20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

“Kalau pantas gusar, aku akan gusar, kalau tak pantas gusar, aku pasti tak akan gusar,”<br />

jawabnya.<br />

Boe Kie menjadi lebih jengah. Di hadapan tunangannya pernah bersumpah untuk <strong>membunuh</strong><br />

Tio Beng guna membalas sakit hatinya In Lee. Tapi waktu bertemu dengan nona Tio, bukan<br />

saja ia tidak turun tangan, ia bahkan jalan bersama sama dengan nona itu. Sebagai seorang<br />

yang tidak biasa berpura pura, ia tidak berani membuka suara lagi.<br />

Tak lama kemudian mereka tiba di kota kecil dan waktu itu matahari sudah mulai menyelam<br />

ke barat. Mereka segera mencari penginapan kecil untuk bermalam. Sesudah makan Boe Kie<br />

mengurut punggung Cie Jiak untuk memperlancar aliran darah. “Hiat” yang tertotok sudah<br />

terbuka sendiri, tapi otot masih agak kaku dan mengalirnya darah masih kurang lancar. “Ilmu<br />

menotok Kay pang memang istimewa,” kata Boe Kie di dalam hati. “Cie Jiak angkuh dan<br />

sungkan minta pertolongan, sedang orang yang menotok berlagak lupa. Hmm… kawanan<br />

pengemis itu mati matian mau coba menolong muka. Sesudah kalah, mereka ingin<br />

memperhatikan keunggulan dalam tiam-hoat.”<br />

Karena hawa udara panas, sesudah diurut, Cie Jiak berkata, “<strong>Mar</strong>i kita jalan jalan di luar.”<br />

“Baiklah,” kata Boe Kie.<br />

Dengan Boe Kie menuntun tangan si nona, mereka berjalan sampai di luar kota. Ketika itu<br />

sang surya sudah menyelam ke barat, dan sesudah berjalan beberapa lama lagi, mereka lalu<br />

duduk di bawah sebuah pohon.<br />

Di situlah antara kesunyian dan pemandangan alam yang indah, Boe Kie lalu menuturkan<br />

segala pengalamannya – cara bagaimana ia bertemu dengan Tio Beng di kelenteng Bie lek<br />

hoed, cara bagaimana ia menemui jenazah Boh Seng kok, pertemuannya dengan rombongan<br />

Song Wan Kiauw dan kejarannya terhadap tanda gambar obor dari Louw liong, sampai di<br />

Louw liong lagi. Sesudah selesai bercerita, sambil memegang tangan si nona, ia berkata<br />

dengan suara sungguh sungguh. “Cie Jiak, kau adalah tunanganku dan tak bisa aku<br />

menyimpan saja apa yang dipikir olehku. Tio kouwnio berkeras untuk menemui Giehoe dan<br />

mengatakan, bahwa ia ingin bicara dengan Giehoe. Ketika itu aku sudah bercuriga. Sekarang,<br />

makin kupikir, makin kutakut.” Waktu mengucapkan perkataan perkataan paling belakang<br />

suara bergemetar.<br />

“Kau takut apa?” tanya Cie Jiak.<br />

Boe Kie merasa, bahwa kedua tangan tunangannya dingin seperti es dan juga bergemetaran.<br />

“Kuingat, bahwa Giehoe mempunyai semacam penyakit kalap dan kalau lagi kumat ia tak<br />

ingat segala apa,” jawabnya.<br />

“Dalam kekalapannya, ia pernah melakukan sesuatu yang tidak pantas terhadap ibu, sehingga<br />

kedua matanya buta. Waktu aku lahir, dalam kalapnya Giehoe coba <strong>membunuh</strong> ayah dan ibu.<br />

Sungguh mujur, pada detik yang sangat berbahaya, aku menangis keras dan suara tangisanku<br />

itu telah menyadarkannya. Ah!… aku kuatir.. ku kuatir…”<br />

“Kuatir apa?”<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1215

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!