20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

"Taysoe, janganlah kau berlaku begitu sungkan," kata sinona de ngan perasaan jengah." Aku<br />

menyesal bahwa barusan dengan semberono aku sudah melakukan perbuatan sangat tak<br />

pantas terhadap beberapa Sueheng. Aku memohon Taysoe sudi menyampaikan maafku<br />

kepada mereka.<br />

Biarlah kita berpisahan disini saja dan dilain hari, kita pasti akan bertemu pula." Sehabis<br />

berkata begitu, ia segera memberi hormat, lalu memutar dapan dan mulai bertindak turun dari<br />

tanjakan itu.<br />

"Nona kecil, mengapa kau menolak tawaranku yang diajukan dengan setulus hati?" kata Boe<br />

sek sambil tertawa. "Beberapa tahun berselang, karena sedang repot, aku tak bisa menghadiri<br />

pesta hari ulang tahunmu, sehingga sampai sekarang hatiku masih merasa tak enak. Kalau hari<br />

ini aku tidak mengatarkan kau sampai 30 li, aku seperti juga tidak mengenal peraturan untuk<br />

melayani tamu terhormat."<br />

Mendengar kata2 itu yang tulus iklas dan juga karena merasa senang dengan cara2 si tua yang<br />

polos, Kwee Siang segera berpaling dan berkata sambil bersenyum."<strong>Mar</strong>ilah."<br />

Dengan berendeng pundak mereka turun dari tanjakan itu dan tak lama kemudian, tibalah<br />

mereka dipendopo Lip swat teng. Tiba2 mereka mendengar suara tindakan kaki dan waktu<br />

menengok, mereka melihat, bahwa orang yang membuntuti adalah Thio Koan Po. " Saudara<br />

Thio," menegur Kwee Siang." Apakah kau juga ingin mengatarkan tamu?"<br />

Paras muka pemuda itu lantas saja berubah merah. "Benar!" jawabnya.<br />

"Pada saat itulah, se-konyong2 dari jauh mereka melihat seorang pendeta bertindak keluar<br />

dari pintu kuil dan kemudian lari turun sekeras kerasnya dengan menggunakan ilmu<br />

mengentengkan badan. Alis Boe sek berkerut. "Ada apa begitu ter-buru2 ?" tanyanya.<br />

Begitu berhadapan dengan Boe sek, pendeta itu memberi hormat dan lalu bicara bisik2. Paras<br />

muka si tua laatas saja berubah. "Apa benar ada kejadian begitu?" teriaknya.<br />

"Loo hong-thio (pemimpin kuil) mengudang Sioe-co (kepala bagian) untuk berdamai."<br />

jawabnya.<br />

Melihat paras muka Boe-sek. Kwee Siang mengerti, bahwa Siauw-lim-sie sedang menghadapi<br />

urusan sulit. Maka itu, ia lantas saja berkata: "Loo-sian-soe, dalam persahabatan yang paling<br />

penting adalah kecintaan hati. Segala adat istiadat tiada sangkut pautnya dengan persahabatan.<br />

Jika Loo-sian-soe mempunyai urusan, uruslah saja. Di lain hari, kita masih mempunyai<br />

banyak kesempatan untuk makan minum sepuas hati."<br />

"Tak heran Yo Tay hiap begitu menghormatimu," memuji Boe sek. "Kau benar2 seorang<br />

gagah, seorang jago betina. Aku merasa girang bisa bersahabatan dengan seorang seperti<br />

kau."<br />

Kwee Siang bersenyum deagan paras muka ke-merah2 an dan sesudah mereka saling<br />

memberi hormat, si pendeta tua segera kembali kekuil Siauw-lim-sie.<br />

Sinona lalu meneruskan perjalanannya dengan dibuntuti Thio Koen Po dari belakang. Pemuda<br />

itu tak berani berjalan berendeng, ia mengikuti dalam jarak lima-enam tindak.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 20

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!