Ciauw seraya menepuk-nepuk kedua tangannya. Tepukan tangan<br />

itu diiringi dengan suara kerincingan rantai.<br />

Rantai ini mengganggu gerakan tangan dan kakimu, kata Boe Kie. Sebaiknya diputuskan saja.<br />

Jangan! cegah si nona. Looya bisa marah besar.<br />

Aku tak takut. Katakan saja akulah yang memutuskannya, kata Boe Kie. Sehabis berkata<br />

begitu sambil mengerahkan Lweekang, ia membetot rantai yang mengikat pergelangan tangan<br />

Siauw Ciauw. Rantai hanya sebesar batang sumpit dan te<strong>naga</strong> betotan tak kurang dari tiga<br />

ratus kati. Tapi sungguh heran, rantai itu tidak bergeming dan hanya mengeluarkan suara<br />

aung.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 723

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!