20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

"Kalau benar-benar hatimu tidak condong, kepada Mo kauw, coba tusaklah mata kiri pendeta<br />

siluman itu." kata Teng Bin Koen.<br />

"Soecie," kata nona Kie dengan suara duka. "Sebagaimana kau tahu, semenjak jaman Siauw<br />

ong-sia Kwee Soecouw (Kwee Siang), di dalam partai kita terdapat banyak sekali wanita yang<br />

tidak mau menikah seumur hidupnya. Oleh karena mengagumi kemuliaan mendiang guru<br />

besar kita, siauwmoaypun telah mengambil keputusan untuk tidak menikah. Siauwmoay<br />

menganggap, hal itu hal yang lumrah saja. Mengapa Soecie mendesak begitu hebat ?"<br />

"Sudah! Aku tak suka dengar segala omonganmu!" bentak Bien Koen. "Jika kau tidak mau<br />

menikam mata pendeta siluman itu, aku akan mencopoti topengmu."<br />

Mendengar ancaman itu, Siauw Hoe kelihatannya tak berani berkeras lagi. "Soecie," katanya<br />

dengan suara halus, "aku memohon kepadamu, soecie, dengan mengingat kecintaan antara<br />

sesama saudara sepenguruan, janganlah kau mendesak aku terlalu hebat."<br />

Wanita she Teng itu tertawa. "Aku bukan memaksa kau mengerjakan pekerjaan yang sulit,"<br />

katanya, "Sebagaimana kau tahu, Soehoe telah memerintahkan kita untuk menyelidiki tempat<br />

bersembunyinya Kim mo Say ong Cie Soen. Sekarang, pendeta itu adalah orang satu-satunya<br />

yang bisa memberi penerangan kepada kita, tapi dia bukan saja sungkan membantu kita,<br />

malah sudah melukakan juga kawan-kawan kita. Kalau aku menikam mata kanannya dan kau<br />

menikam mata kirinya, bukankah merupakan suatu hal yang sangat wajar ? Mengapa kau<br />

merasa segan tidak mau turun tangan ?"<br />

"Hati siauw moay lembek, tidak bisa turun tangan," jawabnya.<br />

"Apa? Hatimu lembek ?" menyindir Teng Bin Koen.<br />

"Soehoe sering memuji kau sebagai murid yang ilmu pedangnya hebat dan adatnya keras.<br />

Sangat menyerupai adat soehoe sehingga beliau mempunyai niatan untuk mengangkat kau<br />

sebagai akhliwarisnya. Mana boleh hatimu lembek ?"<br />

Apabila dua saudara bertengkar, maka hal itu akan sangat membingungkan orang-orang yang<br />

mendengarkannya, karena mereka tak mengetahui sebab musabab yang sebenarnya dari<br />

percekcokan antara keduanya. Sesudah mendengar perkataan Teng Bin Koen yang paling<br />

belakangan, barulah mereka bisa meraba-raba. Rupanya, Ciang boen jin Go Bie pay Biat coat<br />

Soethay sangat menyayang Kie Siauw Hoe dan berniat untuk mengangkat murid itu menjadi<br />

ahli warisnya. Hal ini kelihatannya sudah menimbulkan rasa jelus dalam hati Teng Bin Koen<br />

yang entah sudah memegang rahasia apa dari adik sepenguruannya sekarang ingin<br />

menghilangkan muka nona Kie di hadapan orang banyak.<br />

Boe Kie yang menyaksikan kejadian itu dari tempat bersembunyinya, merasa gusar sekali. Ia<br />

ingat perlakuan nona Kie yang sangat baik terhadapnya pada hari itu, pada harian kedua orang<br />

tuanya <strong>membunuh</strong> diri. Ia bergusar dan berduka. Kalau dapat, ia ingin sekali menerjang<br />

keluar dan menggaplok muka si wanita she Teng yang tidak mengenal kasihan.<br />

"Kie Soemoay, aku ingin mengajukan Iagi satu pertanyaan," kata Teng Bin Koen. "Pada tiga<br />

tahun berselang, Soehoe telah mengumpulkan semua murid dipuncak Kim teng, dipuncak<br />

gunung Go bie san dengan maksud untuk mengajar ilmu pedang Bit kiam dan Coat kiam<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 413

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!