20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

“Coe kouwnio bagaikan seorang dewi,” jawabnya. “Bahwa siauwjin bisa berbicara sepatah<br />

dua patah kata dengan Kouwnio sudah merupakan kebahagiaan seumur hidup. Siauwjin<br />

hanya kuatir, sebagai manusia kasar siauwjin sering bicara kasar dan untuk segala kekurang<br />

ajaran, siauwjin mohon Kouwnio suka memaafkan.”<br />

Mendengar kata kata memuja itu yang tulus ikhlas, sebagai manusia biasa, diam diam Cie<br />

Jiak merasa girang.<br />

Sambil berjalan Boe Kie menanya Cie Jiak, cara bagaimana dia ditangkap oleh orang orang<br />

Kay pang. Si nona memberitahukan, bahwa hari itu, sesudah Boe Kie meninggalkan rumah<br />

penginapan untuk menyelidiki siasat Kay pang, badan Cia Soen bergemetaran dan mulutnya<br />

ngaco. Ia ketakutan dan berusaha untuk menentramkannya, tapi tidak berhasil. Cia Soen<br />

seolah olah tidak mengenalnya lagi. Dia melompat dan kemudian roboh pingsan. Pada saat<br />

itu, di tengah enam tujuh orang tokoh Kay pang yang lantas menerobos masuk ke dalam<br />

kamar. Sebelum keburu menghunus pedang, jalan darahnya sudah ditotok. Kemudian bersama<br />

Cia Soen, ia dibawa ke Louw liong.<br />

Mendengar keterangan itu, Boe Kie manggut manggutkan kepalanya. Sedari kecil ia memang<br />

sudah tahu, bahwa sebagai akibat dari latihan Cit Siang kocu, ayah angkatnya mendapat<br />

serupa penyakit kalap dan kadang kadang kumat dengan mendadak. Tapi dimana adanya ayah<br />

angkat itu sekarang?”<br />

“Kota raja adalah tempat berkumpulnya macam macam manusia,” kata Boe Kie akhirnya.<br />

“Kurasa, dalam perjalanan ke selatan, sebaiknya kita mampir di kota raja untuk menyelidiki.<br />

Mungkin sekali, dari Ceng ek Hok ong Wie hong aku bisa mendapat keterangan berharga.”<br />

Cie Jiak tertawa, “Ke kota raja?” ia menegas dengan nada mengejek. “Apa benar benar kau<br />

hanya ingin menemui Wie It Siauw?”<br />

Boe Kie mengerti maksud tunangannya, sehingga paras mukanya lantas saja berubah merah.<br />

“Memang belum tentu kita bisa menemui Wie heng,” jawabnya. Tujuan kita adalah mencari<br />

Giehoe, kalau kita bisa bertemu dengan Wie heng, Kouw tauwtoo atau Yo Co Soe, sedikit<br />

banyak kita akan mendapat bantuan.”<br />

“Kukenal seorang yang pintar luar biasa,” kata Cie Jiak sambil tersenyum. “Dia seorang<br />

wanita cantik. Jika kau cari dia, kau akan mendapat banyak bantuan. Orang-orang seperti Yo<br />

Co soe atau Kouw Tauw tok tidak akan bisa menyaingi kepintaran nona cantik itu.”<br />

Boe Kie pernah menceritakan pertemuannya dengan Tio Beng di kelenteng Biek lek hoed,<br />

tapi tak urung ia kena disindir juga. “Kau tidak pernah melupakan Tio kouwnio dan setiap ada<br />

kesempatan, kau selalu mengejek aku,” katanya dengan suara jengah.<br />

Cie Jiak tertawa, “Apa aku atau kau yang tidak pernah melupakan dia?” tanyanya. “Apa kau<br />

rasa kutak tahu rahasia hatimu?”<br />

Boe Kie adalah seorang yang polos dan jujur. Ia menganggap, bahwa sesudah berjanji untuk<br />

hidup sebagai suami isteri, ia tak boleh menyembunyikan sesuatu di hadapan tunangannya itu.<br />

Maka itu dengan memberanikan hati ia lantas saja berkata, “Ada satu hal yang aku harus<br />

beritahukan kepada kau. Kuharap kau tidak jadi gusar.”<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1214

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!